-11-

39 43 2
                                    

Raka tiba di rumah dengan selamat. Ia melihat jam di ponselnya yang sudah menunjukkan pukul 22.15 wib. Ia mengamati sekitar rumah dari mobil, sepertinya adiknya itu memang belum pulang.

Tangannya mengetikkan sesuatu dengan cepat sebelum akhirnya ia turun dari mobil dan mulai memasuki rumahnya.

Di tempat lain, Reva yang tengah asik mengghibahi sang kakak medapatkan notif darinya.

"Wahh! Panjang umur nih anak."

"Kenapa? Dia ada hubungin lo?" Gadis itu mengangguk. "Udah selesai kan? Yuk, pulang. Sebelum dia ngamuk macam singa." Kavi terkekeh dan mengacak gemas rambut Reva.

Tidak ada obrolan selama perjalanan pulang. Reva yang langsung tidur ketika memasuki mobil. Bahkan, ia pun tidak tahu kalau mereka sempat terjebak macet setengah jam. Maklum, malam minggu.

Setibanya di rumah mantan, ia memilih menggendong Reva dari pada membangunkan gadis itu.

"ASSALAMUALAIKUM!" Herannya, gadis di gendongannya itu sama sekali tidak terusik dengan suara lantangnnya. Busett, tidur gara-gara kekenyangan apa pingsan nih anak, batin Kavi.

Dengan santainya Raka muncul dari balik dinding pembatas ruang tamu dan ruangan lainnya. Yang santai itu hanya jalannya saja, kedua tangannya sudah berkacak pinggang dan raut wajahnya seperti orang yang sudah lelah menunggu.

"Berisik. Udah malam, gak usah teriak-teriak."

"Bang, jawab salam itu wajib lo." Raka menatap malas lawan bicara dihadapannya,
"Kalau lo yang ucap, gue gak wajib jawab." Kavi terkekeh dan mengangguk, ia paham akan hal itu.

"Bang, adek lo taro mana, nih? Berat tau."

"Langsung bawa ke kamarnya aja, tapi habis itu lo juga harus langsung keluar," titahnya.

"Iya, bawel."

"Adek lo udah sleeping beauty, tuh. Oh, iya, itu ada oleh-oleh dari kita berdua buat lo di meja makan." Kavi menutup pintu kamar Reva dengan hati-hati.

"Apaan?"

"Pecel lele langganan kita, bro. Ya udah, ya, gue balik." Raka yang niatnya ingin memarahi keduanya malah terurungkan. Nasib baik.

***

Ini sudah dini hari, tapi matanya enggan menutup. Kerjaannya pun sudah selesai dari tadi, namun ia masih setia memandangi laptop di hadapannya hingga layar laptop tersebut mati dengan sendirinya.

Laki-laki itu menghela nafas lelah dan memutuskan menikmati udara malam dari balkon kamarnya.

Linda mengetuk kamar anaknya tiga kali dan membukanya tanpa suara. Ah, ternyata anak semata wayangnya belum tidur dan tidak menyadari kehadirannya.

"Sayang? Kamu belum tidur, nak?"

"Belum, Mah. Willy masih mau di sini."

"Jangan kelamaan, udara malam itu gak baik, Willy." Ia mengangguk dan tersenyum lembut mendengar penuturan sang ibu.

Ia sangat bersyukur atas kehadiran malaikat dan superhero hebatnya yang masih ada hingga sekarang. Jelas ia masih terhantui rasa bersalah atas ucapannya tempo hari, tidak seharusnya ia berkata demikian. Sekalipun ia mengakui hanya sebuah candaan di depan umum, ia tetap tidak akan tahu rasanya jadi mereka kalau ia sendiri belum pernah ada di posisi mereka.

Semua ada waktunya. Mungkin memang bukan sekarang, tapi nanti dan itu pasti.

"Mamah sendiri belum tidur?"

"Mamah kebangun aja, sekalian cek kamu udah tidur atau belum." Willy kembali mengangguk. "Terus?"

"Eumm... Gimana dengan Reva dan Raka? Udah lama mereka gak ke sini."

"Mereka baik kok, Mah."

"Rencanya Mamah dan Papah mau ngundang mereka makan malam besok. Kamu bisa kabarin mereka kan? Sekalian Mamah mau bahas beberapa aset peninggalan almarhumah Tante kamu. Gak enak juga kalau terlalu lama dihandle Mamah," jelasnya.

"Iya, Mah. Nanti Willy sampein ke mereka."

***

Reva menghidangkan bubur sayur dan bubur ayam yang ia beli di ujung gang.

"Bang, malam ini kita diundang makan malam sama Tante Linda."

"Ya udah, kebetulan Abang juga gak ada acara malam ini." Ada sedikit rasa lega dalam hati Reva. Setidaknya, akan ada interaksi lagi antara Willy dan Raka, meskipun sedikit.

Keduanya melanjutkan sarapan dengan tenang.

***

"Sayang, sepertinya hari ini Mamah akan masak banyak. Soalnya Mamah lagi seneng banget belajar menu baru."

Kavi yang sedang menyuci motor kesayangannya itu hanya menggeleng pelan. Ia tidak tahu mengapa Mamahnya sangat antusias jika soal masak memasak, apa lagi jika mencoba resep baru dan hasilnya berhasil.

"Emang Mamah mau masak berapa menu?"

"Tiga? Empat? Lima? Ah, pokoknya banyak deh, liat nanti aja."

Kavi memperhatikan sang mamah yang sedang menyirami tanaman dengan telaten, "Jangan banyak-banyak, Mah. Mubazir kalau gak habis."

"Nah, maka dari itu, Mamah berniat ngundang Reva ke acara makan malam kita. Mamah tuh kangen banget sama dia, udah lama lho kamu gak bawa dia ke rumah sejak kalian putus."

"Ekhem, dia siapa, Mah?" Laki-laki dewasa dengan tubuh kekarnya yang masih sigap berdiri di ambang pintu.

"Reva, Pah. Mamah ngundang dia untuk acara makan malam kita nanti," tuturnya.

"Ah, iya, bagamaimana kabarnya dia sekarang? Pasti makin cantik kan? Sebab wanita itu akan bertambah kecantikannya setelah jadi mantan," goda Matthew pada anaknya.

Yang disindir menggeram kesal dan mendadak malas menyuci motor. "Mah... Pah..."

Matthew tertawa diikuti dengan sang istri yang melebarkan senyumannya, "Sudah-sudah. Kamu lanjutkan itu kegiatanmu jangan sampai ada noda yang tersisa. Kalau perlu mobilnya sekalian, Papah mau kamu nanti jemput dia pakai mobil."

Sudah menjadi mantan, namun tetap dianggap sebagai bagian keluarga mereka. Sangat beruntung Reva memiliki mantan seperti dirinya sampai-sampai terkadang ia merasa terasingkan oleh kedua orang tuanya. Itu hanya perasaan sesaat, jika dipikir ulang, Reva memang paling diterima baik oleh keluarga Kavi dibandingkan mantan-mantan Kavi sebelumnya.

Jangan berpikir buruk tentangnya, Kavi hanya memiliki mantan tiga dan Reva yang terakhir.

Cowok itu kemudian membereskan semua peralatan mencucinya tadi. Ia tidak jadi mencuci mobilnya karena baru ia cuci dua hari yang lalu, lagi pula masih terlihat kinclong kok.

Ia membuka look screen ponselnya dan menghubungi gadis yang dirindukan keluarganya itu.

"Hallo? Gimana, Kav?"

"Nyokap ngundang lo ke acara dinner nanti. Bisa?"

"Eumm... Kalau malam gue gak bisa, Kav. Gue juga ada acara sama keluarganya Willy."

Tak lama ia mendengar sekilas dialog ibu dan anak yang sedikit berteriak karena faktanya Kavi berada di ruang tamu dan sang mamah berada di dapur.

"Mah! Kalau malam Reva gak bisa, ada acara juga sama keluarganya Willy."

Sang mamah yang sudah tahu silsilah keluarga Reva pun mengerti. "Ya udah gapapa. Tapi, kalau siang ini bisa gak?"

"Kalau siang ini gimana, Rev?"

"Bisa. Kebetulan gue lagi kosong."

"Okeyy, nanti gue jemput. Gak usah dandan, gue gak suka lo terlalu cantik." Hanya terdengar kekehan yang renyah dari seberang sana, Kavi memutuskan sambungan sepihak.

***

Next 🚀

Answer! - [ END ]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang