Dua

24.2K 940 7
                                    


suka ceritanya??

langsung ke karyakarsa yaaa, link aku ada di bio tinggal klik aja ><


...

"Pantasan sampai sekarang belum dapat kerja, baru mandi jam segini."

Ghendis yang baru saja keluar dari kamar mandi sedikit tertegun dengan sindiran Ibunya yang sedang di pijat oleh Bi Ema, asisten rumah tangga.

"Mulai besok mandi pagi-pagi, cari kerja. Kamu tuh udah usia kepala tiga, lihat adik kamu saja sudah pada kerja, masa Kakaknya yang harusnya menjadi contoh masih pengangguran sampai sekarang?"

Ghendis berusaha menahan untuk memutar bola matanya, bosan dengan ucapan Mamanya yang selalu menyindirnya hampir setiap hari. "Nanti minggu kerja kok,"

"Kerja di mana?"

"Di Tantenya Ike, bantu catering Bibinya sehari."

"Coba tanya ke Ike, di tempat kerja dia ada lowongan kerja enggak. Siapa tahu kamu bisa kerja di bank juga, yah walaupun Mama masih berharap kamu jadi PNS."

Ghendis memandang cemberut Mamanya, tidak membalas ucapan Mamanya Ghendis berjalan kembali menuju kamarnya.

Sesampainya di kamar Ghendis duduk di atas kursi belajarnya, gadis itu menyalakan laptopnya dan menatap layar wallpaper monitor.

Sebuah sketsa gambar miliknya. Mimpinya menjadi seorang komikus yang ditentang habis-habisan oleh kedua orangtuanya. Bagi kedua orangtuanya pekerjaan seperti komikus tidak memberikan masa depan yang cerah dan hanya membuang-buang waktu. Memang pekerjaan komikus merupakan profesi yang baik tetapi itu di luar negeri, sementara di Indonesia, pekerjaan tersebut tidak memberikan tunjangan yang cukup untuk kehidupan.

Karena itu orangtuanya menentangnya. Mereka tidak melarang Ghendis untuk menggambar sejak kecil, namun mereka tidak mengijinkan hobinya menjadi sebuah pekerjaan. Apalagi menggambar seperti itu kadang hanya di bayar seikhlasnya atau digantikan pulsa.

Tapi itu dulu, sekarang perkembangan semakin maju. Banyak aplikasi yang menunjang untuk profesi komikus dan setelah Ghendis resign kerja, ia diam-diam mengirimkan naskah ke pihak editor aplikasi webtoon. Namun gagal.

Gambarnya tidak memenuhi kualifikasi yang diinginkan perusahaan tersebut dan ia sempat kecewa karena merasa gambarnya adalah yang terbaik. Dalam menggambar ia selalu unggul di pelajaran, ia juga memenangkan lomba dan seringkali di minta untuk dibuatkan desain baik untuk pakaian maupun logo dan tidak ada yang pernah kecewa dengan karyanya.

Dan ini pertama kalinya ia di tolak karena gambarnya tidak sesuai. Setelah di tolak, Ghendis menghabiskan waktu dengan membaca webtoon karya komikus lainnya yang terbit di platform tersebut. Ia merasa gambar mereka bagus tetapi tidak sebagus dirinya, lalu mengapa gambarnya dinyatakan tidak layak?

Ia mencoba mengirimkan karyanya ke platform yang lain dan baru kemarin mendapatkan email jika karyanya pun tidak diterima.

Ia frustasi.

Selama berminggu-minggu bergadang untuk membuat webtoon nyaris tidak tidur dan hasilnya tidak sesuai keinginannya.

Apakah ia sebaiknya menyerah saja dan melamar kerja atau mendaftar CPNS tahun ini?

Hatinya tidak mau.

Ia lelah hidupnya harus diatur oleh orangtuanya.

Ia ingin hidup dengan jalannya sendiri dan membuktikan jika pilihannya tidak salah. Tetapi, hingga saat ini ia tidak bisa membuktikan itu.

Orangtuanya menganggap dirinya adalah produk gagal dan keluarga besar serta lingkungannya menyebutnya perawan tua.

Ghendis memejamkan matanya, mengingat perkataan Ibunya yang membandingkan dirinya dengan adik-adiknya. Ia anak sulung dari tiga bersaudara. Adiknya Chitra berusia 26 tahun dan bekerja sebagai arsitek, sementara adik bungsunya Abimana baru lulus kuliah dan langsung diterima kerja di perusahaan batu bara di Kalimantan.

Setelah resign, keluarganya selalu membandingkan dirinya dengan adiknya Chitra. Kebalikan dengan dirinya yang cuek dan acuh, Chitra adalah gadis cantik yang lembut, santun dan selalu menjadi kebanggaan kedua orangtuanya. Setahun bekerja, adiknya sudah membawa kedua orangtuanya liburan ke Amerika.

Sementara ia paling jauh mengajak keluarganya pergi berendam di pangalengan. Yah walaupun masih dalam kota tapi kan tetap saja bensin, tiket masuk, makan, jajan semuanya dari gajinya sebagai guru. Tapi hanya karena Chitra mengajak ke luar negri, seolah-olah keluarganya mendadak lupa jika ia pernah mengajak mereka pergi.

Dalam fisik, wajah Chitra sangat mirip dengan Mama. Rambut ikal, kulit putih, mata kecoklatan, alis tipis, pipi merah alami dan perawakannya langsing tinggi bak model. Sementara Ghendis seperti Ayahnya, rambut panjang lurus, kulit kuning langsat, alis tebal, mata hitam tajam dan tubuhnya mungil. Tetapi meskipun Chitra memiliki paras yang unggul tidak membuat Ghendis minder toh semua perempuan itu cantik yang berbeda hanya selera setiap orang saja.

Dalam percintaan tentu saja Chitra sudah memiliki kekasih yang dipacari sejak kuliah, namun kemarin Mamanya bilang kalau adiknya baru saja putus sebulan yang lalu karena Sandi, mantan kekasih Chitra mendapat mutasi kerja ke timor leste dan Chitra belum siap menikah dan tak mau LDR sehingga mereka memutuskan hubungan. Sayang sekali padahal Sandi begitu setia dan baik kepada adiknya. Ghendis ingat jika mantan kekasih adiknya setiap tahun selalu memberi suprise ulangtahun pada Chitra dengan sangat romantis, pria itu juga sering mengirim makanan favorit untuk Chitra.

Tok! Tok!

Ghendis membuka pintu kamarnya, ternyata Hani sepupunya. "Kenapa?"

Hani terkekeh lalu masuk ke dalam kamar Ghendis sambil menggendong bayinya. "Biasa mau nitip si Dede, enggak apa-apa kan?"

"Lo mau ke mana emang?"

"Gue mau nge date sama Mas Arya. Hmmm... hari ini tuh anniversary kawinan gue ke dua gitu, jadi pengen berduaan aja sama laki gue. Tadinya gue mau titip ke nyokap gue, cuma nyokap lagi arisan di rumah temennya, pasti pulangnya lama. Lo sibuk enggak? Enggak kan? Please bantu gue! Nanti pulangnya gue bawain makanan enak deh!"

Ghendis menghela nafas, inilah salah satu akibat menganggur selalu menjadi tempat penitipan anak. "Yaudah, makanan mahal ya dan lo harus pulang sebelum jam 7 malam."

Hani mengangguk dan memeluk sepupunya. "Makasih Ghendis!! Susunya ada di dalam tas ya, yang di dot cuma bisa sampai jam 1 siang, kalau lewat dari jam segitu buang aja buat baru. Dede udah pupup kok jadi pampersnya masih baru."

"Hmm..."

Setelah Hani pergi, Ghendis tinggal berdua di kamar bersama Tya, bayi pertama Hani yang masih berusia 6 bulan. Sejak bayi itu lahir, Hani seringkali menitipkan bayinya padanya sehingga Ghendis sudah terbiasa mengasuh bayi.

Hani sendiri sepupunya yang lebih muda tiga tahun darinya tetapi wanita itu lebih dekat dengannya dibandingkan dengan Chitra. Sejak kecil Hani selalu menempel padanya, rumah mereka hanya berbeda satu rumah. Memang keluarga besarnya tinggal di lingkungan yang sama dengannya dan terkadang Ghendis berharap bisa keluar dari rumah ini dan memiliki tempat sendiri yang tenang dan melakukan hal di mana tidak ada komentar apapun atau menyuruhnya untuk menjaga anak-anak para sepupu.

Bukannya Ghendis tidak menyayangi keponakannya, namun karena ia pengangguran, seringkali orang di sekitarnya tidak mengerti dirinya jika ia tidak hanya berleha-leha di kamar. Sepupunya menganggap jika ia tidak ada kegiatan sehingga mereka kadang seenaknya menitipkan anak-anak mereka. Jika pulang tepat waktu sih tidak apa-apa, tapi sering juga jika para sepupunya tidak tahu diri dan bahkan menitipkan anak mereka satu hari penuh sehingga Ghendis tidak bisa melakukan apapun.

Tidak bekerja bukan berarti tidak ada kegiatan. Mungkin mereka tengah berjuang untuk meraih impian tanpa harus diketahui orang lain. 

Mrs 30Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang