"Kenapa kita harus bertemu lagi?"
_
_
_
Koridor sekolah cukup ramai, beberapa siswa memilih mengobrol atau sekedar berjalan-jalan di sepanjang koridor. Sama halnya dengan Nata, jam kosong ditambah jam istirahat membuatnya mati gaya, padahal biasanya ia sangat mengharapkan bel istirahat berbunyi.
"Huh, bosen banget, Dira ngebucin, Kitara baca buku mulu, gabut gue,"
"Eh woi Nata! Apaan tu di baju belakang lo?" seruan dari arah belakang, membuat Nata memutar badan.
"Heh? ada apaan?!, ihh ih apaan woi?, tolong gue," ujar Nata kelabakan sambil berlari kearah orang itu.
"HAHAHAHAHAHA," bukannya membantu, ia malah tertawa.
"Dasar Raga!!!, usil banget si lo!"rupanya itu Raga, yang tidak bisa hidup tanpa mengusili Nata.
"Maap sih,"
"Ck,"
"Ehh ayo ke lapangannn," suara keramaian terdengar, dengan segerombolan siwa laki-laki yang membawa bola ditangannya.
"Ehhh, aaaaa!" Nata si ratu tidak seimbang, ketika salah satu siswa menabraknya, badannya auto oleng.
"Ehh Nat!" Raga yang berdiri di depannya, dengan sigap menggapai kepala Nata agar tidak terbentur lantai. Alhasil posisi mereka menjadi sangat dekat.
"L-lo gapapa?" tanya Raga yang masih setia dengan posisinya.
"G-gapapa," jawab Nata sambil mendorong Raga agar menjauh dari dirinya.
"Aduh, sakit, udah gue tolongin juga,"
"Y-ya maap, lagian siapa sih tu main dorong aja,"
"Tangan lo luka?" tanya Nata.
"Iya nih, tanggung jawab lo," jawab Raga sambil menunjukkan tangannya merah dan lecet akibat benturan dengan permukaan lantai.
"Iya bawel, ayo ke UKS,"
"Ga, gue ke perpus dulu ya, mau nyamperin Kitara," ujarnya pada Raga setelah selesai mengobati luka pada tangan Raga.
"Yaudah, gue turun ya, balik ke kelas," kebetulan letak UKS dan perpustakaan berada di lantai dua.
Setelah itu, Nata berjalan menyusuri jalan menuju perpustakaan, namun tak lama ponselnya berdering.
"Halo?"
"Nata lo dimana?"
"Gue mau ke perpus nyamperin lo,"
"Gak usah, gue udah di kelas,"
"Yaelah, udah capek-capek gue jalan,"
"Alay deck,"
Kemudian, telefon dimatikan oleh Kitara. Mendapat kabar kalau Kitara sudah kembali ke kelas, akhirnya Nata memutuskan untuk berjalan menuju tangga.
"Si Kitara ih, padahal gue mau ngadem di perpus," Nata terus saja mendumel sepanjang jalan menuruni anak tangga, hingga matanya menangkap lelaki yang berhasil membuatnya jatuh hati lalu membuatnya kecewa, siapa lagi kalau bukan Dean.
"Kak Dean," batinnya. Tak sengaja mata mereka berpapasan, Nata langsung membuang muka lalu melanjutkan jalannya. Berbeda dengan Nata, Dean malah memberhentikan langkahnya dan sedikit menoleh untuk melihat Nata.
"Nata, maaf," jujur saja, ada rasa bersalah di benaknya, namun kadang rasa benci muncul secara tiba-tiba, membuatnya bertindak berlebihan.
"Heh, kenapa sih ketemu Kak Dean terus, ni lama-lama gue pindah sekolah juga dah, ck" ujarnya setelah berhasil sampai di kelas.
"Ya udah pindah aja," samber Dira.
"Idih lo ngusir gue?"
"Lah katanya mau pindah,"
"Idih, dasar lo pekpren,"
Matahari dan bulan kian bergantian dalam melaksanakan tugasnya. Bulan, waktu, hari dan tahun terus saja berubah, jika waktu itu Nata masih menjadi siswa baru, kini ia sedang menjalani tahap akhir dalam sekolah menengah atas. Kisahnya dengan Dean sudah lama berakhir, sejak hari kelulusan, ia sudah tak pernah lagi melihat Dean. Keluarga Dean katanya sudah pindah keluar kota, entah pergi kemana, Nata tidak ingin tahu, ia ingin fokus sekolah saja.
"Nataa!, turun lo, bantuin gue!" suara nyaring dari abangnya itu membuat Nata bangkit dari kasur dan berjalan mendatangi sumber suara.
"Apaan sih!"
"Ini tolong bawain ke kamar gue," ujar Devan sambil memberikan tas belanja.
"Heh, lo belanja banyak amat dah,"
"Berisik lo, kan gue baru liburan kuliah, nah biar pas masuk tuh gue glow up,"
"Idih si alay,"
Walaupun dengan terpaksa, Nata tetap membawa tas-tas itu ke kamar abangnya.
"Beli apaan aja bang?" tanya Nata, ia sedikit berharap abangnya juga membelikannya sesuatu.
"Nih, gue beli baju, skincare, alat tulis, banyak dah pokoknya," jelas Devan, sembari mengeluarkan barang-barang itu dari tasnya.
"Lah lo gak beliin gue apa gitu?"
"Ngarep lo, udah sana-sana pergi,"
"Eh bentar Nat," ujar Devan memberhentikan langkah Nata.
"Ape?"
"Katanya Dean lagi pulang kesini, itu di rumahnya yang lama,"
"Terus?"
"Ya samperin lah, kan udah baikan kan?"
"Mata lo baikan, dah lah," walaupun Nata menanggapi info dari Devan dengan tidak peduli, tapi jujur saja, ia cukup kaget mendengar kabar itu.
"Eh astagfirullah!" ujar Nata kaget, ketika sosok ibunya berdiri di depan pintu kamar abangnya.
"Masuk lagi," perintah Rani.
"Ih ogah, kamar bang Devan kek kapal pecah, mana bau lagi," protes Nata ketika disuruh masuk lagi ke kamar abangnya.
"Udah masuk dulu," ujar Rani sambil mendorong tubuh Nata ke dalam kamar Devan.
"Eh mama," sapa Devan santai.
"Dengerin mama, ini penting," ujarnya.
"Apa?" jawab Nata malas.
"Besok kan bang Devan masih libur kuliah, nah pas banget keluarga Dean lagi kesini, jadi kita udah janjian mau liburan bareng yeyyy," tampak raut wajah riang dari Rani ketika menyampaikan info itu.
"Ma, besok Devan ada perlu di kampus, ada latihan band," ujar Devan, ya memang sebetulnya Devan sudah ada janji akan latihan band di ruang musik kampus.
"Ma, a-aku j-juga ada janji besok, jadi aku gak bisa ikut," Nata juga ikut mencari alasan karena ia tidak mau bertemu Dean.
"Halah alesan lo," saut Devan.
"Tau ih, ikut aja ya Nata, gak boleh nolak, siap-siap ya," jawab Rani.
"Oiya bang, gapapa ya ditinggal nginep?" Rani masih saja mengkhawatirkan anak laki-lakinya yang sudah besar.
"Santaiii ma," jawab Devan kesenengan.
"Seneng lo sendirian di rumah? Hih," saut Nata, yang kemudian ia memilih ke kamar untuk menyiapkan keperluan.
KAMU SEDANG MEMBACA
NATADEAN: A MISUNDERSTANDING BETWEEN US
RandomKisah yang bermula ketika MPLS atau Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah. Seorang siswi baru yang sangat membenci kakak OSIS yang menjadi panitia MPLS kala itu. Kakak kelas jutek, dingin namun tampan. Namun, seiring waktu, keduanya saling menaruh hat...