13. Switch

250 42 17
                                    

Ga pake pict nya, soalnya ilang di hp lama :(

┉┈◈◉◈┈┉

Kalau bicara tentang sebuah acara spesial entah itu ulangtahun ataupun pesta pernikahan, kurang lengkap kalau nggak bahas tentang kado aka hadiah. Omong-omong tentang kado, Yara lagi muter-muter di sebuah pusat perbelanjaan buat nyari sesuatu yang bisa dia bungkus buat dikadoin ke Kak Ayu.

Dua minggu lagi dia nikah, dan barusan Jalu ngirimin dia alamat wedding hallnya. Invitation cardnya juga udah dikirim ke email Yara. Jalu minta maaf karena ga bisa bareng Yara ke sananya karena harus ikut rombongan keluarga. Sebagai gantinya, dia boleh ngajak siapapun yang dia mau.

Asal bukan Tyan.

Yara menghela napas, Jalu pasti sebenarnya kecewa berat sama dia karena kelakuan gobloknya. Tapi ga bisa dipungkiri cintanya Jalu lebih besar dari kekecewaannya, jadi dia memilih mengesampingkan lukanya demi Yara. Bagaimana bisa ada manusia sebaik Jalu?

Air mata gadis itu tanpa sadar menetes di atas bantal yang sedang ia pegang. Dia sedang di toko perabot rumah, di antara rak-rak berisi bantal dengan berbagai size dan bentuk.

“Bayar loh, udah bekas air mata.”

Yara mengusap pipinya kasar. Ia mendongak untuk mengetahui siapa oknum sialan yang mengganggunya. Sokap banget bajingsot. Minta dibogem muka songongnya.

“Dih! Lo gausah sok iyes deh, daki gajah! Emang yang punya toko elo hah?! Ga usah sokap!” semburnya kemudian mendorong bantal berbentuk persegi itu ke manusia tak dikenal itu.

Namun cowok itu malah memegangi tangannya yang baru saja akan dia tarik. Bantal bermotif daun monstera itu lolos ke lantai tanpa dapat dicegah. Netra mereka berperang.

“Apaan sih lo! Lepas!”

Pegangan atau bisa disebut cengkraman di pergelangan tangannya tak tampak melemah. Yara masih tetap berusaha. “Lo.. cewek gila yang suka chocopie itu kan?”

Waktu terasa berhenti berjalan untuk beberapa saat. Ingatan Yara seakan ditarik paksa kembali ke masa itu. Hah? Emang iya? Ini cowok yang pas itu?

“Apaan sih? Lo halu? Kita ga kenal!” sergah Yara berusaha lepas dari jeratan pria itu.

“Pak, distributor sofa set—” seorang perempuan dengan seragam kerja mendatangi kedua manusia yang masih bertatapan itu. Laki-laki di hadapan Yara mengangkat tangannya, perempuan itu menutup matanya. Bersiap untuk merasakan tamparan atau apapun.

Tapi setelah beberapa saat, tak ada yang terjadi. Yara membuka kelopak matanya. Suara sepatu yang menjauh menjadi fokusnya, perempuan tadi pergi. Dia membeku di tempatnya. Jadi benar manusia soker di depannya ini.. pemilik toko?

“Nunggu gue cium?” tanya cowok itu.

“Ck! Bajingan lo!” Yara mendorong dada pemuda yang tiba-tiba mencondong ke arahnya itu sekuat tenaga.

Yara memutar badan dan berjalan menjauh darinya. Pemuda itu tersenyum kecil lalu memungut bantal yang menjadi saksi bisu perseteruan keduanya. Ia membersihkan debu yang menempel di sisi bawahnya lalu berkata sambil tetap mempertahankan senyum di bibirnya.

“Siapa pun orang yang bikin lo nangis, dia harus membayarnya.”

-

Matahari baru saja naik, tapi kehidupan di rumah besar milik keluarga Galgani sudah dimulai sejak beberapa menit sebelumnya. Yara tengah berdandan untuk menghadiri acara pernikahan kakak Jalu.

Mama-nya sedang berolahraga, yoga pagi mumpung hari Minggu. Biar pikiran agak relaks, sekaligus menjaga tubuhnya agar tetap bugar di usianya yang sudah memasuki angka 41 tahun. Papa Daniel sedang bergelut dengan peralatan dapur. Memang saat di rumah, Papa selalu memegang kendali atas makanan yang tersaji di meja.

[✓]asmaralokaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang