Malam ini, malam pertama tanpa Mamah. Rasanya sangat berbeda, terlebih kini mereka hanya tinggal berdua di rumah yang bisa dibilang cukup besar.
"Mau makan apa, Dek?"
"Apa aja."
"Mau masak-masak di rumah atau beli?"
"Apa aja deh, yang penting makan."
Dengan santai, Raka berjalan menuju dapur, menyiapkan segala alat dan bahan yang diperlukan. Rencananya sih ia akan membuat nasi goreng.
Moodnya belum kembali. Reva butuh hiburan.
Tangannya mengetikan sesuatu di layar ponsel yang ia genggam. Mengirimkannya pada beberapa kontak terpilih.
"Bang, temen lo suruh pada kesini, gih. Bilang, nginep aja gitu."
"Gak bisa dong, kan besok sekolah."
"Ya udah, suruh pada bawa baju aja. Sama mapel buat besok."
"Terus tidurnya dimana?"
"Ya tidurnya bareng-bareng lah di ruang keluarga tuh yang luas, depan tv. Di sofa juga bisa. Kalau mau tidur di rooftop juga bisa."
Raka plonga-plongo mendengar jawaban Reva.
"Kamarnya?"
"Gak usah ada yang tidur di kamar."
Ting... Tong...
Ah, itu pasti mereka,batin Reva.
Ia bangkit dari duduknya, berlari menuju pintu. Tak disangka, ternyata Willy—sepupu kesayangannya, datang paling cepat.
"Willyyy!" Reva spontan memeluk Willy. Ia sama sekali tidak kaget dengan pelukan Reva. Mereka biasa seperti itu jika bertemu. Willy membalas pelukan Reva tak kalah kuat.
"Jangan sedih-sedih lagi, ya. Kan ada gue di sini." Reva mengangguk tanpa melepas pelukannya.
Willy memang hanya kakak sepupu, namun bagi Reva, ia sudah seperti kakak kandungnya sendiri. Bahkan jika dilihat, Reva lebih dekat dengan Willy dibanding Raka yang notabenenya kakak kandung Reva.
"Ekhem!"
"Gue gak disambut juga gitu?" ucap seorang cowok dari belakang Willy, bertubuh tinggi dan berkulit putih dengan gayanya yang cool.
"Kavi!"
Kavi merentangkan tangannya agar Reva memeluknya. Tapi, Reva masih berdiam diri di hadapan Willy. Ia tidak menyangka Kavi juga akan datang lebih cepat.
Karena biasanya, Kavi paling ngaret jika disuruh datang kerumahnya.
"Peluk dong," rengek Kavi.
Kini pelukan Reva beralih pada Kavi.
"Kok kamu tumben sih dateng cepet?"
"Apasih yang nggak buat kamu, by."
"Hilih, bucin!" gerutu Willy sambil menendang pintu.
"Iri? Bialng boss!!"
"AHAHAHA." Willy yang terlihat sangat terpojok, semakin mengundang tawa Kavi dan Reva.
"HEH! Lo jangan apa-apain sepupu gue! Lo boleh deket, tapi harus menjaga, jangan sampai rusak. Gak boleh lecet sedikit pun. Kalo sampai terjadi, gue gak akan segan-segan bunuh lo!"
"Wesshhh... Galak amat, bro. Abangnya aja santai kok."
"Gue juga abangnya, walaupun cuman sepupu," ucap Willy tak mau kalah.
"Dekk, suruh pada masuk, jangan kelamaan di luar!" teriak Raka dari dalam.
"Udah, ah. Masuk yuk!"
Baru beberapa langkah mendahului Reva, langkah Willy kembali terhenti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Answer! - [ END ]✔️
Teen FictionHanya cerita tentang hari-hari setelah kepergian mamah. Menjadi beban Raka yang kini menjadi penopang hidupnya. Berusaha berdamai dengan keadaan, bangkit tanpa penyanggah, senyum tanpa beban, dan melangkah tanpa dorongan. Iya, hanya kisah pahit ma...