Cusss ke karyakarsa untuk baca sampai tamat ya🤩🤩
....“Beneran aku enggak harus ikut?”
Ghendis yang baru saja memakai tas ranselnya, menahan diri untuk tidak memutar bola matanya. Ini sudah hampir 10x Hiro bertanya sejak pagi.
Hari ini ia akan pulang ke rumah orangtuanya, setelah 2 minggu lebih ia keluar dari rumah. Papanya menelpon kemarin dan memintanya pulang ketika weekend, padahal Ghendis dan Hiro sudah menjadwalkan hari libur untuk mengajak Akira bermain.
Ghendis menghampiri Hiro yang sedang berbaring di ranjangnya. Hiro memeluk pinggangnya erat, wajahnya cemberut. Jika seperti ini, ia lebih seperti anak-anak dibandingkan Akira. Aah.. untung saja Akira sedang pergi bersama Tyo.
“Besok aku pulang kok.”
“Tetap aja kita enggak ketemu sehari. Aku benar-benar enggak boleh ikut?” Hiro menatap ekspresi datar Ghendis, pria itu menghela nafas dan mencium dahi kekasihnya. “Aku mengerti, kalau ada apa-apa kamu harus kasih tahu aku. Aku akan antar kamu, enggak sampai depan rumah.. aku bisa nurunin kamu di tempat terdekat.”
Ghendis mengangguk. “Pakai mobil sesederhana mungkin yang enggak mencolok.”
“Oke,”
“Oh iya, soal Akira...”
“Kenapa Akira? Dia bikin ulah?”
“Yang ada Bapaknya yang bikin ulah!” jengkel Ghendis mendorong dada Hiro. “Aku amati kalau Akira kurang mampu dalam sosialisasi yah wajar aja karena di lingkungan rumahnya dia enggak ada teman sebaya. Aku rasa kalau kita membiarkan, ini enggak akan baik. Aku punya saran dan aku harap kamu bisa mempertimbangkannya. Bagaimana kalau Akira kita daftarkan ke preschool?”
“Preschool? Akira sudah kursus melukis, musik, bukannya itu sama saja dengan belajar?”
“Beda! Kamu hanya mendaftarkan Akira ke kelas privat sementara preschool itu seperti PAUD, keponakanku yang usia 3 tahun hampir semuanya daftar ke sana. Jadi kayak playdate lagi, bermain sambil belajar, di sana Akira bisa punya teman sebaya. Kasihan dia menghabiskan waktu cuma di rumah, walaupun kadang-kadang aku ajak keluar tapi kan beda.”
Hiro membelai ramput Ghendis dengan senyuman lebar. “Oke aku setuju, aku serahkan untuk keputusan sekolahnya sama kamu karena kamu pasti lebih paham ini.”
Ghendis mengangguk semangat. “Nanti aku bikin daftar rekomendasi preschool buat Akira dan kamu bisa survey sekolahnya sebelum memilih.”
“Kita akan survey ke sana,” koreksi Hiro membuat Ghendis semakin tersenyum.
Hiro memeluk erat Ghendis, hatinya menghangat. Segala hal mengenai Akira selalu ia putuskan sendiri.
Sejak lahir sebagai calon pewaris Ryu corporation, hidupnya sudah diatur oleh keluarganya. Ia tidak pernah bermain ataupun bergaul dengan teman sebayanya. Hidupnya penuh dengan belajar dan ia hanya bermain dengan Sakura yang sudah dijodohkan dengannya sejak kecil.
Karena itu apa yang ia lakukan menurun pada Akira. Ia tidak pernah memikirkan bagaimana anak itu bermain, berteman atau apapun. Akira lahir sebagai calon penerusnya dan ia harus mendapatkan pendidikan yang layak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mrs 30
ChickLitGhendis, gadis berusia 30 tahun seorang pengangguran dan jomblo sejati. karena kondisinya ia selalu dikucilkan keluarganya dan juga diejek oleh teman-temannya yang sudah sukses di usia 30. pertemuan pertamanya dengan seorang CEO duda merubah hidupn...