Bab XXIX

59K 3.2K 318
                                    

Menyesal sekarang apakah masih berguna?

***

Edgar berlari disepanjang lobi hotel dengan perasaan kesal. Begitu sampai di salah satu kamar yang ia yakini tempat bermalam Akbar sekarang, tanpa takut ia menggedor kamar itu bak orang kesetanan.

"Woi anjing keluar lo!"

Beberapa orang yang merasa terganggu langsung menghubungi satpam. Mereka takut keributan itu mengundang marabahaya lain.

"AKBAR!!" Edgar menendang pintu hotel dengan brutal, bodoh amat dengan biaya perbaikan, gaji yang ia hasilkan jauh lebih cukup untuk membayar semua kerugian. "Anak lo masuk Rumah Sakit bisa-bisanya lo enak tidur ya bangsat!"

Perlu waktu lama sampai sang pemilik kamar muncul dengan wajah terganggu tanpa dosa.

"Wah ini nih si bangsat baru keluar," sinis Edgar, kepalanya melirik sekitar pada beberapa orang yang kini memperhatikan. "Gue tahu goblok gratis tapi gak usah lo embat semuanya."

"Gak usah ikut campur, Gar. Ini urusan keluarga gue." Akbar sungguh kesal dengan kelakuan sahabatnya saat ini. "Gue tahu apa yang harus gue lakuin."

"Oh iya? Kalau lo tahu apa yang harus lo lakuin, sekarang gak mungkin lo masih bisa santai di kamar hotel kayak gini. Hati lo kemana sih, Bar. Anak kandung lo masuk Rumah sakit."

"Gue tahu." Malu karena perdebatan mereka disaksikan orang lain Akbar mengacak kasar rambutnya. "Cuma demam biasa satu hari dirawat juga sembuh, gak usah perpanjang masalah, Gar. Dia anak gue jadi gue tahu apa yang harus dilakuin lebih dari lo yang cuma orang asing."

BUGH. Edgar menonjok rahang Akbar dengan sangat keras hingga terpelanting menabrak pintu kamar.

"Anak lo sekarat di Rumah Sakit anjing!"

"Kalau lo gak bisa dan gak mau ngurus anak lagi, biar gue yang urus semuanya. Serahin hak asuh anak lo dibawah kartu keluarga gue. Bajingan lo Akbar gak nyangka selama ini gue temenan sama modelan iblis kaya lo." Kalau saja tubuh Edgar tidak ditahan oleh dua satpam yang baru saja datang, sudah dipastikan lebam di wajah Akbar akan lebih dari satu hantaman.

Kepala Akbar berdengung akibat pukulan keras dari Edgar. Sejak remaja ia dan Edgar jarang berselisih paham hingga menggunakan kekerasan. Namun kesabaran Edgar sudah berada pada batas toleransi.

"Gue orang pertama yang bakal ketawain lo kalau sampai nangis gara-gara nyesel udah telantarin anak lo anjing!"

Edgar mendorong kedua satpam yang mencekal bahunya. "Minggir, bilangin ke manager lo biaya perbaikan bakal gue bayar asal usir dulu bajingan satu ini."

Lagi, sebelum benar-benar pergi meninggalkan Akbar yang termenung di depan pintu kamar hotelnya, Edgar berucap sinis, "Gimana perasaan istri lo setelah ngeliat kelakuan bejat suaminya yang rela nelantarin anak cuma gara-gara patah hati."

"Seharusnya anak-anak lo bisa dapet sosok ayah yang lebih pantes, bukan pengecut kayak lo, cuih."

***

Dirga melirik rentetan pesan dan telepon yang masuk beberapa jam lalu. Ini sudah pukul 04.00 pagi, untuk apa Daniel menelpon dirinya tengah malam tadi?

"Sayang," panggil seseorang yang mengalihkan atensi Dirga dari hapenya.

"Hei kok udah bangun? Perutnya masih sakit?"

Alya mengangguk kecil membuat senyum tipis Dirga terbit. "Aku bikinin kompresan lagi ya biar sakitnya baikan."

"Jangan terlalu panas tapi," ujar Alya sambil mengerucutkan bibir.

Paradise (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang