4. Temen Les Jalu

313 63 5
                                    

┉┈◈◉◈┈┉

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

┉┈◈◉◈┈┉

Akhir-akhir ini Yara merasa sering sakit kepala. Alasannya sepele, cuma gara-gara bau stella jeruk yang sekarang menjadi bau khas kelasnya. Berasa mabok sumpah.

Temen-temennya yang nggak paham akan keadaan Yara pun mengira dia sakit. Mana Yara kadang kalo baru dateng kaya mual mual. Kan otak mereka bergerak cepat.

“Yar, udah berapa bulan?” tanya Mina.

Doyeon yang kepo ikutan memutar kursinya menghadap ke arah cewek itu, “Lo ga pake pengaman kah?”

“Wah, Jengger ayam patut di sidang ini, Cok!" Ujar Umji memutuskan.

“ANJING, TELAT APAAN? JAN SEKATE KATE YA KALIAN, MONYET!” Hoho, Yara dah ngamuk, gue ga ikut-ikutan ya guys.

“Lo tekdung kan? Udah ngaku aja, nanti gue anterin cek. Anak sebelah kemaren juga ada yang ketahuan, udah 3 bulan malah,” bisik Mina.

“KONNNNNN! GUE MUAL GARA-GARA STELLA SIALAN BUKAN HAMIL, KENTUT!” murkanya.

Para cewek yang ada di depannya bersyukur masih sempat menutup telinganya sesaat sebelum Yara mengeluarkan khodamnya. Yara melangkah keluar kelas dengan emosi. Ketiga gadis yang ia tinggal lantas saling bertanya kemana tujuan cewek itu sekarang.

“Gatau!" Ujar Mina mengendikkan bahu.

“Paling ke IPA-1,” kata Umji.

XI IPA-1 itu kelas Bang Jalu guys. Digadang-gadang sebagai kelas unggulan karena isinya anak-anak pinter dan ambis. Mana prestasinya segudang pula, mau heran tapi gimana.

Back to topic, cewek yang sedang kesal itu tak terlihat menuju ke kelas pacarnya. Malahan ia kini sedang menuruni tangga. Rencananya sih mau kabur, terus nanti jam pembelajaran ke-9 balik. Biar bolos tapi tetep sekolah, dia ambil jam terakhir.

Kayaknya di jam segini warung Teh Mira lagi ramai. Soalnya pagi-pagi begini orang-orang pasti lagi ngantri buat beli sotonya Teteh yang masih baru mateng. Udah murah, dapet banyak, rasanya beuh! Nampol abis.

Tapi Yara ga suka soto sih, hehe.

“Teh, chocolatos coklat satu ya.”

Perempuan itu memilih duduk di bangku yang ada di luar warung. Alasannya di dalem lagi rame, pasti engap dan bau rokok. Kalo di luar kan adem, asik aja gitu.

“Kosong, Neng. Adanya yang ijo!” seru Teh Mira yang lagi bungkusin soto.

Yara merengut kecewa. Udah combo nih, badmood karena temennya, sekarang malah minuman favoritnya ga ada.

“Yaudah pop ice taro aja!” ujarnya setengah berteriak— supaya kedengeran.

Teh Mira ngasih jempolnya. Yara pun membalas dengan 👌.  Dia mengeluarkan ponselnya dari saku roknya yang kini mulai terlihat sedikit kependekan. Padahal kata Mama dia ga akan tumbuh lagi, terus ini apa?

“Gabut banget,” ucapnya bermonolog. “Mana ga ada yang chat.”

Padahal yang sebenarnya terjadi adalah banyak pesan tak terbaca yang dia sengaja ga buka, alesannya males. Bahkan chat Jalu yang terakhir ga dia buka dari kemarin sore.

“Um.. Yara bukan?”

Perempuan yang lagi naroh kepalanya di meja itu langsung bangun mendengar namanya disebut. Takut-takut ternyata itu pacarnya, kalo dia diaduin ke Mama-nya karena bolos lagi bisa gaswat.

“Siapa ya?”

Untungnya bukan. Di depannya ada seorang cowok dengan seragam sekolah swasta yang cukup terkenal di kotanya. Rumornya sih sekolah mahal. Kelihatan sih dari seragamnya, elite gitu.

“Lo pacarnya Jalu kan? Gue Mingyu, temen lesnya Jalu.”

Yara mengerutkan keningnya selama beberapa saat, berusaha mengingat nama itu. Mingyu, Mingyu, Mingyu. Kapan dia ketemu Mingyu? Dan apa katanya, temen les?

“Aaaa, yang itu. Yang Jalu manggilnya Kimming ya? Iya, gue Yara.” Cewek itu menjentikkan jarinya ketika memori itu akhirnya lewat di benaknya. “Eh, duduk-duduk, Gyu!”

Remaja laki-laki dengan tinggi badan yang di atas rata-rata itu kemudian menuruti perkataan Yara.

“Lo bolos?”

Tutur batin Yara: ‘Pertanyaannya nge-jleb banget anjir! Ni orang tukang cepu ga ya? Bahaya kalo dia ember ke Jalu.’

“Ah, itu. Hehe. Ngga kok, cuma..” Yara menggantung kalimatnya. Bingung mau beralibi apa.

“Cuma?”

“Cuma laper! Iya, gue laper jadi langsung beli soto, hehe. Eh, elo kok sampe sini? Bukannya sekolah lo lumayan jauh ya? Masih pake seragam juga. Ada urusan sama sekolah gue kah?” Gadis cantik itu buru-buru mengganti topik, daripada dicecar dengan pertanyaan lain yang tidak bisa dia jawab kan berabe.

Mingyu melirik ke arah sekolah Yara, “Ngga sih. Cuma mau lewat aja, tadi habis ke suatu tempat. Trus lewat sini, mobil gue parkir di sebelah sana,” Mingyu menunjukkan jalanan kecil di sebelah sekolah Yara, “Then, gue liat lo duduk di sini sendiri. Gue pikir salah liat. Tapi ga banyak cewek SMA yang rambutnya diwarnain kaya elo jadi gue mastiin aja.”

“Dan ternyata bener,” ujar Yara tersenyum dengan tekanan.

Beberapa saat kemudian kedua insan itu hanya diam. Hening sesaat, tapi suara jam tangan Mingyu keburu menyita atensi. Sang empu melirik sekilas kemudian mematikan alarm tersebut. Ia meninggalkan kursinya.

“Anyway Yar, gue harus balik ke sekolah sekarang. So, see you again,” ujar Mingyu sambil tersenyum kecil.

Yara mengangguk, “Ati-ati, Gyu.”

Punggung Mingyu menjauh seiring langkahnya yang terayun menuju ke deretan mobil yang terparkir di sana. Yara geleng-geleng, dia kira naik mobil ke sekolah itu cuma ada di film saja.

Baby Lu is calling...

Ponselnya menyala dan dapat dilihatnya sebuah panggilan masuk dari nomor Jalu. Petaka.

“Yeobseyo! Ah, ani! I mean, hallo, babe?”

“Masuk ato aku yang ke sana?”

“Hah?! Ah, maksudnya iya iya. Aku masuk sekarang! Bentar-bentar!”

Perempuan dengan seragam batik itu segera menuju ke meja Teh Mira. Sepertinya belum dibuatin.

“Teh pop icenya cancel ya!” serunya kemudian ngibrit lari masuk ke area sekolah.

“Eh, Neneng! Ini udah— aduh! Neneng! Ini pop icenya gimana?!”

Jalu yang sedari tadi mengawasi dari lantai dua mematikan ponselnya kemudian berbalik dan pergi dari sana. Yara benar-benar nantangin masalah. Lihat saja nanti.

┉┈◈◉◈┈┉

┉┈◈◉◈┈┉

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[✓]asmaralokaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang