6 - Naga Asap

33 10 7
                                    

"Ini tulip hujan, bunga yang menyimpan energi hujan. Karena kabut tulip ini dapat menyimpan banyak air dari embun-embun tiap saat." jelas Silvia.

Camelia juga berhasil membuat banyak bubuk yang menirukan cara Silvia. Naga berasap mulai mendekati mereka.

"Apa rencana selanjutnya?" tanya Neko.

"Kita lempar bubuk ini ke atas naga. Setelah itu kita cari kelemahannya." ucap Camelia.

Silvia dan Neko mengangguk mengerti. Mereka pun berpencar mengepung naga asap. Kabut sesekali bertambah padat membuat penglihatan mereka sangat terganggu, ditambah naga asap seakan menyatu dengan kabut.

Camelia memulai dengan terlebih dahulu. Kini area yang terkena bubuk tersebut menjadi cerah, dan terlihat naga berasap mulai kehilangan asapnya hingga terlihat jelas. Silvia dan Neko mulai melempar bergantian. Air hujan terus membasahi tubuh naga, sesekali naga tersebut seperti merasakan perih kesakitan.

Neko melihat kristal putih menancap di kepala naga tersebut, dengan cepat Neko berlari mengarah tempat kristal dikepala naga.

Kristal awan, kristal langka yang sangat dicari para arkeolog bodoh itu. batin Neko.

Tubuh Neko sangatlah atletis, dia mampu memanjat dan meloncat-loncat dari pohon ke pohon. Tidak heran jika dia di buru karena kemampuan hebatnya.

"Apa yang kau pikirkan?" teriak Camelia.

Neko segera mencapai kristal di kepala naga.

"Phiter, pecahkan kristal ini." suruh Neko ke burung pelatuknya. Kebetulan nama seekor burung pelatuknya diberi nama 'Phiter'. Saat dia berhasil memecahkan kristal dan mengambilnya. Sang naga justru lebih kuat dari sebelumnya, naga mengeluarkan asap padat dan menabrakkan Neko hingga terpental jauh.

Silvia yang melihatnya segera berlari ke arah Neko.sedangkan Camelia mencoba mengalihkan perhatian naga asap agar tidak mengincar Neko.

"Bodoh sekali kau, kelemahan naga ada di jantungnya bukan kepalanya." ucap Silvia sambil mengeluarkan obat-obatan dari tas.

"Maaf, aku hanya ingin mendapatkan kristal ini. Aku masih sanggup bertarung." ucap Neko sambil berusaha berdiri.

Saat Silvia melihat Neko lebih baik dari dugaannya, dia hanya mengeluarkan cairan hijau. Cairan khusus untuk merangsang otot agar bekerja maksimal.

"Minumlah, setelah itu kalahkan naga itu. Oh yah, setelah 1 jam kau akan mati raga. Jadi lakukan secepatnya." jelas Silvia.

Awalnya Neko meragukan ramuan milik Silvia. Namun dia segera meneguk nya. Tanpa sadar tubuhnya seperti sangat ringan dan serasa lebih fleksibel.

"Mari kita mulai lagi." ucap Neko yang langsung berlari ke arah naga dengan sangat kencang.

Ini bakal merepotkan. Tapi aku percaya dengan ketahanan tubuhnya. batin Silvia.

Camelia terdesak, persediaan bubuk tulip nya hampir habis. Seketika bubuk dari belakang tubuh naga asap melayang dan meledak di atas kepala naga. Dibarengi Neko yang sedang melompati naga tersebut, dia membawa tali besar di tangannya dan melemparkan ke Camelia.

Camelia awalnya bingung apa yang harus diperbuat dari sebuah tali dengan naga yang sangat besar. Namun dia lebih cepat memutar otaknya hingga langsung paham dengan lirikan mata Neko meski sedikit sulit memperhatikan Neko karena kabut.

Dia berlari ke arah kiri naga, dan Neko berlari ke arah kanan naga. Camelia mengikat tali tersebut ke kaki naga depan, disusul belakang namun bersilangan dengan kaki kanan naga.

Naga pun tak bisa berjalan dan langsung ambruk begitu saja, saat Neko hampir menusuk bagian jantung naga, dia dihantam oleh asap padat kembali hingga terpental.

Asap padat dari lubang-lubang pundaknya mulai berkeluaran dan membantu naga berdiri.

Roarrr!!!!
Naga tersebut mengaung kencang di depan Neko yang sedang terkapar.

"Bahkan sudah minum ramuan, dia masih kalah. Sekuat apa makhluk naga itu? Menjengkelkan." ucap Silvia.

Kini giliran Camelia dan rabbit ambil posisi, Camelia mengalihkan kembali sang naga. Rabbit yang sedari awal tidak beraksi kini dia mengeluarkan katana nya.

"Aku tahu kau bukan komandan sehingga takut memutuskan tindakan. Tapi sekarang berbeda, lakukan apapun selagi bisa menyelamatkan hidupmu." kata Camelia.

Camelia mengeluarkan buku gambarnya. Dia hanya tahu fungsi buku gambar tersebut hanya menjinakkan hewan yang di gambarnya, namun kini Camelia mencoba menggambar tanpa melihat hewan tersebut. Dia menggambar seekor srigala putih berserta kawanannya.

Lalu dia menulis tulisan alfabet kuno di atas gambarnya, yang berarti bangkit. Seketika rombongan srigala berbondong-bondong dari balik kabut mengarah naga asap tersebut.

Silvia, Neko dan Camelia sendiri ikut kaget. Kawanan srigala putih berjumlah puluhan memyerang naga tersebut.

"Apa itu kekuatan sebenarnya harta mulia?" Silvia sangat kagum. Dia pun sempat melihat tas cangkang Kura-kuranya.

Satu jam telah tiba, Neko sudah terbujur lemas tak bertenaga. Silvia hanya menunggu hasil pertarungan Camelia dengan sang naga asap. Rabbit berhasil menusuk jantung naga, namun sayangnya katana nya tertinggal dan tidak dapat dicabut. Camelia menghampiri Silvia dan Neko.

"Kita segera pergi dari sini." ucap Camelia.

Dia menggendong Neko, karena tubuh Silvia lebih kecil dia sengaja menunggu Camelia yang bertubuh lebih besar.

"Kita kembali ke rumah pohon sebelumnya, ada yang harus aku ambil disana." ucap Neko yang setengah masih belum pulih.

"Barang penting apa? Sejenis harta mulia?" tanya Silvia.

"Bukan, hanya sebuah jurnal tua milik arkeolog bulan biru." ucapnya.

"Oh arkeolog yang sempat menghilang secara misterius itu. Kukira hanya mitos ternyata mereka benar adanya." ucap Camelia.

Mereka akhirnya mengambil jurnal milik Neko dan kembali berjalan menuju arah tulip hujan. Tak berselang lama tanah tiba-tiba bergetar, seperti pertanda naga asap kembali berjalan. Camelia mempercepat langkahnya, dan berhasil sampai di tulip hujan yang semula membuat bubuk.

"Tolong jaga Neko sebentar," ucap Camelia ke Silvia sambil menurunkan Neko di dekat pohon besar.

"Apa kau mau melawannya lagi?" tanya Silvia.

Camelia tidak menanggapi Silvia, dia langsung membuka buku gambarnya dan melukis gambar burung elang. Seperti yang dilakukan sebelumnya, dia berhasil membuat srigala dalam jumlah banyak datang. Kini Camelia membuat burung elang namun hanya seekor.

Tanpa menunggu lama seekor elang putih dengan paruh biru bertengger di ranting pohon depan Camelia.

"Untuk apa elang itu?" tanya Silvia.

"Kita akan keluar dari hutan ini." kata Camelia.

Camelia menulis 'Jalan keluar' di atas gambarannya. Seketika burung elang mengepakkan sayap. Camelia berlari ke arah Neko dan segera menggendongnya kembali.

"Silvia, ikuti burung itu. Jangan sampai kita tertinggal." ucap Camelia.

Pither si burung pelatuk terbang dari pohon ke pohon sambil mengamati antara elang dan naga asap. Tidak berselang lama kabut didepan mereka mulai menipis pertanda sesuatu jalan didepan mereka untuk keluar dari hutan kabut telah dekat.

Tembakan meriam asap seketika mengenai burung elang, burung tersebut langsung tumbang dengan kebulan asap ditubuhnya. Silvia yang kaget ingin menolong elang tersebut namun dihentikan Camelia.

"Kita harus segera keluar, jika kita semua tumbang disini kita tak selamat." ucap Camelia.

Mereka kembali berlari. Saat cahaya mentari terlihat menerobos, disitu langkah Silvia dipercepat dan meninggalkan Camelia yang berlari lambat sambil menggendong Neko. Sesaat, Silvia kembali ke Camelia.

"Kita keluar dari hutan." ucapnya lalu kembali berlari bersama Camelia.

Mereka bertiga berhasil keluar dari hutan kabut disambut pemandangan pedesaan besar dan beberapa naga kecil berterbangan.

Archaeologist  : Mysterious in island dragonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang