Bab 34

11.1K 727 7
                                    

            “Cucuku sangat tampan!!” Pekik Okaasan pada Akira.

               Akira, Hiro dan keluarga berada di kuil untuk merayakan shici gosan. Untuk pertama kalinya, Akira mengenakan Hakama dan haori yang membuat anaj itu tampak terlihat lebih dewasa.

               Keluarga besar akan berkumpul di restoran, dan Hiro di dampingi oleh Okaasan menemani Akira untuk berdoa di kuil yang dipimpin oleh pendeta kuil. Hiro sendiri sudah 3 tahun tidak melakukan ibadah ini dan ia hanya mendampingi Okaasan semata-mata menghormati budaya Negara asalnya.

               Akira memegang chitosame di tangannya dan mengamatinya. Chitosame adalah permen khusus yang diberikan ketika shicigosan. Bentuk permennya panjang dan pada bungkusnya terdapat gambar burung bangau atau kura-kura yang memang melambangkan umur panjang. Dan ini melambangkan harapan orangtua kepada anak-anaknya. 

            Setelahnya, Hiro dan Okaasa pergi ke studio foto di mana sang Ayah dan Nenek buyut sudah menanti. Mereka melakukan foto keluarga untuk pertama kalinya setelah 5 tahun berlalu.

                “Akira sangat mirip dengan Sakura.” Ucap Obachan dengan mata berkaca-kaca. 

              Hiro menatap putranya yang masih berpose sendiri di depan kamera. Tidak menampik jika Akira memang lebih mirip dengan Sakura dibanding dirinya. Namun sifat Akira mirip dengannya.

               “Kamu harus segera menikah lagi untuk memberikan Ibu kepada Akira.” Ujar Okaasan lembut sambil merangkul pundak Hiro.

               “Bukankah kau mengundang putri sulung dari keluarga suzuki?” tanya Obashan pada Okaasan. Setelah Okaasan mengangguk, Obachan kembali menatap Hiro. “Putri sulung keluarga Suzuki bernama Naoko, dia seusia denganmu dan belum menikah. Kamu tahu kan keluarga Suzuki salah satu pemilik saham di perusahaan kita?”
            Hiro menghela nafas. “Obachan, soal ini bisa kita bicarakan lain kali. Ini hari Akira,”

               “Itu benar Ibu, nanti saja soal Hiro, sekarang perhatian kita hanya untuk Akira tersayang.”

               “Maafkan aku, ini karena aku sudah tidak sabar melihatmu memiliki pasangan. Baik! Baik! Kita akan bicarakan ini lagi.” Ucap Obachan menepuk lengan Hiro dan beralih menatap Akira yang baru selesai berfoto.

               Akira yang nampak lelah berjalan menuju Ayahnya, wajahnya nampak cemberut. “Papa, aku mau Ate.” 

              Hiro menggendong Akira dan duduk di pojok studio. Tyo dengan cepat memberikan telepon kepada Hiro.

            Hanya membutuhkan beberapa hingga telepon terhubung dengan Ghendis. Mata Hiro maupun Akira sama-sama bersemangat ketika wajah Ghendis nampak di layar telepon.

               “Halo... Ah Akira kamu benar-benar lucu dan cakep pakai kimono itu!!” seru Ghendis menatap Akira di layar telepon.

               “Ate, ini hakama dan haori.” Koreksi Akira. 

              Ghendis memiringkan wajahnya ke samping dengan wajah bingung, membuat Hiro yang menatapnya merasa gemas. “Maksudnya kalau kimono pakaian tradisional yang seperti mantel dengan kerah v, sementara hakama seperti pakaian samurai dan di lapisi haori yang berfungsi sebagai pelindung.”

              “Oh begitu, aku baru tahu.”

               “Ate mau pergi?” tanya Akira memperhatikan penampilan Ghendis yang memakai kemeja berwarna hitam dan rambut panjangnya diikat ke atas. 

               Ghendis mengangguk. “Ate mau pergi.”

            “Sama siapa? Kenapa enggak kasih tahu aku sebelumnya?”

               Ghendis mengangkat sebelah alisnya. “Aku sudah chat kamu sebelumnya. Kamu belum lihat?”

               Hiro cepat-cepat memeriksa ponselnya dan benar saja ada chat dari Ghendis yang memberitahu jika gadis itu akan pergi ke toko buku. Ah, sejak bangun tidur ia sudah di sibukkan upacara putranya sehingga belum sempat mengecek ponselnya. “Maaf sayang, aku baru mengecek HP.” 

          “Aku ngerti.” 

              “Pakai supir kan?”

               “Aku tadinya niat mau naik bus kota malah.”

               Hiro menggelengkan kepala. “Bahaya, pakai supir oke sayang.”

               “Ate pakai supir, nanti tunggu aku pulang kita coba naik bus.”

               Ghendis terkekeh. “Akira sudah pernah naik bus?”

               Akira menggelengkan kepala. Bahkan naik kereta api saja tidak. Ia baru mencoba naik motor bersama Ghendis itu pun diam-diam tanpa memberitahu Hiro yang berakhir percuma karena salah satu pengawal Hiro memberitahu yang mengakibatkan Hiro dilanda gelisah selama di kantor takut kekasih dan putranya terjatuh.

              Selama hidupnya Akira hanya naik mobil dan pesawat. Dan setelah berkenalan dengan Ghendis, sang tante kesayangan mengenalkannya dengan angkot, becak, delman, bus, motor melalui gambar. Ghendis berjanji untuk membawanya mencoba aneka transportasi itu.

                “Nanti kalau Akira pulang, Tante janji ajak Akira naik bus. Kita akan pergi ke kebun binatang!”

               “MAU!!!” Seru Akira tersenyum lebar.

                Hiro pun menyunggingkan senyum kecil. “Papanya enggak diajak?”

               “Kami boleh pergi berdua?”
           Hiro menggelengkan kepala membuat Ghendis terkekeh. “Kita akan pergi ke kebun binatang bersama.”

               Hiro tidak sanggup menahan senyum mendengar kata ‘kita’ keluar dari bibir Ghendis. pria itu menganggukkan kepala. 

               Setelah berbincang sebentar, akhirnya Ghendis menutup telponnya. Baik Akira maupun Hiro rasanya tak sabar ingin segera kembali ke sisi Ghendis. mereka sudah dilanda rindu, dan sangat menanti tour Ghendis yang dinamakan ‘liburan ala jelata’.

               “Suruh dua orang untuk mengawal Ghendis diam-diam dan kabari saya apa yang dilakukan Ghendis.” ucap Hiro sembari memberikan telepon kepada Tyo.

               “Baik Pak.”

              Di sisi lain, Okaasan mengamati bagaimana putra dan cucunya tersenyum lebar menatap layar HP. Nampaknya mereka sedang berteleponan dengan seseorang.

               Okaasan terkejut dan penasaran karena ini pertama kalinya ia melihat Hiro nampak lepas dan tersenyum. Sejak dulu, bahkan setelah menikah, putranya itu sosok yang jarang berekspresi dan jarang berbicara.

                Menantunya, Sakura seringkali mengeluh akan sifat Hiro yang dingin dan ia sebagai Ibu sudah berkali-kali meminta Hiro untuk bersikap lebih lembut kepada istrinya yang hanya dibalas seadanya oleh Hiro.

                Lalu, siapa yang menyebabkan Hiro tersenyum lebar? Apakah Hiro sudah memiliki kekasih yang tidak ia ketahui?

                Sebagai seorang Ibu ia akan mencari tahu soal ini. Ia sendiri sebenarnya tidak menjadi masalah siapapun pilihan Hiro. Hanya, sebagai pewaris sah Ryuzaki tentu istri Hiro kelak akan memiliki beban sepadan dengan Hiro. Karena itulah sejak dulu, keluarga Ryuzaki tidak bisa memilih siapa pasangan mereka.

             Mereka sudah dijodohkan sejak kecil, seperti ia dan Ayah Hiro. Meski tidak ada cinta, namun demi mempertahankan kekayaan, mereka sudah memikul tanggung jawab sejak kecil dan tidak memiliki kebebasan akan memilih jalan hidup.

Mrs 30Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang