everything i wanted - Billie Eilish
I tried to scream
But my head was underwater
They called me weak
Like I'm not just somebody's daughter
It could've been a nightmare
But it felt like they were right there***
Qila menatap sedih nilai ulangan harian di tangannya. Sungguh, ia sudah berusaha keras belajar tapi kenapa hasil yang ia dapat selalu tak memuaskan.
Wajar saja ayah kecewa dan menganggap bahwa dirinya bodoh.
"Ulangan harian dapet segitu udah gede kali," ujar Angkasa melirik dari samping.
Helaan napas panjang Qila terdengar berat. "Kalau ayah tau, aku bakalan kena omel lagi."
"Ya elah La, nilai 88 tuh gede anjir."
"Kecil. Ini kecil kalo bagi ayah."
"Ck." Angkasa merebut kertas ulangan Qila. "Woi siapa yang dapet paling kecil disini?"
"Gua." Genta, cowok dengan rambut panjang dan baju berantakan mengangkat tangannya polos. "Ngapa emang?"
"Berapa nilai lu?"
"35."
Sontak satu kelas tertawa mendengarnya. "Kaya ukuran sepatu anying."
Genta melotot. "Yeu sirik lu semua?"
Semua anak kelas kembali tertawa, Qila yang mendengar itu mengerutkan kening. Kenapa Genta turut tertawa saat yang lain menertawakan nilainya?
"See?" Angkasa menatap wajah Qila. "Hargain usaha lo sekali-kali."
"Tetep aja bagi ayah nilai segini itu kecil. Dibanding sama saudaraku yang lain, aku yang paling bodoh."
Wajah Qila kembali murung. "Kamu dapet berapa?"
"Gue?" tunjuk Angkasa pada dirinya sendiri. "Nih."
Bibir Qila semakin mengerucut saat melihat nilai 96 milik Angkasa. Tak disangka-sangka, cowok yang hampir setiap hari kena hukum oleh guru disiplin ini cukup cerdas dalam hal akademik.
"Gak usah insecure gue emang pinter dari dulu," ucap Angkasa sombong.
Qila memutar bola matanya malas, tetap saja sifat tengil itu tak hilang. "Dasar sombong."
"Bukan sombong tapi fakta."
"Nyenyenye."
Angkasa terkekeh kecil melihat Qila mengejeknya. "Coba sini liat punya lo salahnya dimana aja."
Meskipun masih jengkel Qila tetap menurut dan mendekatkan diri pada Angkasa yang dengan serius memberitahu letak kesalahan pada kertas ujiannya.
"Lo cuma kurang rajin aja, bukan bodoh," Angkasa menyentil kening Qila. "Jangan kebiasaan nyebut diri sendiri bodoh, gak banyak orang yang bakal apresiasi kerja keras lo, setidaknya jangan biarin lo jahat sama diri sendiri."
Qila mengelus kening bekas jitakan Angkasa. "Ngomong sih gampang tapi prakteknya yang susah."
"Gini deh gue tanya," Angkasa memutar tubuhnya ke samping, menarik kursi milik Qila agar lebih dekat dengannya. "Lo belajar buat dapet nilai doang atau dapet ilmu?"
"Dua-duanya," jawab Qila gugup, jarak ini terlalu dekat menurut Qila. Dia bahkan bisa merasakan napas Angkasa menyapu wajahnya.
"Hidup lo bukan arena balap yang garis finish nya ditentuin nilai ujian."
KAMU SEDANG MEMBACA
Paradise (Terbit)
Teen FictionTerbit. Pesan di shopee lovely media. "Lihat saudaramu yang lain! Mereka berprestasi! Tidak buat onar! Membanggakan orang tua!" Baginya yang terbiasa dibandingkan dengan saudara sendiri, mendengar perkataan itu tak lagi menimbulkan sakit meski sesek...