Bagian 12.

9 0 0
                                    

****

Mobil taxi akhirnya berjalan. Sepanjang jalan Uma sesekali meringis karena merasa sakit di kakinya, ternyata benar kakinya membiru di bagian mata kakinya. Uma beralih menatap keluar jendela, tanpa sadar senyuman terbit dari wajahnya. Masih teringat jelas bagaimana suara merdu laki-laki bernama Syarali Akbar itu membacakan ayat suci Al-quran. Apalagi saat Ali datang ketika dirinya dan Risa tengah di ganggu oleh anak sekolahnya. Dan hari ini? Mereka kembali dipertemukan, meski dengan keadaan yang kurang mengenakkan.

Ngomong-ngomong soal Risa, ia hampir lupa mengabari sahabatnya itu, kalau Uma tidak bisa pergi ke sana untuk melihat pengumuman lomba. Sebenarnya Uma juga mau lihat, apa Fajar kali ini lagi-dan lagi akan memenangkan perlombaan. Tapi terurung karena keadaannya yang sekarang tidak kemungkinkan.

Allah berkehendak lain, setidaknya Uma harus bersyukur dia masih bisa pulang karena bantuan dari Ali.

“Itu Ali, ‘kan?” ucap Uma berbisik, saat ia menoleh kebelakang dan menemukan motor Ali yang tengah berjalan pelan tidak jauh dari mobil taxi nya.

‘Apa dia juga mau pulang? Tapi aku enggak pernah liat dia di daerah sini?’ batinnya bingung.

“Sampai, Neng,” ucapan sang supir mengagetkan Uma.

“Eh, iya, maaf, Pak, jadi berapa?” tanyanya, Uma mengeluarkan dompet dari dalam tasnya.

“Udah dibayar, Neng, sama mas-masnya yang pesen tadi lewat aplikasi,” terang sang supir pada Uma.

Uma hanya ber-Oh ria dan mengucapkan terimakasih lalu turun dari taxi. Setelah mobil taxi pergi motor Ali berhenti tepat di depan pagar rumah Uma. Uma yang baru mau masuk untuk menguci pagar itu berhenti.

“Kamu ikutin saya?” tanyanya to the point.

Ali hanya tersenyum dan mengangguk.

“Saya cuma mau memastikan kalau orang yang tidak sengaja saya tabrak sampai dirumah dengan aman.”

Uma terdiam, mati-matian ia menahan senyumnya.

‘Kalimat apalagi ini Ya Allah? Kenapa setiap kata yang keluar dari mulutnya selalu membuat hamba merasa senang seperti ini?’

“Terimakasih banyak, karena sudah menolong saya dan menghantarkan saya pulang meski dengan cara yang berbeda.”

“Boleh saya tau namamu?”

“Untuk apa?”

“Cuma ingin tau,” tapi bertolak belakang dengan ucapan hati Ali sendiri. ‘Saya ingin merayu Tuhan dengan menyebut namamu'.

“Nama saya Azzuma, atau biasa di panggil Uma,” jawabnya sambil menyatukan kedua tangannya didepan dada.

Ali juga mengikuti seperti tangan Uma, lalu ikut memperkenalkan diri meski Uma sudah tau nama laki-laki di hadapannya ini.

“Kalau begitu saya permisi, assalamualaikum, Uma?” ucapnya pamit.

“Wa'alaikumsallam, Ali.” Uma menunduk sambil tersenyum.

Uma masuk kedalam rumahnya, ia sudah tidak kuat kalau harus berdiri lebih lama lagi dengan kakinya seperti ini. Ibunya juga sudah ia kabari mengenai keadaannya, dan beliau akan segera pulang bersama tukang urut kerumah.

****

Azzuma, gadis berkerudung warna merah marun itu tersenyum manis pada beberapa anak remaja wanita yang seusia dirinya. Minggu ini kajian remaja kembali diadakan di masjid, tapi berbeda dengan masjid yang waktu itu ia hadiri bersama Risa maupun Ana. Masjid At-Taqwa, masjid yang cukup dekat dengan sekolah Uma itu menjadi tempat berlangsungnya acara kajian.

Untungnya tadi sekolah Uma dipulangkan dengan cepat tidak seperti biasanya, dikarenakan ada rapat guru. Uma pastinya senang dengan itu, dia pun buru-buru pulang untuk mandi dan berganti pakaian. Meski kali ini Risa tidak bisa ikut karena sedang demam, tadi saja dia tidak datang kesekolah. Untungnya kaki Uma membaik saat dua hari yang lalu ibunya sudah memanggil tukang urut kerumah.

Kali ini Uma berjalan sendiri, meski agak canggung dengan banyak anak remaja lain yang lebih memilih datang dengan beberapa anak yang mungkin sebuah komunitas pecinta sholawat, terlihat jelas dari tulisan di belakang jaket mereka.

Dengan hijab panjang berwarna marun, serta gamis yang menjuntai sampai ke mata kaki berwarna hitam ditambah masker medis berwarna hitam Uma berjalan santai. Sampai sebuah tepukan bahu pelan mengagetkan dirinya. Ternyata Ana, yang datang dengan gamis berwarna abu-abu serta cadar hitam yang menutupi sebagian wajahnya.

“Kakak, ih, ngagetin aja, deh!”

“Hehe, maaf, Dek. Abisnya kamu jalan kayak bengong gitu, mana sendirian lagi. Memangnya Risa kemana?”

“Ouh, dia lagi sakit, kak.”

Innalillahi, dia sakit apa?”

“Cuma sakit demam, kok, Kak.”

“Semoga cepet sembuh, deh, yaudah, yuk, jalannya cepetan! Nanti keburu penuh!” ajaknya mengalungkan tangannya di lengan Uma dan menariknya.

“Yaudah, jangan tarik-tarik, dong, Kak! Nanti kalo kita jatuh gimana?”

“Abisnya kamu jalan sendiri tuh kayak mengenaskan banget!” ucap Anna bercanda. Sedangkan Uma hanya memanyunkan bibirnya di balik masker.

****

Suasana hening terjadi saat ustadz Rega kembali memberikkan ceramahnya. Tema kali ini tentang berhijrah. Tentang bagaimana seseorang itu dapat merubah dirinya untuk menjadi lebih baik hanya untuk Allah semata, bukan bermaksud untuk menjadi soleh atau solehah saja di para mata manusia lainnya.

Allah ta'alah berfirman :

“Bersegerahlah kalian menuju ampunan Tuhan kalian, dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi. Yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” ( QS Al-Imron[3]:133)

Ustadz muda itu juga menjelaskan panjang lebar mengenai masa hijrah. Dimana kadang di jaman era modern saat ini, banyak orang yang mengatakan akan berhijrah tapi nyatanya hanya merubah penampilan luar mereka saja. Wa allahu ‘alam.

Hijrah yang dalam arti lain yaitu berpindah dari tempat satu ketempat yang lainnya ini juga di artikan merubah diri menjadi lebih baik. Mencoba mendekat kepada Allah dan Rasull-Nya, mencoba memperbaiki ibadah, dan sekaligus memperbaiki penampilan kita, sebagaimana yang telah Allah perintahkan bagi seorang muslim.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَمَنْ يُّهَا جِرْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ يَجِدْ فِى الْاَ رْضِ مُرٰغَمًا كَثِيْرًا وَّسَعَةً ۗ وَمَنْ يَّخْرُجْ مِنْۢ بَيْتِهٖ مُهَا جِرًا اِلَى اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ اَجْرُهٗ عَلَى اللّٰهِ ۗ وَكَا نَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا

"Dan barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapatkan di Bumi ini tempat hijrah yang luas dan (rezeki) yang banyak. Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh, pahalanya telah ditetapkan di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. An-Nisa' 4: Ayat 100)

Dari yang tidak berhijab, bisa memakai hijab. Dari yang suka pakai celana atau baju yang menampakkan lekukan tubuh, kini mulai yang sedikit longgar. Dari yang malas ke majelis ilmu, jadi suka datang ke majelis. Semua hijrah pasti membutuhkan waktu yang panjang, banyak yang harus dilakukan agar dapat istiqomah di jalan-Nya.

****

Berdambung ....

AZZUMA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang