Bab XXVI

56.3K 3.1K 114
                                    

Setidaknya ada satu hari dimana aku merasa beruntung telah dilahirkan ke dunia yang kejam ini.

...

Aquila pasrah saja saat dibawa berlari menyusuri koridor sekolah yang cukup ramai.

Genggaman tangan Angkasa begitu hangat. Ia kembali memperhatikan sosok Angkasa dari belakang. Harum tubuh Angkasa menguar sepanjang pergerakan yang ia lakukan.

"Mau kemana?" Qila menatap tangannya yang Angkasa genggam erat.

"Katanya lo mau pergi." jawab Angkasa tanpa menoleh.

"Iya, kemana dulu."

Qila merasa risih ketika beberapa pasang mata menatap kearahnya. Apalagi Angkasa menarik Qila dengan pandangan dingin, seolah menegaskan bahwa Qila adalah orangnya.

Angkasa menghentikan langkahnya tiba-tiba. Qila yang tak sadar akan hal itu berakhir menabrak punggung Angkasa.

"Aduh. Kalau mau berhenti pake aba-aba dong," ringis Qila.

Angkasa tak menggubris, ia malah berbalik dan memperbaiki hoodie yang Qila pakai.

"Dari sini kita lari sampe parkiran belakang. Disana ada jalan kecil, jangan lepasin tangan gue kalau gak mau ketahuan, ngerti?"

Qila mengangguk patuh terlihat menggemaskan sebab hoodie yang ia pakai kebesaran. Membuat senyum Angkasa kembali timbul.

"Ck." gemas Angkasa yang mengacak puncak kepala Qila. "Ayo, awas perhatiin jalannya jangan sampe kesandung."

"Iya-iya aku bukan anak kecil."

Dengan cekatan Angkasa lari menuju parkiran belakang, matanya awas melirik sekitar sekaligus memastikan gadis di belakangnya baik-baik saja.

Ada jeda 30 menit untuk jam istirahat pertama. Sisa waktu mereka adalah 10 menit sebelum istirahat berakhir.

"Weh ngebolos lo?"

"Siapa tuh dibelakang? Cewek lo?"

Qila menutup hidung sebab asap rokok bergerumul dari kumpulan anak lelaki yang sengaja mencuri-curi waktu untuk merokok.

"Bagi gue jalan, Pang." Angkasa menarik lembut tangan Qila agar berada di belakangnya. "Gue ganti rokok ntar."

"Sebungkus?" ujar Ipang, sepertinya dia ketua dari anak-anak itu.

"Sebatang."

Ipang tertawa keras. "Sialan. Ya udah sono."

"Mau pacaran ya lo," ledek yang lain.

Angkasa terlihat terbiasa berinteraksi dengan mereka. Qila memperhatikan tangan Angkasa yang masih menggenggamnya. Hangat.

Sesekali cowok itu akan mengelus tangan Qila entah untuk apa. Yang jelas ada perasaan aneh di perutnya yang membuat Qila geli.

"Gue cabut ya, bayarannya besok. Hari ini mau full bolos sama dia."

Sorakan menggoda dari enam pasang anak disana membuat Qila kikuk. Namun ia tak merasa terganggu sebab mereka tak mengusiknya sama sekali.

Paradise (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang