Bagian 8.

9 0 0
                                    

****

Laki-laki itu bernama lengkap Fajar Al Ikhsan. Dia dan Uma satu smp dulu, bahkan mereka pernah sekelas sewaktu kelas delapan. Fajar sejak dulu terkenal sebagai pelajar yang baik, sopan, dan ke-sholehannya. Terlihat dari kebiasaannya disekolah yang selalu ramah pada anak murid lainnya, selalu sholat dan memilih mengaji dimushola sekolah ketimbang pergi kekantin atau bermain dengan teman-temannya.

Fajar Al Ikhsan. Laki-laki yang pernah tanpa permisi memasuki hati Uma. Setahun sekelas dengan laki-laki itu membuatnya sedikit banyak tau kebiasaannya. Laki-laki yang selalu membawa muhsaf kecil di tangannya, selalu mengambil wudhu saat tidak sengaja menyentuh seorang siswi meski tidak sengaja. Laki-laki yang selalu membantu guru dan dengan sikap ramahnya yang dia tunjukkan pada petugas pembersih maupun satpam sekolah.

Meski laki-laki itu dikatakan sangat jarang bicara dengan perempuan dikelasnya, tapi dia tidak pernah keberatan jika ada seorang murid perempuan dikelasnya minta tolong.

Selama hampir empat tahun ini Uma menyimpan perasaan pada laki-laki itu. Meski selama masuk di sekolah smk yang sama ini, laki-laki itu jarang terlihat di lingkungan sekolah. Meskipun kadang Uma sadar, saat suara adzan zuhur berkumandang di mushola sekolah adalah suara Fajar. Suara yang menenangkan hati siapapun yang mendengarnya.

“Uma?” panggil Risa yang tidak mendapatkan sahutan dari Uma.

“Uma!” teriak Risa mengagetkan Uma, bahkan beberapa murid menoleh kearah mereka berdua. Risa hanya tersenyum kikuk karena malu.

Astagfirullahalazim, kamu kenapa teriak-teriak, sih, Sa?” ujar Uma yang kaget karena teriakan Risa yang tepat disamping telinganya.

“Kamu yang kenapa? Aku panggil-panggil dari tadi malah bengong!” gerutu Risa kesal.

“Ouh, maaf-maaf, aku enggak denger tadi.”

“Kalo enggak salah, bukannya waktu itu kamu bilang dia temen smp mu, ya, Ma?” tanya Risa, pasalnya dulu Uma pernah menceritakan tentang Fajar pada Risa.

“I-iya, kenapa emangnya?” tanya balik Uma gugup.

“Enggak papah, sih, kamu enggak suka sama dia, Ma?”

Uma mendadak tersedak air liurnya sendiri hingga terbatuk-batuk. Risa dengan cepat menyodorkan es teh miliknya yang tersisa untuk Uma. Uma dengan cepat meneguknya hingga tandas.

“Kamu kenapa mendadak keselek, sih, Ma?” kata Risa sambil menepuk pelan punggung Uma.

“Hehe, maaf, tadi lagi enggak fokus aja, Sa. Maaf yah, minuman kamu jadi aku minum deh,” terang Uma, merasa tak enak karena sudah meminum es teh milik Risa hingga habis.

“Udah, enggak papah, aku juga udah kembung kok.”

“Jadi gimana omongan aku tadi?” lanjutnya dengan senyuman tipis dibibirnya bermaksud meledek Uma.

“A-aku b-biasa aja, kok!” jawabnya terbata-bata.

“Yakin, nih, biasa aja?” ledek Risa sambil menatap Uma penuh selidik.

“Beneran, Risa!” akunya.

“Udah, yuk, balik kekelas? Bentar lagi masuk, nih!” sambungnya lalu bangkit dari tempat duduknya.

Risa hanya mengangguk dan ikut pergi bersama Uma untuk kembali kekelas.

Hari yang ditunggu akhirnya datang. Para murid dari sekolah SMK Negeri 1 itu sudah mulai berdatangan kesekolah tetangga. SMA Bunga Bangsa yang menjadi tempat acara lomba di adakan pun sudah terlihat ramai dengan berbagai hiasan pernak-pernik yang di pasang di beberapa penjuru untuk mempercantik tampilan sekolah mereka.

Anak yang mengikuti lomba dari sekolah SMK Negeri 1 sudah berkumpul di ruangan kelas yang disediakan oleh pihak sekolah tetangga untuk mereka berkumpul atau beristirahat sembari menunggu giliran perlombaan.

Uma, Risa dan beberapa anak dikelasnya juga sudah datang sejak lima menit yang lalu. Awalnya Uma berniat tidak mau lihat, tapi setelah mendengar ucapan Risa kemarin kalau Fajar yang akan mewakili sekolah dalam lomba baca Al-quran membuatnya tertarik untuk ikut menjadi suporter.

“Eh, ada Uma. Apa kabar cewek sombong? Pasti mau liat gue tanding bola, yah?” seru Bayu yang datang dari arah samping dan langsung berdiri disamping Uma.

Karena reflek, Uma sedikit menjauh karena menurutnya Bayu berdiri terlalu dekat dengannya.

“Mau ngapain lagi sih, lu?” sahut Risa ketus.

“Wes, selow kali! Lagian gue itu tanyanya ke Uma! Bukan ke cewek resek kayak lu!” jawab Bayu dengan gaya songongnya.

“Udah, ih! Kita itu tamu disini, jangan buat malu nama sekolah kita, yah?” ujar Uma menengahi.

“Udah, yuk, Ma, kita cari tempat lain aja buat nonton!” ajak Risa segera menarik tangan Uma.

“Dasar cewek enggak jelas!” gumam Bayu menatap kepergian mereka.

****

Bersambung ....

Jangan lupa vote & coment yahh🤗

AZZUMA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang