Pagi-pagi Ghendis memasak sarapan di dapur. Ia membuat tempe mendoan, nasi goreng dan teh manis. Biasanya ia selalu membuatkan sarapan di rumah Ike jika ada bahan, kalau tidak yah membeli nasi kuning di depan.
Ike baru selesai mandi, ia sudah mengenakan seragam kantornya dan duduk di meja makan sambil memainkan Hpnya. Tangannya meraih tempe mendoan dan cabe rawit, melahapnya. “Sering-sering nginep di sini biar gue bisa makan enak nih!”
Ghendis melepas celemeknya dan duduk di depan Ike. “Makanya masak jangan beli di luar mulu.”
Ike nyengir. “Jadi, gimana hari lo sekarang setelah keluar dari rumah? gue lihat lo gemukan, glowing dan happy.”
Ghendis mengetukkan jarinya di meja, matanya menerawang ke depan. “Gue happy seakan-akan gue nemu rumah. Akira... membuat gue ngerasa gue dibutuhin.”
“Akira aja nih?”
“Maksud lo?”
“Bapak motivatornya? Jangan-jangan tiap hari lo dikasih motivasi hidup nih sama Bapaknya.”
Ghendis terkekeh. “Dia bukan motivator, gue salah nebak.”
Ike mengangkat sebelah alisnya, penasaran.
Ghendis mulai menyuap nasi goreng. “Dia pengusaha.”
“Pantas berani gaji lo 20 juta. Pengusaha apa? Punya toko kain gitu? Showroom? Bisa kali gue tawarin buat jadi nasabah gue hehehe”
Ghendis menggelengkan kepala, matanya menatap ke satu benda dan menunjuk TV yang berada di tengah ruangan.
“Oh punya toko elektronik, di mana? Barangkali dia butuh modal buat luasin tokonya bisa kali kontak gue.”
Ghendis tertawa. “Hahhaa bukan... bukan... gue yakin lo enggak akan percaya. Dia bukan punya toko elektronik, tapi dia pemilik merk itu.”
Ike melotot, berlari ke arah Tvnya. “Ini dari ryuzaki TV.. apa jangan-jangan? Tunggu sebentar! Duda kan? Orang jepang?”
Ghendis mengangguk terhibur dengan respon Ike.
“HIRO RYUZAKI? CEO RYUZAKI CORPORATION??? SERIUSAN LO?”
Ghendis mengangguk dan memakan tempenya.
“O MY GOD!!! Lo beruntung banget!! Huhuhu gue sering lihat dia di majalah, TV dan dia tuh ganteng banget! Hot duda!! Lo tahu enggak sih kalau dia juga nasabah prioritas, duitnya udah enggak berseri!!” Ike duduk di samping Ghendis. “Dia udah punya pacar belum? Terus anaknya gimana? Rumahnya kayak istana? Lo sering ketemu dia enggak? Eh kolor dia sama enggak sih kayak kolor orang jelata macam kita.”
Ghendis hampir saja memuntahkan isi makanan yang ada di dalam mulutnya. Ia segera meraih tes manisnya dan meminumnya sementara Ike menatapnya tidak sabar.
Ketika Ghendis hendak berbicara, Hpnya berbunyi dan wajah Hero terpampang di layar Hpnya melakukan VC kepadanya. Ike berteriak histeris, menyuruh Ghendis untuk menerimanya di sini.
Ghendis menekan tombol hijau dan wajah Hiro yang sudah rapi tersenyum lembut kepadanya.
“Sayang... selamat pagi.” Sapa Hiro.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mrs 30
ChickLitGhendis, gadis berusia 30 tahun seorang pengangguran dan jomblo sejati. karena kondisinya ia selalu dikucilkan keluarganya dan juga diejek oleh teman-temannya yang sudah sukses di usia 30. pertemuan pertamanya dengan seorang CEO duda merubah hidupn...