"Kenapa kita harus bertemu lagi?"
_
_
_"Itu mobil Nata? Ngapain sih ngikutin gue? Mau nyari masalah?” monolog Dean yang melihat mobil Nata ada di belakangnya terus menerus bahkan saat hampir sampai dirumahnya.
Ciitt…
Mobil Dean berhenti di depan rumahnya, belum terparkir sempurna di garasi, karena merasa risih diikuti oleh Nata.
“Heh, lo ngikutin gue?” ujar Dean yang melihat Nata tak kunjung keluar dari mobilnya.
“Ngikutin apaan? Rumah gue disini,” seru Nata sambil keluar mobil dan menunjuk rumahnya.
“HAH?” keduanya tersentak kaget.
“Maksud lo? Kita tetanggaan?” Nata benar-benar tidak habis pikir dengan ketidak sengajaan ini.
“Ya Allah gue punya dosa apa sampe harus sebelahan rumah sama lo,” lanjut Nata.
“Lo pikir gue mau gitu sebelahan rumah sama lo?”
“Gue tinggal disini duluan, ohhh gue tau, lo pasti sengaja ikut-ikut tinggal disini kan?”
“Gak usah geer lo, ogah kali gue punya tetangga rese kaya lo,”
“Alah berisik lo, mending sekarang singkirin mobil lo, noh sebagian badan mobil lo nutupin garasi gue,”
“Ck bawel,”
Keduanya sempat berdebat di depan rumahnya, mengabaikan tetangga lain yang terganggu. Lalu mereka memakirkan mobil masing-masing.
“Hih,” ucap keduanya bersamaan sambil membuang muka.
•••
“Gila, dunia bercanda banget,” ocehnya sambil merebahkan diri diatas kasur, melupakan belanjaannya yang belum ia tata di tempatnya.
“Setelah pisah, susah-susah gue lupain, malah ketemu lagi segampang ini,” ia menolehkan kepalanya kearah jendela. Melihat jalanan yang sepi.
“Bahkan rumah kita jaraknya cuman sejengkal,”
Hembusan nafas panjang menjadi akhir pemikiran ruwetnya.
Ia beralih, menatap belanjaan yang masih berserak, matanya menangkap kue tart rasa coklat yang sengaja ia beli untuk diberikan ke tetangga baru di sebelahnya, namun ia urungkan niatnya ketika mengetahui siapa penghuni di rumah sebelahnya.
“Tau gini gue kan gue gak perlu cape-cape ngelupain,” sejak tadi Dean masih menjadi alasan utama dalam setiap kalimat yang ia lontarkan.
“Gapapa, ada untungnya kok,” suara wanita yang amat Nata hafal.
“Lah kalian? Masuk dari mana?” lamunan Nata terpecah kala Dira dan Kitara datang dengan tiba-tiba.
“Tuh, pintu aja gak lo tutup,” ujar Kitara sambil menunjuk pintu putih yang terbuka.
“Ahh,” Nata menangguk lemah.
“Ngapain kalian kesini?”
“Gak suka?” Dira menjawab sambil membantu Nata menata belanjaan.
“Ish gak gitu,”
“Sekarang tetanggan nih?” Kitara sengaja menggoda Nata.
“Hm,”
“Gapapa Nat, kalau dari dulu lo gak coba ngelupain, mungkin sekarang masa-masa itu masih berasa sakit, “ ujar Dira tenang.
“Heem, apalagi tokoh utama itu datang kembali, kalau dari dulu lo belum lupa, bakal lebih susah,” Kitara menimpali.
Nata termenung, berusaha memahami dan menerima.
“Hm kayaknya iya,” ujarnya setelah berhasil memaknai kalimat-kalimat tadi.
•••Assalamualaikum,” ada seseorang yang mengetuk pintu sambil mengucap salam.
“Waalaikumsalam, masuk,” jawab Nata sebagai pemilik rumah.
“Sean?” ketiganya mengucap nama yang sama.
“Hai,” sapanya cengengesan.
“Khem, mau jemput siapa Se?” goda Nata sambil menoel tangan Kitara.
“Alah gausah pura-pura gak tau lo Nat, gue pamit aja deh,” Dira hendak bersiap membereskan barang-barangnya.
“Heleh lo juga Dir, mau jalan sama siapa? Agha? Arkan? Siapa?” Kitara balik menjaili Dira.
“Dah Se sana buruan, dah malem, kasian Kitara,” Ujar Nata sambil mendorong kedua orang itu ke depan pintu rumah.
“Waww motoran, biar romantis yah? Awwww,” tak henti-hentinya mereka menggoda Kitara dan Sean hingga pipi keduanya memerah.
“Nih Kit jaket, biar lo gak kedinginan,” Sean memberi jaket kulit hitam pada Kitara.
“Serasa dunia milik berdua, yang lain ngontrak,” seru Dira.
“Apasih kalian, diem deh,” Kitara mulai tidak tahan dengan kedua temannya.
“Ya udah kita pamit ya,” Sean lebih dulu menaiki motor dan menurunkan pijakan motor untuk Kitara.
“Siaapp bos, jangan pacaran di perpus kota mulu!” seru Nata ketika motor mereka mulai jalan.
“Ya udah Nat, gue juga pamit ya,”
Tersisa Nata sendiri di rumahnya, entah kenapa, sejak tadi Raga belum mengunjunginya, apakah pekerjaan kali ini membuatnya sibuk?.
•••
Lagi-lagi Nata menatap kue tart itu penuh keraguan.
“Kasih? Engga? Kasih? Engga?” sejak tadi Nata mondar-mandir di depan kue sambil bertanya-tanya.
“Ahhh,” Nata mengacak rambutnya frustasi.
“Dahlah simpen aja,” Nata hendak berjalan menuju kulkas untuk menyimpan kue, tapi ponselnya lebih dulu berdering dan menunjukkan nama ibunya.
“Halo Ma,”
“Halo Nata, apa kabar?”
“Baik ma allhamdullilah,”
“Allhamdullilah, kamu udah lama loh gak pulang,”
“Hehe iya ma, Nata masih sibuk ngurusin pameran kemarin, nanti Nata sempetin pulang ya,”
“Iya deh siap, oiya ngomong-ngomong, tadi bundanya Dean ngasi tau mama, katanua dia pindah ke kota yang tempat kamu tinggal juga, trus satu perumahan juga sama kamu, beneran?”
“I-iya bener, rumahnya sebelahan sama aku,”
“Wahhhh, bener kan, kalau udah jodoh emang gak kemana, kata bundanya Dean juga gitu loh Nat,”
“Ah ahahahaha, iya-iya,”
“Oiya, kamu beliin kue atau apa gitu buat Dean, bilang dari mama ya, harus,”
“Hah? Gak ah,”
“Ih Nata, harus, ini perintah mama, oke? Yaudah ya, tidur sana, daah,”
Pip…
Telpon di matikan oleh Rani, membuat Nata duduk di sofa dan kembali berfikir tentang kue tart dihadapannya.
“Pas banget sih kondisinya,”
“Ya udah, demi mama,” Nata meyakinkan dirinya, lalu memasukkan kue tart itu kedalam box dan dilapisi lagi oleh paper bag.
Ia mulai berjalan kearah pintu rumah, berjalan dengan ragu kearah rumah Dean.
Tok…tok…tok
Tiga ketukan pintu membuat pemilik rumah membuka pintu.
“Ngapain lo?” baru saja menunjukkan muka, sudah muak Nata melihatnya.
“Gak usah geer lo, nih ada titipan dari mama,” Nata menjulurkan paper bag berisi kue itu.
“Dari Tante Rani atau dari lo?” Nata hanya mengerenyitkan dahi mendengar penuturan Dean.
“Kalau dari lo, gue gak mau nerima,” lanjut Dean, yang membuat Nata menahan tawa.
“Ngarep banget lo, sori ya, ini dari mama, kalau bukan karena mama, gue juga males dateng kerumah lo,” jawab Nata.
“Udah cepetan terima, gue mau pulang ngantuk,” lanjut Nata lagi, yang kemudian di terima oleh Dean.
“Ya makasih, bilangin Tante Rani,” selanjutnya ia menutup pintu rumahnya. Nata benar-benar kesal dengan tingkah Dean, ia hanya bisa berlagak seperti ingin meniju Dean tanpa bersuara.Kue yang dikasihin ke Dean
Kue yang pengen Nata kasih ke Dean
Pict: pinterest
KAMU SEDANG MEMBACA
NATADEAN: A MISUNDERSTANDING BETWEEN US
De TodoKisah yang bermula ketika MPLS atau Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah. Seorang siswi baru yang sangat membenci kakak OSIS yang menjadi panitia MPLS kala itu. Kakak kelas jutek, dingin namun tampan. Namun, seiring waktu, keduanya saling menaruh hat...