Tiga

20.5K 1.1K 11
                                    


Seorang pria tinggi, tegap, tampan, matanya yang tajam terbingkai oleh kacamata dan raut wajahnya yang dingin serta aura yang mengancam membuat orang di sekitarnya merasa takut kepadanya dan berharap bisa keluar dari ruangan tersebut.

"Bagaimana bisa kalian tidak menemukan dia? Saya pekerjakan kalian untuk menjalankan tuas ini dan kenapa kalian tidak bisa memenuhinya?"

Salah satu dari empat pria yang berdiri tegap memberanikan diri untuk membuka suara. "Kami sangat memohon maaf atas kelalaian kami. Tadi Tuan muda meminta kami untuk membelikan balon karena stan es krim sudah kosong sehingga Tuan muda uring-uringan lalu minta untuk bermain di luar."

"Balon?" Hiro bertanya dengan nada datar dan berusaha menekan emosinya. "Cari lagi, cek CCTV dan perluas lokasi pencarian."

"Baik Tuan!"

Hiro menghela nafas. Lagi-lagi putranya membuat ulah. Bukan sekali dua kali tetapi setiap mereka berada di luar rumah, Akira putranya yang berusia tiga tahun akan selalu membuat masalah. Entah itu menghilang tiba-tiba seperti sekarang, menjahili pengawal, atau membuat orang sekitarnya kerepotan. Tetapi tidak ada yang berani memarahi anak itu, ya tentu saja siapa yang berani memarahi putra tunggal dari seorang Hiro, lelaki kaya raya yang menguasai bisnis negara?

Hiro seorang pria berusia 37 tahun dan seorang duda beranak satu. Ia pewaris Ryu corporation yaitu perusahaan yang berpusat di Jepang di bidang teknologi yang kini memiliki cabang di Indonesia dan menjadi perusahaan terbesar. Hiro sendiri sudah 5 tahun menggantikan Ayahnya sebagai CEO.

Hiro kini berada di acara pernikahan salah satu koleganya. Awalnya ia tidak ingin mengajak putranya karena ia tahu bahwa ia tidak akan bisa mengawasi putra bandelnya. Namun karena desakan Ibunya untuk mengajak Akira akhirnya Hiro membawa anak itu dengan pengawal yang lebih banyak.

Hiro memutuskan untuk tidak kembali ke dalam aula, lagipula kepalanya sedikit pusing karena terlalu banyak minum. Ia memilih untuk berjalan ke taman sembari ikut mencari putranya.

....

Ghendis duduk di lesehan di pinggir dapur umum gedung yang terletak di belakang. Gadis itu berkeringat hingga membasahi bagian punggung kemeja putihnya, rambutnya yang diikat sedikit berantakan karena sejak pagi ia mondar-mandir membawa makanan dan kakinya pegal karena tidak terbiasa banyak bergerak.

"Nih makan dulu." Ucap Ririn memberi kotak makan pada Ghendis.

Ghendis mengangguk dan mengambilnya, tanpa menunggu lama gadis itu segera membukanya lalu menyuap ke mulutnya. Tadi pagi ia hanya makan dengan gorengan saja untuk ganjal perut dan sejak tadi perutnya sudah keroncongan apalagi melihat hidangan prasmanan yang wangi dan menggugah selera, ia menahan untuk tidak diam-diam mencomot.

"Dhis," bisik Ririn sambil menyenggol bahunya. "Itu anak siapa ya? Lucu banget!!"

Mata Ghendis mengikuti arah pandangan Ririn. Ia menemukan seorang anak laki-laki gemuk berusia antara 3-4 tahun yang sedang berdiri di dekat pohon besar dan matanya menatap ke arah sini. Ghendis mengerjapkan mata, rasa-rasanya ia pernah melihat anak berpakaian tuksedo yang tampak mahal itu.

"Anak siapa ya?" gumam Ririn. "Eh kok anak itu lihatin kita sih? Masa sih lapar? Dia kan tamu pasti udah makan."

Ghendis mencoba mengabaikan dan kembali makan, namun lama-lama ia merasa tidak nyaman dengan pandangan anak itu yang masih menatapnya. Sedikit kesal karena waktu makannya diganggu, Ghendis menghampiri anak itu yang kini meringkuk di belakang pohon.

Mrs 30Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang