Tidak ada liburan bagi Raka sejak hari terakhir ujian sekolah, meskipun ia pernah berkata akan liburan. Faktanya, setiap hari ia lalui dengan bekerja dan sibuk memikirkan warna jas dan tuxedo yang pas untuk wisuda nanti.
Rapot Reva sudah diambil dua minggu setelah ujian, hasilnya memuaskan. Ia mendapatkan rank satu lagi di kelasnya dengan Kavi yang berada tepat di bawahnya. Itu sebabnya, hari ini ia diajak Raka mencari baju. Ia ingin adiknya juga memakai pakaian terbaik di acara kelulusannya.
Tidak lupa ada Diva yang masih setia menemaninya hingga kini.
"Ini aja, nih, bagus. Lagian cowok kan pakaiannya itu-itu aja, sama aja mau digimanain juga."
"Ealah, bantuin nyari kek."
"Ya, kan, dari tadi juga udah gue bantu pilihin. Lo nya aja yang gak mau."
"Dari tadi yang lo pilih tuh gak ada yang gue suka."
"Emang lo maunya nyari warna yang kayak gimana, Ka?" tanya Diva menengahi.
"Pokoknya yang cocok di kulit gue."
"Putih gimana? Keliatan bersih, cocok sama kulit lo." Raka menimang warna jas yang sudah Diva angkat di hadapannya.
"Jangan deh, berasa mau nikah gue."
"Kayak pakai kain kafan," celetuk Reva yang sukses mengundang tatapan tajam dari sang kakak.
***
Masih di tempat yang sama, di waktu yang berbeda. Reva memilih menemani Willy ketimbang Raka yang tidak akan selesai memilih warna. Ia juga sedang malas berada di tengah keuwuwan Raka dan Diva yang kadang terjadi tanpa aba-aba.
"Belum nemu juga?"
"Belum. Tepatnya gue belum sempet nyari dari tadi. Tapi, kayaknya di sini pilihannya sedikit."
"Mau coba ke butik?" tawar Willy. "Tapi, jangan ke butik Mamah, ya, gue lagi mau ke butik yang lain aja."
Berkat ajakan Willy lah, ia berhasil pulang tanpa tangan kosong. Ia sengaja memilih dress dibanding kebaya sebab ia sudah lama menginginkan sebuah dress, terlebih ia mendapat warna fovoritnya.
***
"Dek! Ayo buruan nanti kesiangan. Gak usah cantik-cantik gak ada Kavi juga."
Tidak lama kemudian dari balik anak tangga teratas menampilkan sosok Reva yang turun tergesa-gesa dengan dress yang sangat pas di tubuhnya dan sepatu heels yang ia tenteng di satu tangannya.
"Sabar dikit kenapa sih?!"
Jangan bayangkan adegan seperti di film atau novel dimana seorang cowok pasti akan terpukau melihat sosok wanita yang sebelumnya tidak pernah berdandan. Nyatanya, hal itu sama sekali tidak berlaku bagi Raka. Ia hanya melirik adiknya sekilas lalu memaksanya cepat-cepat masuk mobil.
"Nanti aja pake sepatunya."
Mereka tidak langsung ke lokasi, melainkan berbelok ke arah rumah Diva karena Raka sudah berjanji akan menjemputnya jika gadis itu ingin datang ke hari wisudanya.
Sesampainya di rumah Diva, Raka dan Reva disambut hangat oleh keluarga Diva. Iya, orangtuanya sudah mengenal Raka, mereka tidak masalah jika anaknya dekat dengan seorang lelaki, semua itu teman. Jadi, mereka mendidik Diva untuk tetap humble dan friendly tanpa harus melibatkan perasaan dalam waktu dekat.
Sama seperti Reva, dari ekspresi Raka dia tidak terpukau saat melihat Diva yang muncul dari balik pintu kamar. Padahal, menurut Reva hari ini Diva tampil lebih cantik dari biasanya. Adiknya saja yang segender mengakui keterpukauannya masa abangnya tidak? What's wrong dengan Raka?
KAMU SEDANG MEMBACA
Answer! - [ END ]✔️
Ficção AdolescenteHanya cerita tentang hari-hari setelah kepergian mamah. Menjadi beban Raka yang kini menjadi penopang hidupnya. Berusaha berdamai dengan keadaan, bangkit tanpa penyanggah, senyum tanpa beban, dan melangkah tanpa dorongan. Iya, hanya kisah pahit ma...