Bagian 18.

11 1 0
                                    


Hari ini hari minggu, waktu dimana RKJ akan dilaksanakan. Ulangan akhir semester telah berlalu, tinggal mempersiapkan ujian nasional yang akan dilaksanakan dua minggu lagi.

Semua persiapan yang dibutuhkan sudah rampung dipersiapkan untuk acara siang nanti. Sekarang Uma akan menunaikan ibadah sholat zhuhur baru setelah itu bersiap untuk pergi ketempat biasa Remaja Kolong Jembatan atau RKJ dilakukan.

Kegiatan RKJ kali ini akan berbeda. Kenapa? Karena mungkin ini adalah kegiatan terakhir. Semalam di room chat grup RKJ yang berisi Ana, Risa, Latif, Ali, dan termasuk Uma sudah membicarakan mengenai hal ini. Bukannya tanpa sebab kegiatan ini dibubarkan, tapi karna memang kedepannya mereka akan sibuk dengan kegiatannya masing-masing.

Laila haa ilallah wahdahu laa syarikalah lahul mulku walahul hamdu wahuwa ala kulli sa'in qodir. Aamiin.”

Uma mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya, pertanda kalau ia sudah selesai berdoa. Kini Uma harus bersiap untuk pergi kesana sebelum Risa sampai kerumah untuk menjemputnya.

Sebuah gamis berwarna hitam sudah menyatu dengan tubuhnya, ditambah dengan pasmina berwarna putih yang panjang nan lebar juga sudah melekat dikepalanya. Hanya dengan bedak bayi Uma tambahkan kewajahnya agar lebih terlihat segar, tidak ada tambahan apapun selain itu.

“Uma, Risa udah jemput di depan, tuh!” ucap Rumi—ibu Uma, berdiri didepan pintu kamar putrinya.

“Ouh, iya, Bu, sebentar lagi Uma keluar,” balas Uma tersenyum pada Rumi.

Rumi mengangguk dan pergi menuju dapur untuk memasak.

“Ibu, Uma pamit, yah? Maaf, Uma enggak bisa bantu Ibu masak,” ucap Uma memeluk Rumi dari belakang.

Uma melepaskan pelukannya saat Rumi ingin berbalik menghadapnya, senyuman manis tampil di wajah yang tetap cantik meski mulai terlihat menua itu.

“Enggak papa, lagian kamu pergi juga ‘kan buat hal yang baik. Udah sana, cepet! Enggak enak sama Risa yang udah nunggu kamu dari tadi.”

Uma mengangguk dan mencium tangan Rumi, “Uma pamit, Bu. Assalamualaikum.”

“Wa'alaikumsallam.”

Uma berjalan keluar dengan membawa papan tulis putih, spidol juga penghapus papan tulis yang ada di tangannya. Menemui Risa yang setia bertengger diatas motornya.

“Duh, cantiknya sahabatku ini,” goda Risa pada Uma.

Uma hanya tersenyum seadanya, dan segera naik keatas motor Risa dengen helm milik Risa yang sudah melekat dikepalanya.

“Ayo, nanti kesiangan!”

Let's go!

Setelah perjalanan yang panjang, ditambah dengan kemacetan jalan yang membuat mereka harus datang paling terakhir ditempat. Ali dan Latif sudah mengumpulkan anak-anak dan duduk diatas karpet, sedangkan Ana yang terlihat tengah mengajari anak-anak bernyanyi.

Pandangan Uma malah terfokus pada Ali yang tengah duduk diantara anak-anak dengan seorang anak kecil berada dipangkuannya. Pemandangan yang manis bagi Uma, bagaimana saat laki-laki yang tanpa sadar menempati hatinya itu kini tersenyum dan terlihat begitu akrab pada anak-anak jalanan.

“Jangan bengong! Lagian Ali enggak akan diambil orang, kok!” ujar Risa menyenggol bahu Uma sambil tersenyum jahil.

“Ish, apaan, sih, Sa!” jawab Uma malu-malu.

“Wah, pipi kamu merah, Ma!” seru Risa saat melihat pipi Uma yang terlihat seperti setrobery.

Uma menutup pipinya dengan kedua telapak tangannya, benar saja Uma merasakan wajahnya menghangat. Perasaan apa ini? Kenapa Uma merasa malu saat Risa menggodanya mengenai Ali? Cukup Uma, istigfar! Gak baik terus berlama-lama memikirkan Ali.

AZZUMA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang