-5-

54 56 8
                                    

Apapun pendapat ayahnya tadi, ia berhasil melindungi Raka yang sudah teguh pendirian dan berusaha untuk tidak bertergantungan dengan orang lain, terutama keluarganya.

Walaupun berat hati, sang ayah tetap menerima dan mendukung keputusan anak dari mendiang sang adik. Ia tidak mau memaksakan kehendak agar Raka bekerja di perusahaan miliknya.

"Gitu dong, mandi dulu baru main. Kalo udah mandi gini kan seger diliatnya gak bau kecut." Willy menata rambutnya yang sudah kelimis dengan tangan seraya memainkan alis kepada sang mamah.

"Mamah akui kamu ganteng. Tapi, jangan sok kegantengan di depan mamah."

"Gimana sih, Mah. Muji anaknya sendiri masa gak ikhlas," gerutunya. Sang mamah hanya menggeleng melihat kelakuan anak semata wayangnya itu.

Sang mamah menahan Willy yang sudah tidak sabar ingin pergi.

"Sekalian Mamah titip ini, lumayan buat cemilan Reva dan Raka di rumah." Willy menerima bingkisan dari tangan Mamahnya dan juga rantang. Setelahnya, ia melesatkan mobilnya menuju rumah Reva.

"Ini dia, nih, yang ditunggu-tunggu. Pantes lama, ternyata mandi dulu," ucap Reva.

"Lo tau gak sih? kita tuh udah laper banget ya ampun!"

"Kita? HEH! Dari tadi yang bawel soal makan tuh lo, Kav. Kayak orang gak makan seminggu!" tukas Angel. Dan terjadilah perang sinis antara Kavi dan Angel.

"Dari tadi mereka berdua begini, Rev?"

"Banget, Bang. Telinga gue hampir mau pecah rasanya!" Reva sengaja mengeraskan suaranya agar keluh kesahnya sampai to the bone.

"Sama, Rev. Kita makan berdua aja, biar tenang."

"Astagfirullah, Bang Willy, lo lama-lama makin ngelunjak ya, njir. Gak boleh berdua-duaan sama bebeb gue. Nanti ketiganya setan."

"Yang barusan ngomong setan." Kini tatapan Kavi beralih pada Reva yang hanya diam menyimak.

"Reva? Kok kamu diem aja sih beb? Aku cemburu, lho," ucap Kavi dengan nada minta perlindungan.

"Bodo!" seketika tawa Willy pecah, "Ck,ck, ck, sabar ya, gue udah sering tidur bareng. Lo yang gak bisa gitu diem aja. Makanya—"

"Jadi bagian keluarganya," potong Kavi meniru nada bicara Willy saat debat tentang silsilah keluarga dengannya.

"That's right."

Topik pembicaraan pun habis, tawa Willy memudar. Tak lama Kavi menyadari sesuatu.

"Kok bacotan kita tadi kayak ada yang kurang ya?" Dan kini semua mata tertuju pada Angel yang tengah asik menyantap sop beserta jajarannya duluan.

"Adu bacot sama Kavi juga butuh banyak energi."

***

Terlihat Raka yang tengah mengunci pintu kafe dengan dua orang lainnya yang sudah keluar, lalu memberikan kunci itu pada salah satu rekan kerjanya yang hendak pulang.

Kini tinggal Raka dengan seorang wanita yang tengah berbincang di kursi depan kafe.

"Jujur gue gak nyangka bisa ketemu adek kelas di sini, jadi baristanya pula," ucap wanita itu dengan sumringah.

"Oh, ya?" Wanita itu mengangguk antusias. "Bukannya di sekitar sini memang banyak, ya, siswa maupun alumni SMA Tranggana?"

"Banyak, sih. Tapi, jarang ada anak SMA Tranggana yang berani ambil kerja part time kayak lo." Raka hanya tersenyum tanpa menjawab. Gue gak tau harus seneng atau sedih, batinnya.

Seakan tahu apa yang sedang melintas dalam benaknya, kalimat wanita itu berhasil mendorong kembali semangat hidupnya.

"Jujur gue salut sama lo, anak kelas dua belas yang udah berani ambil keputusan ini. Pengalaman lo yang sekarang ini bakal berguna banget buat kedepannya, terlebih kalo lo udah terlanjur nyaman di sini, lo gak perlu repot-repot lagi untuk cari kerjaan yang baru."

Lagi, Raka hanya menampakan senyum manisnya, "Makasih, ya." Hanya itu yang mampu ia keluarkan dari mulutnya. Mendengarkan lebih baik dari pada menjelaskan yang berakhir over sharing.

Di tengah hening yang singgah, bunyi klakson dari sebuah mobil Rush berwarna putih mengalihkan perhatian keduanya sebelum akhirnya wanita itu pamit. Barulah ia tersadar bahwa malam semakin larut dan ia lupa belum memesan ojek online.

***

Raka melirik jam tangan hitam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Waktu sudah menunjukan pukul 21.00. Pasti Reva sudah tidur, pikirnya.

Ia langsung membuka pintu rumah yang ternyata tidak terkunci. Dugaannya salah, kini pandangannya disuguhi Reva dan Angel yang sedang menonton televisi sembari memakan cemilan di sofa dan kepala Willy yang tertidur di atas punggung Kavi di karpet.

"Lo gak balik?" tanya Raka pada Angel dengan suara berbisik.

"Nggak, Bang. Gue nginep di sini. Gapapa kan?"

"Santai, selama lo udah izin ortu."

Melihat Kavi dan Willy yang masih terlelap nyenyak, Raka melangkahkan kakinya menuju dapur dengan hati-hati. Ia tidak mau mengganggu tidur kedua orang itu.

"Dek, nih, tadi abang mampir beli bubur kacang hijau. Kalo gak mau dimakan sekarang, nanti masukin ke kulkas aja, ya." Raka meletakannya di meja makan.

"Oke, Bang."

Sempat berpikir beberapa detik sebelum akhirya ia kembali ke sofa.

"Bang Raka bawa apa?"

"Kesukaan lo." Mata Angel yang semula tinggal lima watt mendadak melek. Reva mendesis dengan mata yang melebar.

Angel reflek menutup mulutnya dengan tangan. "Boleh dimakan sekarang gak?"

"Boleh."

Terlepas dari Angel yang sudah pergi ke dapur, Reva sibuk membangunkan Kavi dan Willy yang sedang akur dalam mimpi.

"Duluan aja, Rev. Gue mager buka mata."

"Sisain aja gak bisa?"

"Gak bisa. Besok udah gak ada, diborong Angel."

Mau tidak mau, kedua manusia itu memilih bangkit setengah sadar menuju dapur. Yang namanya kesempatan jangan disia-siain bukan? Apalagi soal makanan. Sempet Reva dengar umpatan dari Kavi untuk Angel.

Raka menuruni anak tangga terakhir dengan penampilan yang lebih santai dan terlihat lebih fresh. Bisa dipastikan ia habis mandi.

"Gak pulang, bro?" tanya Raka menepuk bahu Kavi yang belum sepenuhnya sadar. Ia hanya menjawab dengan anggukan.

"Nanti pindah, jangan tidur di depan tv."

Kavi bergumam, "nanti tidur sama Reva aja." Sontak Raka menoyor kepala Kavi. Jangan-jangan tadi Kavi mimpi yang iya-iya dengan adiknya. Sungguh, Raka akan menebas kepala Kavi jika sampai benar terjadi.

"Bantai, Ka. Dia bukan bagian keluarga kita," kompor Willy yang berjalan santai dengan semangkuk bubur kacang hijau di tangan kanannya.

***

Gmn? Masih pada mau lanjut? Semoga mau ya, AHAHAH

Aku gk maksa kok, peace😂✌🏻

Yg mau lanjut selamat menikmati alur,
Yg gak mau, terimakasih udh mampir walaupun sbntr 😘

Anyway, aku gk akan ngomong di semua akhir part kayak gini. Gpp kan? Gapapa dong ya, heheh

Kl kalian suka ceritanya, jangan lupa divote yaa bestiee...


Next🚀

Answer! - [ END ]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang