Disela malam yang damai, pagi yang tidak pernah lupa dengan suara kicau burung dan aroma embun mengantar kedua gadis tersebut untuk bangun.
Camelia dan Silvia terbangun dengan kondisi di rerumputan. Mereka kehilangan barang-barang. Mereka lantas melihat kearah atas pohon tempat dimana Neko istirahat dan berjaga semalam. Namun kini tiba-tiba sosoknya tidak terlihat, lantas Camelia mencoba mengumpulkan segenap kesadarannya.
"Kemana barang-barang kita?" tanya Silvia yang melihat Camelia sudah terbangun.
"Kemungkinan telah dicuri." jawab Camelia sambil menoleh sekitar.
Mereka berdua sudah menduga jika Neko bukanlah orang yang tepat untuk diajak berpetualang. Dia nampak mencurigakan, dan seperti mengetahui jauh tentang pulau ini. Sebenarnya Camelia sangat bingung harus apa untuk melanjutkan pencarian keberadaan orang tuanya. Apalagi perlengkapannya telah hilang dan petunjuk belum sama sekali didapat. Akhirnya mereka memutuskan untuk ke pasar lagi seperti sebelumnya, barangkali mereka menemukan Neko atau seseorang yang dapat menolongnya.
Berjalan dari hutan tidak begitu jauh, namun saat akan masuk ke perbatasan kota hybrid, Neko dari belakang memanggil keduanya.
"Mel!, Sil!" suara yang tak asing dengan telinga Camelia dan Silvia, yah dia Neko. Seseorang yang sedang berlari dengan nafas terengah-engah.
Mereka berdua menengok kebelakang dengan raut wajah penuh tanya. Ditambah Neko tidak membawa barang mereka yang mereka kira Neko lah pencurinya.
"Dari mana saja? Lalu, dimana barang kita?" tanya Silvia mengintimidasi.
"Sabar, sabar." Neko mengatur tempo nafasnya agar suara bicaranya lancar dan tenang. "Sebenarnya semalam sekumpulan goblin berhasil mencuri barang kita, ditambah mereka menggunakan jamur tidur agar kita semua terlelap. Untungnya aku masih bisa bertahan meski tubuhku sangat lemas, kemudian aku membuntuti mereka hingga di markas mereka. Karena hari mulai pagi dan jumlah mereka sangat banyak, aku memutuskan segera kembali menemui kalian dan memberitahu tentang ini." jelasnya kemudian tubuh Neko ambruk tertidur.
Keduanya langsung mengangkat tubuh Neko, dan menggendongnya hingga ke dekat pohon dekat awal mereka berkemah dan menyenderkan tubuh Neko.
"Bagaimana ini?" tanya Silvia sambil memperhatikan Camelia yang sedang menyenderkan tubuh Neko.
"Kita akan mengambil barang kita malam nanti, untuk sekarang kita mencari sumber makanan dan persenjataan untuk melawan goblin." ucap Camelia.
"Lebih baik kau jaga dia, biar aku urus makanan dan senjata. Untuk berjaga-jaga bawa bubuk ini." kata Silvia sambil melemparkan bubuk merah kehitaman yang selalu dia simpan di sakunya.
"Lempar ke langit jika terjadi hal gawat, aku akan segera kesini." lanjut Silvia.
Meski tubuh Silvia lebih kecil dari Camelia, tentang keberanian dia tak tertandingi. Silvia pun bergegas berlari menuju pasar kota hybrid ditemani rabbit. Sedangkan Camelia menjaga Neko yang sedang tertidur ditemani burung pither yang selalu mengawasi keadaan sekitar.
Tidak lama setelah beberapa jam terlewati, Neko terbangun. Dia melihat wajah Camelia yang sedang mengantuk menunggu sesuatu.
"Oh, kamu sudah bangun." sapa Camelia.
"Terimakasih sudah menjaga, dimana anak itu?" tanya Neko sambil menengok kanan kiri mencari sosok Silvia.
"Dia sedang mencari makanan dan senjata." jawab Camelia singkat.
Tidak beberapa lama Silvia datang hanya membawa sekeranjang roti panjang dan beberapa buah yang hampir busuk. Silvia kini duduk di depan mereka yang masih menunggu Silvia kembali. Silvia mulai meracik makanan yang hampir busuk dan ditambah dengan roti yang hampir basi, dia ahli dalam hal herbal jadi dia tahu mana yang harus dikonsumsi. Selesai meracik ketiga anak gadis makan bersama.
"Kau tak menemukan senjata apapun?" tanya Neko, dia tidak sengaja mendengar pembicaran keduanya ketika dirinya sedang disenderkan.
"Maaf, seperti sebelumnya. Kita hanya mendapat pecah-pecahan besi dan kaca." Silvia mengeluarkan dari kantong kain coklat lusuh.
Camelia justru tersenyum, dia sebagai arkeolog sudah terbiasa dengan barang-barang buangan yang bisa dimanfaatkan dengan baik.
"Setidaknya itu cukup tajam untuk membunuh goblin-goblin itu." Seringai Camelia terpancar ngeri.
Silvia dan Neko menatap ngeri ke wajah Camelia yang bagaikan petir siap menyambar, mereka memperhatikan Camelia merakit-rakit kayu dan karet. Tidak menunggu lama, sebuah ketapel panah telah jadi. Mereka berdua terkagum-kagum dengan keahlian Camelia.
Camelia kembali mengambil sebuah bilah patahan pisau, dan dijadikan sebuah alat cakar yang menjepit diantara jari-jari. Tidak berselang lama, mereka selesai mempersiapkan alat dan rencana menyerang para goblin. Malam yang di nanti kini tiba, Camelia dan kedua temannya mengendap-ngendap menuju markas para goblin. Sebuah goa yang tidak begitu besar dengan api unggun di depan goa tersebut menampakkan sepuluh lebih goblin sedang berjaga dan beberapa goblin yang sedang membawa karung masuk kedalam goa.
"Kalian yakin akan melakukan ini?" tanya Silvia yang masih dipenuhi keraguan setelah melihat para goblin membawa senjata kayu besbol masa purba.
"Kita sudah sepakat dengan rencana kita, jangan mundur. Kita pasti berhasil." ucap Camelia penuh semangat sambil memegang ketapel panah.
"Efek buah Khuldi memang mengerikan." batin Silvia.
"Keberanian yang luar biasa." puji Neko.
Mereka bersembunyi dalam semak-semak tidak jauh dari markas goblin, memperhatikan rute para goblin berjalan. Neko seketika merasakan hawa berbeda disekitarnya. Dia merasa ada kehadiran lain selain mereka bertiga. Camelia memperhatikan Neko berkeringat banyak. Nampaknya ada yang menghalangi rencana mereka.
"Apa yang terjadi?" tanya Camelia.
"Kita jangan bergerak dulu." jawab Neko.
"Ada apa lagi?"tanya Silvia.
"Seseorang dengan kemampuan tempur tinggi sedang siap menyergap markas goblin-goblin itu, aku bisa mencium bau harimau. Meski sebenarnya mereka manusia." jelas Neko.
Tanpa diduga, beberapa goblin telah mati tertembak dengan sniper dengan kedap suara. Membuat ketiga gadis tersebut kaget. Saat yang bersamaan, beberapa orang dengan baju tentara berwarna loreng putih abu dan motif harimau putih dipunggungnya keluar dari semak-semak dan atas pohon sambil membawa pedang plasma, sebuah pedang yang mengeluarkan laser untuk dijadikan bilahnya. Sehingga mereka nampak lebih unggul dari segi bertarung meski jumlah goblin banyak. beberapa goblin dari dalam goa mulai berkeluaran.
Camelia dan kedua temannya mengendap masuk ke dalam goa tanpa terlihat para goblin atau pun tentara tersebut. Menyerang beberapa goblin yang melihat mereka saat sedang berjalan masuk lebih dalam goa. Tidak begitu jauh, mereka sampai di ujung goa. Sebuah tumpukan emas dan senjata serta beberapa harta mulia berkilauan di bawah sinar rembulan yang menerobos masuk melalui celah-celah goa. Tanpa pikir panjang, ketiganya membantai habis goblin yang menjaga harta curian tersebut.
"Segera ambil, dan kita harus segera keluar sebelum para tentara tersebut menuju kemari." ucap Neko seketika mengambil dua kantong emas dan sebuah belati kembar.
"Apa mereka musuh?" tanya Silvia masih penasaran.
"Akan ku jelaskan nanti ketika kita suda keluar dan menghilang jauh dari tentara itu." ucap Neko.
Mereka bertiga segera mengambil harta mulia mereka dan tas, tidak lupa mereka mengambil beberapa harta mulia kecil yang bisa muat dalam tas mereka untuk berjaga dan menambah keamanan perjalanan.
Sesaat mereka berjalan keluar, seseorang tentara masuk dan hampir berpapasan. Sayangnya Silvia segera melempar sebuah kain hitam ke atas tubuh mereka, kain hitam yang diduga ternyata benar. Kain hitam yang bisa menghilangkan sebuah keberadaan, dan termasuk harta mulia. Mengendap-ngendap pelan dan segera keluar dari goa, berlari kencang menuju kota hybrid.
KAMU SEDANG MEMBACA
Archaeologist : Mysterious in island dragon
Mystery / Thriller[ Update Kalo Sempat ] ~ ON - GOING~ Seorang gadis Arkeolog yang tidak sengaja ditinggal sendiri dalam sebuah pulau misterius, dan kini dia harus menemukan orang tuanya yang telah diculik arkeolog jahat. Misteri demi misteri harus dia lewati, da...