Bab 35

10.7K 632 6
                                    


               Di salah satu pusat perbelanjaan, Ghendis tengah duduk di sudut cafe. Gadis itu memegang tab yang berada di atas meja dengan mata menatap ke arah luar. Mengawasi orang-orang yang berjalan di pandangannya.

Ghendis kembali menunduk dan membuat sketsa, dan sesekali matanya mengamati hal-hal yang menjadi inspirasi gambarnya.

Ya! Ghendis sengaja keluar rumah karena ia membutuhkan banyak referensi dari tempat, pakaian dan postur yang mau tidak mau mengharuskan ia keluar dari rumah. sebenarnya mudah saja untuk mendapatkan referensi, tinggal membuka internet dan mencari role model yang sesuai. Namun entah mengapa, ia merasa tidak puas dan lagi entah mengapa ia merasa kesepian setelah Akira dan Hiro ke Jepang, membuatnya tidak nyaman di rumah.

Ghendis akhirnya selesai membuat script cerita dan kini tengah membuat desain karakter yang akhirnya membuatnya keluar rumah untuk referensi. Rencananya, jika hari ini seleasi, malam ia akan mulai membuat story board.

Mata Ghendis menyusur karakter Yan, Giana dan Karina. 3 karakter utama ciptaannya. Yan, sudah di kenal oleh pembacanya sementara Giana dan Karina adalah karakter baru yang ia ciptakan berdasarkan ide spontannya.

.....

Hiro menatap layar Hpnya. Bawahannya baru saja mengirim pesan kepadanya dan foto Ghendis yang sedang duduk di sudut cafe, nampak serius dengan pekerjaannya. Hiro tersenyum kecil, memperbesar layar agar dapat melihat wajah kekasihnya yang cantik.

Ghendis mengenakan t-shirt panjang berwarna merah maroon, celana jeans dan rambut yang diikat seadanya, khas Ghendis. meskipun sangat sederhana, namun di mata Hiro, kesederhanaan dan apa adanya Ghendis merupakan pesona yang tidak terbantahkan.

Hiro menutup matanya sesaat, menahan keinginannya untuk pergi dari tempat ini dan nekad pulang ke Indonesia hanya untuk bisa memeluk kekasihnya.

Merasa tenang, Hiro membuka matanya dan menyimpan Hpnya. Lelaki tampan itu menatap putranya yang sedang menggambar di pojokan, tidak berbaur dengan sepupu-sepupunya. Hiro tidak mempermasalahkan, karena Akira sama sepertinya yang sulit bersosialisasi. Lagipula, sebagai pewaris Ryuzaki mereka hanya membutuhkan orang-orang yang berguna untuk keuntungan perusahaan, bukan teman.

"Akira itu punya hak untuk bersikap selayaknya anak-anak! Di usianya sekarang, kewajibannya itu bermain bukan belajar!"

Hiro tertegun. Dibenaknya ia bisa mendengar suara Ghendis yang selalu mengomelinya jika melihat Akira yang banyak belajar.

Gadis itu selalu mendorong Akira untuk bermain, berinteraksi, tertawa dan berbicara. Rasanya aneh melihat anak itu ceria, karena untuk Hiro, Akira adalah dirinya versi mini.

Tetapi ia salah.

Di masa kecilnya, ia tidak memiliki sosok Ghendis seperti Akira yang memiliki Ghendis.

Hiro melangkahkan kakinya dan duduk di samping putranya.

"Kenapa tidak bermain dengan sepupumu?"

"Membosankan." Jawab Akira tanpa menatap Hiro.

Hiro melirik gambar yang dibuat Akira, sudah ia duga jika putranya menggambar Ghendis yang sedang duduk di kolam ikan bersama anaknya. "Mana aku?"

"Tidak dibuat," jawabnya cuek.

"Kenapa?"

"Ate Ghendis punyaku, Papa."

Mrs 30Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang