Pakaian gamis berwarna pastel dengan panjang semata kaki, ditambah hijab yang sama dan juga flatshoes berwarna hitam sudah melekat pada tubuh seorang gadis yang kini berjalan bersama sahabatnya menuju masjid yang menjadi tempat berkumpul diadakannya kajian remaja.
“Kamu beneran yakin, Ma, yang ini masjidnya?” tanya Clarisa yang tampak ‘tak yakin dengan masjid dihadapannya.
“Kalau sesuai petunjuk di bannernya, sih, iya, Sa.”
“Yaudah, yuk, coba masuk?” ajak Risa untuk memasuki masjid didepannya.
“Misi, Mba?” suara seseorang dari arah belakang mengagetkan keduanya.
“Eh, iya, Kak,?” tanya Uma pada wanita bercadar yang ada dihadapannya.
“Kalian berdua mau ke kajian, yah?” tanyanya dengan lembut.
“I-iya, Kak" jawab Risa agak gugup.
“Bukan masjid yang ini, Kak, tapi masjid yang ada di dalam komplek disana!” ucapnya, menunjukkan arah menggunakan tangan kanannya.
“Tapi, kok, titiknya disini ya, Kak?” tanya Uma sambil melihat layar handphonenya.
“Memang, Kak, soalnya disana belum kejangkau di aplikasi penunjuk arah.”
“Kok bisa gitu, yah?” tanya Clarisa menatap Uma dan wanita dihadapan mereka bergantian.
Keduanya hanya mengangkat bahu, pertanda mereka juga tidak tau alasannya.
“Mari, Kak, saya antar kesana. Kebetulan, saya juga mau kesana,” tawar wanita itu dengan lemah lembut.
“ Iya, Kak.”
Akhirnya ketiganya berjalan beriringan menuju masjid yang menjadi tempat acara kajian remaja bulan ini berlangsung. Biasanya kajian remaja ini akan hadir satu bulan dua kali di tempat-tempat berbeda. Dan kali ini, di dalam komplek yang berjarak tidak begitu jauh dari rumah Uma.
Sepanjang perjalanan, ketiganya saling melempar tanya, dan sesekali bercanda. Karena hal itu pun membuat ketiganya bertambah akrab, meskipun baru saja bertemu.
“Kakak ini sudah lama, yah, memakai cadar?” tanya Uma penasaran. Terselip rasaa kekaguman saat melihat wanita di sampingnya ini.
“Alhamdulilah, sudah dua tahun ini saya pakainya. Oiya, Ruana Mariam Khanza, panggil saja Ana,” jawabnya.
“Nama saya Azzuma, Kak! Biasa dipanggil Uma, dan ini Clarisa, Kak, biasa dipanggil Risa teman sekolah saya,” ucap Uma memperkenalkan dirinya dan Risa.
“Kak Ana ini sudah menikah, yah?” tanya Risa, setelah beberapa saat hanya diam.
“Maksudnya?” tanya Ana keheranan.
“Iya, biasanya kan kalo wanita yang bercadar seperti kakak ini memilih untuk menikah muda,” lanjut Risa menjelaskan.
Uma dan Ana tertawa. Ada-ada saja pertanyaan Risa ini.
“Kayaknya enggak juga deh, Sa, yang bercadar itu harus menikah muda?”
“Kan aku cuma tanya, Ma" bibir Risa manyun, dia jadi merasa malu karena pertanyaannya tadi.
“Ucapan kamu emang enggak ada salahnya kok, Sa, cuma betul kata Uma, menikah itu harus dipersiapkan dulu dengan sangat matang. Dan setiap orang berhak memilih apa ia harus menikah muda atau tidak. Lagi pula aku baru lulus sekolah setahun yang lalu, Sa. Aku masih mau membahagiakan kedua orang tuaku dulu!”
“Dengerin tuh, Sa!” tambah Uma, sambil menyikut bahu Risa.
“Jadi kakak sekarang sibuk apa? Kerja atau kuliah, Kak?” tanya Risa lagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
AZZUMA (END)
SpiritualMenunggu kamu adalah hal yang tidak pernah aku kira akan seberat ini akhirnya. Tanpa kepastian ada apa diujung sana, apa cerita ini akan berakhir bahagia atau akhirnya aku hanya membuang waktu saja. AZZUMA INAYAH PUTRI, gadis akhir jaman yang memili...