Bagian 1.

19 2 0
                                    

****

Seorang gadis remaja berkerudung panjang berwarna hitam itu tengah berada di sebuah Cafe langganannya, kebisingan ibu kota mampu sedikit terendam dengan kaca tebal yang berada dihadapannya. Cafe dengan dua lantai ini sudah menjadi tempat favorit bagi gadis itu sejak ia masuk ke sekolah menengah kejuruan dua tahun yang lalu.

Hari ini adalah hari ketiga ia duduk dibangku kelas dua belas, menjadi kakak kelas yang akan mulai dipusingkan dengan tugas-tugas beberapa bulan kedepan. Gadis itu menenggak minuman yang sudah ia pesan sejak tadi, rasa Matcha hangat dengan tidak terlalu banyak air adalah kesukaannya. Menu itulah yang sering ia pesan untuk menemaninya duduk-duduk di Cafe Gelora ini. Menghilangkan rasa penat yang sering kali harus ia simpan dan hilangkan.

'Semoga hari esok lebih baik'

Begitulah ucapannya dikepala, mengais sisa-sisa bahagia yang terjadi hari ini, dan menghilangkan hal buruk agar tidak memenuhi isi kepalanya. Senja sudah semakin menyilau dengan langit jingga yang merona terpampang apik di atas sana, tidak membuat gadis itu beranjak dari tempatnya. Malah, ini lah yang ia tunggu sejak tadi. Melihat senja dari balik kaca bening yang dapat memperlihatkan kendaraan di luar sana, ditambah dengan hamparan langit yang seolah membuat takjup semua mata yang melihatnya. Nikmat Tuhan-mu mana lagi yang kamu dustakan?

Tepat ketika langit sudah menggelap, adzan magrib berkumandang menandakan waktu sholat maghrib telah tiba. Gadis itu buru-buru kekasir untuk membayar pesanannya dan pergi menuju masjid terdekat.

Setelah menunaikan ibadah sholat magrib ia kembali kerumahnya. Menggunakan sepeda gadis itu menggayuhnya dengan kencang, berharap agar ia bisa lebih cepat sampai kerumahnya, ketimbang orangtuanya.

Tepat saat gadis berseragam itu sampai didepan rumahnya yang masih terlihat sepi, untung lah kedua orangtuanya belum pulang kerumah, pikirnya.

"Habis dari mana kamu, Uma?" suara lantang seseorang mengagetkan dirinya.

Gadis bernama lengkap Azzuma Inayah Putri itu berdiri mematung tanpa berniat menoleh kesumber suara. Dia sudah hapal betul suara siapa itu, suara dari seseorang yang sudah melahirkannya dan merawatnya hingga kini.

"Harus berapa kali ibu bilang kekamu soal jilbab panjang ini? Kamu emang enggak mau dengerin ibu, yah? Kamu enggak malu dikatain kayak emak-emak sama tetangga?" cecarnya.

"Maaf, Bu," jawab Azzuma sambil menunduk.

Begitulah keseharian hidup Azzuma, ibunya memang tidak terang-terangan melarang ia memakai pakaian yang serba kebesaran, tapi ibunya itu hanya tidak mau putrinya menjadi bahan omongan orang.

* * *

Langkah kaki Azzuma terdengar nyaring di lorong sekolah, hari ini ia harus kesiangan karena Rumi-ibunya, memeriksa tas sekolahnya dulu, entah mencari apa? Sampai membuatnya harus telat kesekolah.

"Assalammualaikum, maaf, Bu, saya telat," kata Azzuma saat sudah sampai didepan kelasnya.

"Wa'alaikumsallam, tidak papa, Uma, kita juga belum mulai belajar jadi kamu bisa duduk," jawab sang guru berkacamata yang sudah duduk dibangkunya.

"Terimakasih, Bu." Akhirnya Azzuma bisa bernapas lega, setidaknya dia tidak tertinggal pelajaran atau bahkan dihukum dilapangan.

Setelah pelajaran yang cukup menguras isi kepala, akhirnya jam istirahat berbunyi nyaring. Beberapa siswa langsung berhamburan keluar kelas, ada juga yang masih diam dikelas dan memilih bermain dengan ponselnya ketimbang kekantin. Tapi tidak bagi Azzuma dan teman sebangkunya. Keduanya langsung pergi kekantin untuk mengisi perut mereka yang keroncongan sejak jam pelajaran berlangsung tadi.

****

Bersambung ....

Jangan lupa Vote & Coment yah🤗

AZZUMA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang