Bab XXX

62.1K 3.3K 206
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

...

Kita semua mengingat kenangan buruk dan menyimpannya hingga sakitnya berbekas tanpa batas.

***

"Nda?"

"Nda kemana aja? Kenapa baru temuin Qila sekarang." Sebuah tempat dipenuhi bunga juga danau yang luas menyapu pandangan Qila. "Nda."

"Qila gak suka disini. Bawa Qila pergi bunda." Qila menyentuh pundak bunda yang kini mulai samar diingatannya.

Wajah Bunda seperti apa? Suaranya bagaimana? Mengapa Qila tidak bisa mengingatnya, mengapa sulit sekali padahal setiap hari ia selalu memandangi foto bunda.

"Bunda ngomong jangan diam aja, Qila... lupa suara bunda. Qila lupa gimana bunda ketawa, Qila lupa, maafin Qila bunda."

Apakah waktu memang sekejam itu hingga mengaburkan semua kenangan bunda yang selalu Qila jaga dengan rapat dihatinya.

"Semua orang jahat, Nda. Di rumah aku sering kena pukul ayah, aku udah belajar keras tapi ayah tetap gak suka sama hasilnya. aku bergadang tiap malam tapi otakku gak bisa nyerap semua pelajaran di sekolah. Aku emang bodoh."

Kepala Qila bersandar pada punggung bunda yang masih diam mengabaikan segala celotehannya. Qila memeluk bunda bahkan harum tubuhnya pun Qila sudah lupa.

"Aku beda sama Bang Dirga yang pintar, Daniel yang jago olahraga, atau Saka yang pintar kimia matematika. Tapi emang salahku kalau aku gak bisa kayak mereka? Salahku kalau gak bisa setara sama mereka? Aku kan anak ayah juga, aku pengen dapat pujian meski ujianku cuma dapet 60, pengen dapet hadiah walaupun gak pernah juara kelas. Aku pengen seperti yang lain Nda. kenapa sulit sekali?"

"Banyak yang benci aku di sekolah. Setiap hari aku harus buang sampah yang bukan tugasku, harus beresin ruangan ekskul padahal bukan bagian piket ku. Harus bawain barang-barang yang lain seolah aku pembantu." Qila mulai menangis, membenamkan wajahnya pada punggung bunda yang tak bisa ia ingat bagaimana rupanya.

"Kenapa aku beda bunda? Kapan aku bahagia? Bunda ngomong jawab Qila."

"Qi-"

... "Qila."

Qila menangis semakin kencang, melampiaskan semua sesak yang memenuhi kepalanya. Merasakan air matanya di usap namun bukan bunda yang melakukannya, sebab bunda masih diam sambil memunggunginya.

"Bunda?" Bingung Qila karena bunda tiba-tiba berdiri dan berjalan menjauh. "Bunda mau kemana, tunggu Qila bunda!"

"BUNDA!" raung Qila, ia mencoba lari mengejar bunda namun setiap langkahnya terasa berat. "Bunda jangan tinggalin Qila lagi, Qila mohon."

Sebelum cahaya mengaburkan segala visi tentang bunda, Qila melihat bundanya membalikkan badan sambil tersenyum lalu merentangkan tangan.

"Ayo sayang," ujar bunda sambil meminta Qila menghampirinya.

Paradise (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang