23. Erick

188 30 10
                                    

┉┈◈◉◈┈┉

Hilir mudik orang berpakaian putih terlihat membosankan di mata pemuda itu. Ia menyesap tembakau di taman belakang rumah sakit.

Erick baru selesai menjenguk adik sepupunya yang sedang perawatan karena penyakit yang dia derita. Transplatasi ginjal. Gadis malang.

Mengembalikan ingatannya pada beberapa saat lalu, dimana dirinya bertemu dengan Yara. Gadis jutek berhati lembut. Ahaha, Erick bisa tersenyum seperti orang gila hanya karena melihat wajah perempuan itu.

Betapa menyenangkannya jatuh cinta. Dahulu, ia tak pernah memikirkan  bahwa cinta itu benar benar ada. Omong kosong, cinta baginya dulu hanyalah ucapan yang tak ada artinya. Dunia ini hanya tentang uang dan balas dendam.

Itu yang membuatnya tumbuh menjadi seperti saat ini. Menguatkannya untuk tidak tumbang.

Tapi setelah bertemu gadis itu, ia kehabisan kata kata. Ini bukan omong kosong, tapi ia benar benar blank, seluruh kosakatanya hilang begitu saja. Rasanya rugi saja ia meraih gelar sarjana dua kali saat maniknya menangkap presensi Yara.

Erick menghabiskan cerutunya lalu melempar sisanya ke tong sampah. Ia akan pulang. Hari ini cukup menyenangkan karena ada surprise dari semesta untuknya.

Ia meminggirkan langkahnya ketika beberapa pekerja medis melewatinya dengan brankar terisi seorang yang terkapar tak sadarkan diri di atasnya.

Atau, tidak.

Ada sesuatu yang meledak di dalam dirinya, darahnya mendidih sepersekian detik menyadari sosok yang tengah ia lamunkan beberapa waktu lalu kini bersimbah darah dan tak sadarkan diri. Dia melesat mengikuti suster yang mendorong brankar itu menuju ke ruang UGD. Dadanya naik turun, wajahnya pias. Rasa khawatir memukulinya bertubi tubi.

"Maaf, Mas. Harap tunggu di luar."

Putusan seorang dokter sebelum menutup pintu ruangan bercorak putih itu, menghalangi Erick yang hampir mencoba memaksa masuk. Kania sesenggukan di belakang punggungnya.

Pemuda Lee itu mendorong rangkanya di tembok lalu merosot di atas dinginnya lantai koridor rumah sakit.

"Erick.."

"Bunda, kali ini biarin Erick ambil Yara ya?"

-

Payung berwarna biru langit terlihat bergerak menuju ke arah terbenamnya matahari. Sore itu, gerimis ringan berpadu bias matahari yang merona lembut. Seorang wanita dengan menggandeng satu bocah berseragam tampak memasuki sebuah toko pastry.

Setelah dikuncupkan, payung itu bergabung dengan teman sebangsanya di sebuah kotak di sisi pintu. Beberapa pekerja tersenyum ke arah ibu dan anak itu.

"Hai, Pangeran kecil! Bagaimana sekolahmu?" Sapa seorang berwajah khas Eropa, namanya Jacob.

"Hai, Jack! Sekolahku begitu menyenangkan! Aku menggambar kue ulangtahun besar tadi!" Sahut pemuda kecil itu antusias. Ia mengikuti langkah sang ibu yang menuju ke belakang counter.

Di ruangan khusus staff, bocah itu duduk. Ada dua pekerja di sana yang menyapanya juga. Jujur saja ia suka berada di sini.

"Baiklah, little prince. Mau makan apa hari ini?" Tanya sang ibu yang baru saja melepas coatnya dan mengenakan celemek di depan tubuhnya.

"Sweet choco maccaroon! And.. um, and.. hot choco milk with marsmallow!"

Perempuan itu memberikan senyuman saat mengikat surai hitamnya menjadi satu, "Alright! Let's go for a lunch, Sweetie!"

Baru saja ia membuka pintu ruangan itu, seseorang mengagetkannya. Kania menahan napasnya.

"Sorry, Kania. Aku sudah mencoba menahannya, tapi dia bersikeras untuk menemuimu, dan yah, ku rasa ini memang waktunya."

Di belakang sosok itu, Jacob yang tampak lusuh dan lebam sana sini tampak dengan raut bersalah. Gelengan keluar dari perempuan Indonesia itu.

"Tidak! Dia milikku, Harold. Enyah dari tempat ini!" Hardik Kania.

Di belakangnya, Erick tampak ketakutan. Pemuda itu memeluk tangan Kania. Pria berpakaian formal di depannya tak merespon apapun. Ia hanya menghela napas kecil, lalu menoleh ke belakang. Tiga orang datang lalu mulai bekerja untuknya.

Dua orang menahan Kania yang mulai menjerit, dan satu yang lain menggendong Erick lalu membawanya keluar dari kedai yang sudah tak karuan bentuknya itu.

Kala itu, Kania rasa hidupnya telah berakhir. Pelitanya telah dirampas paksa. Ia tau itu juga salahnya, Erick adalah korban keegoisan orangtuanya.

Harold adalah tunangan dari sahabatnya semasa SMA. Namun naas, saat pesta ulangtahun Mulan— si sahabat, pria itu malah menidurinya. Perempuan itu merasa terpukul dan rasa bersalah mulai menghantuinya.

Tapi ia tak mau menceritakannya pada siapapun. Wanita itu memilih kabur ke Finlandia dan melanjutkan pendidikannya di sana.

Dan tak disangka, ia mendapat bonus lain dari semesta. Lahirlah seorang bayi mungil nan tampan. Wajahnya adalah percampuran berbagai ras di dunia. Ya, Kania menganggapnya begitu karena ada dua darah Asia dan sedikit Jerman mengalir di dalam raganya.

Lee, marga yang diambil dari nama sang ayah ikut melekat di diri Erick. Dan setelah bertahun tahun ia menyimpan semua ini sendiri, kenapa akhirnya Harold menemukan mereka?

Ia hanya ingin hidup dengan Erick. Kania ingin merawat dan mendidik anak laki lakinya hingga dewasa. Menghabiskan waktu dengan memasakkan makanan makanan manis untuk si Pangeran.

Tapi angan angannya kini diluluhlantahkan dalam sekejap mata. Perpisahan tak terelakkan. Wajah Erick kecil hilang di balik gelapnya kaca Limousin milik keluarga Lee. Hari terakhirnya bersama Erick, Kania sesenggukan di pelukan Jacob.

┉┈◈◉◈┈┉

[✓]asmaralokaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang