Bagian 10.

8 0 0
                                    

****

“Uma, kata kamu kan dulu Fajar itu teman sewaktu smpmu, dia kayak gimana sih sifatnya?” sambil mengaduk es teh Risa bertanya.

Uma tersenyum, “Hm, Fajar itu sepanjang aku kenal dia, dia anak yang baik. Dia laki-laki yang ramah sama semua, tapi tetap menjaga jarak sama perempuan yang bukan mahromnya. Dia juga selalu menjaga wudhunya, aku pernah denger waktu temennya tanya sama dia, kenapa dia selalu wudhu padahal cuma abis salim sama bu guru? Kamu mau tau dia jawab apa?”

Risa mengangguk antusias.

“Dia bilang, kalo dia enggak tau kapan kematian akan mendatanginya, dan dia mau dia menghadap Allah dalam keadaan yang suci karena berwudhu, masyaallah.”

Masyaallah, Fajar religius banget, yah!” ucap Risa seakan semakin kagum dengan sosok Fajar Al Ikhsan.

Berbicara mengenai Wudhu, sekilas kisah mengenai salah satu sahabat Rasulullah SAW yang juga selalu menjaga wudhunya.  Beliau adalah Bilal bin Rabbah. Rasulullah SAW bahkan mendengar suara sendal muazin tersebut di surga. Masyaallah.

Rasulullah bertanya, "Wahai Bilal, mengapa engkau mendahuluiku masuk surga? Aku tidaklah masuk surga sama sekali, melainkan aku mendengar suara sendalmu di hadapanku. Aku memasuki surga di malam hari dan aku mendengar suara sendalmu di hadapanku,"

Bilal menjawab, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku tidak pernah mengerjakan amalan yang menurutku besar pahalanya, tapi aku tidak wudhu pada waktu malam dan siang, melainkan aku akan menunaikan sholat yang diwajibkan bagiku untuk mengerjakannya." (HR. Tirmidzi)

Jadi selain selalu mengejakan sholat sunah wudhu dua rakaat. Bilal juga selalu dawam (menjaga) wudhunya, yakni setiap batal, dia akan langsung berwudhu kembali. Ternyata kebiasaan Bilal ini yang selalu menjaga agar dirinya tetap dalam kondisi berwudhu-lah yang menyebabkannya masuk surga.

Dalam kisah ini kita juga bisa mengambil keutaman, dimana para sahabat Rasulullah punya amalan khusus dimana yang tau cuma dirinya sendiri dan Allah. Bahkan Rasulullah sampai hapal mengenai suara sendal Bilal, hal itu dapat mengartikan betapa dekatnya Rasulullah kepada para sahabatnya.

“Uma, kita pulang aja, yuk? Pengumuman lombanya juga besok, kan? Panas banget, udah capek juga dari pagi berdiri sama mondar-mandir doang!”

“Boleh, deh, yuk.”

Keduanya menuju ruangan yang disediakan untuk anak dari sekolahnya beristirahat untuk mengambil tas.

Di lorong kelas, ada beberapa anak laki-laki murid dari SMA Bunga Bangsa itu berkumpul di sisi kanan jalan. Jumlah mereka yang berenam itu membuat yang berlalu-lalang kesulitan karena mereka membawa bangku untuk duduk dengan luas lorong kelas yang tidak begitu luas.

Bau asap rokok terdengar pekat saat kedua gadis remaja itu semakin mendekat ke arah mereka.

“Hai, Neng?” sapa salah satu anak laki-laki dengan rokok di tangan kanannya. Laki-laki itu menghadang perjalanan Uma dan Risa.

“Misi, dong, Kak” ucap Risa mencoba seramah mungkin.

“Mau kemana, sih? Di sini aja dulu, ya, gak?” ujarnya menatap para sahabatnya.

“Betul banget, Ren! Kalian anak SMK Negeri 1, kan?” sahut laki-laki lainnya, dan berjalan mendekat lalu merangkul laki-laki ber-nametag Rendi Adiguna itu.

AZZUMA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang