Bab XIX

45.8K 2.6K 30
                                    

aku jauh lebih takut dilupakan daripada kematian itu sendiri.

•••

Wajah Saka terlihat gusar sepanjang hari, permainan basketnya pun sering kedapatan tak fokus hingga mendapat teguran dari pelatih berkali-kali.

"Fokus! Fokus!" teriak pelatih dari pinggir lapangan. Wajahnya kelihatan tak senang dengan keteledoran Saka hari ini. "Saka! Oper bolanya jangan egois! Ini permainan tim."

"Lo lagi ada masalah?" tanya Dion di sela-sela permainan basket. "Mending izin balik lah daripada latihan gak fokus gini."

Saka tak mengacuhkan Dion, dia tetap bermain basket meskipun semua upaya untuk fokusnya selalu buyar.

tap!

Lemparan Saka mengenai bibir ring yang membuat semua orang berdecak.

pritttttt

"Lo pasti kena amuk abis-abisan." peringat Dion pada sahabatnya.

"Terserah."

Coach Gerard menatap Saka dengan pandangan menelisik. Tidak biasanya permainan Saka buruk seperti ini.

Tak ada yang berani memulai percakapan, bahkan Dion ataupun Haris yang biasanya selalu melempar guyonan pun ikut terdiam.

"Hah kenapa dengan kamu hari ini. Mau mengacaukan tim? Gak ingat beberapa minggu lagi seleksi kejuaraan? Lebih baik kamu keluar dari tim saja, jangan buat hasil kerja keras teman-temanmu yang lain jadi sia-sia."

"Sorry coach."

Dion mengangkat alisnya, sikap Saka aneh seharian ini. Ya meskipun bocah itu memang pendiam tapi aura yang ia keluarkan lebih suram dari hari-hari biasanya. Dion yakin pasti terjadi sesuatu pada sahabatnya itu.

Menit demi menit dihabiskan dengan evaluasi juga ceramah panjang yang membosankan.

Saka melirik arloji di atas tas tak jauh dari tempat duduknya. Ia hanya ingin cepat pulang hari ini.

"Coach!" Saka memotong Gerard yang sedang berbicara panjang lebar. "Saya kurang enak badan."

Gerard menatap Saka sangsi, dilihat dari sisi manapun anak didiknya itu nampak bugar. Tak ada raut kesakitan sama sekali.

"Saya izin pulang."

Awalnya Gerard tidak ingin menyetujui permintaan Saka, ia yakin itu hanyalah akal-akalan agar bisa bolos dari ceramah panjangnya saja.

Namun, melihat dia berkali-kali menelisik jam dan kelihatan gusar selama latihan berlangsung Gerard berpikir dua kali, hingga akhirnya menyetujui.

"Thanks coach."

Tanpa mengucapkan kalimat lebih atau berpamitan dengan yang lain Saka langsung menyambar tasnya dan pergi.

Kondisi Qila memenuhi seluruh pikirannya. Saka merasa akhir-akhir ini tubuhnya terlalu cepat lelah. Namun ia yakin tak ada yang salah dengan kesehatannya.

Orang bilang anak kembar terlahir dengan memiliki ikatan batin yang kuat. Benarkah? Apakah ini berarti bukan sakit miliknya melainkan Qila?

Sesampainya di parkiran hambatan lain datang, seorang cewek yang akhir-akhir ini selalu mengganggu ketenangannya di sekolah berdiri di dekat motornya dengan senyum lebar.

Serena.

"Saka baru mau balik ya?" tanyanya malu-malu.

Saka melengos tak memperdulikan.

"Eh kok gue nya dicuekin terus sih?" Serena mengerucutkan bibir. "Lo orang pertama loh yang gue sapa. Biasanya sih orang-orang pada ngantri buat gue sapa."

Paradise (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang