yuk ke karya karsa buat baca fullnya!!
untuk link tinggal komen aja yaaa pasti aku balas kok.
...
Setelah menemani Akira selama dua jam, akhirnya Ghendis diizinkan pulang dengan diantar Tyo.
Sesampainya di depan rumah, setelah Tyo pergi, Ghendis buru-buru kembali menuju supermarket dan dengan gesit kembali membeli sekotak sarung tempur sialan itu dan kembali ke rumah.
"Sejak kapan supermarket kita jauh? Kamu.... kamu tahu kalau kamu sudah pergi hampir setengah hari?" tanya Mama melotot marah.
Ghendis menghela nafas, ia lupa mengabari Ibunya padahal dirinya membawa HP. Ghendis menyimpan kantong belanjaan di atas sofa dan mengambil kantong kecil yang sudah ia pisahkan untuk di simpan di kamar Chitra. "Aku tadi mampir ke warnet."
Mama menarik tangan Ghendis dan menepuk punggungnya cukup keras beberapa kali. "Kamu itu sudah dewasa, kenapa kayak anak kecil main ke warnet hah? Otak kamu di simpan di mana? Kamu tahu kalau Mama selalu malu lihat kamu karena Mama ngerasa gagal ngejadiin kamu sukses!!"
Ghendis menggigit bibirnya menahan rasa nyeri di punggungnya. Ia tidak merintih ataupun protes dan membiarkan Mamanya memukulinya sepuasnya.
Setelah Mama memukul Ghendis, Mama terduduk di sofa. Rambutnya yang di tata rapi kini berantakan, wajahnya merah karena emosi. Bi Ema buru-buru datang membawakan minum untuk Mama lalu melirik simpati pada Ghendis yang hanya diam.
"Sebagai Kakak kamu seharusnya bisa menjadi contoh yang baik untuk adik-adik kamu. Lihat Chitra dan Abi, bagaimana mereka sudah sukses di usia sekarang. Bahkan kemarin Abi minta Mama dan Papa buat carikan rumah untuk investasinya, Chitra juga sudah deal dengan apartemen yang mau di belinya. Lalu kamu apa? Lima tahun kamu nganggur, jajan masih minta ke Papa, kadang dapat kerja part time dari teman. Kamu lihat sepupu kamu yang seusia kamu, mereka sudah menikah dan hidup enak!" bentak Mama.
Ghendis menggigit bibirnya, menahan diri untuk tidak mengatakan apapun. Rasa asin keluar dari lidahnya, karena ia menggigit terlalu keras sehingga bibirnya berdarah. Namun rasa sakit itu tidak lebih menyakitkan dari apa yang dikatakan Ibunya kepadanya.
(Mendem sedih gini itu sebenarnya yang lebih tersakiti sih soalnya emosinya enggak keluar - -)
Melihat tidak ada respon apapun dari putri sulungnya, Mama mengusirnya ke kamar dan Ghendis tanpa menunggu lama berjalan menuju kamar.
Sesampainya di kamar, gadis itu duduk lemas di tengah kasur. Menatap laptop dan pen tabletnya di atas meja belajar serta kertas-kertas yang berserakan.
Ia pun sudah berusaha, berusaha mewujudkan impiannya.
Apakah mereka tidak tahu jika ia harus menelan kecewa karena karyanya ditolak berkali-kali? Ia hanya tidur tiga jam, mengikuti semua kompetisi dan kembali meraih kegagalan, karyanya sempat dijiplak bahkan mendapat kritik pedas dari pembaca.
Ia tidak memiliki dukungan dari siapapun, keluarganya selalu menghinanya, adiknya merasa lebih dari dirinya, tetangga menganggapnya perawan tua dan dibandingkan sebagai anak, ia lebih cocok di sebut penumpang hidup.
Setetes air mata keluar dari mata tajam gadis itu, Ghendis dengan cepat menghapusnya dan menampar dirinya. Daripada menangis ia lebih suka merasa sakit secara fisik. Menangis hanya membuat hatinya lemah.
Ghendis teringat jika ia belum menyimpan kotak ke dalam kamar adiknya. Gadis itu kembali keluar kamar dan berjalan menuju kamar Chitra. Membuka kamar adiknya membuat Ghendis merasa pahit.
Kamar Chitra lima kali lebih besar dari dirinya dilengkapi AC dan kamar mandi pribadi. Kasurnya pun lebar, terdapat TV ukuran besar lengkap dengan sound audio dan walk in closet di mana berjejer koleksi sepatu, tas, jam tangan, pakaian dan asesoris adiknya.
Sementara kamarnya ukuran 3x3 dengan kasur ukuran single, meja belajar, lemari dan kipas angin.
Menyimpan kantung di atas kasur, Ghendis segera keluar dan kembali ke kamarnya. Meringkuk di dalam selimut, merasa lelah dengan hari ini.
Hatinya menghangat mengingat apa yang dilakukannya hari ini dengan Akira. Ia hanya menemani anak itu memberi makan ikan, menyusun puzzle dan makan bersama. Rasanya menyenangkan apalagi anak itu selalu tersenyum dan memeluknya merasa dirinya dibutuhkan.
Ghendis tersenyum dan mulai bangun, ia akan segera pindah dari rumah ini sehingga ia harus mulai membereskan barang-barangnya. Gadis itu mengambil koper yang disimpan di bawah kasurnya, sudah cukup berdebu karena ia jarang sekali memakainya. Membuka lemari, memilih baju apa saja yang akan dibawanya.
Ia sangat bersemangat apalagi Ayahnya Hiro bersedia membayarnya 20 juta. Astaga! Ia mendadak kaya!!!
....
Hiro melonggarkan dasinya dan bersandar malas. Ia baru saja menyelesaikan rapat secara online dengan mitranya untuk proyek baru perusahaannya. Harusnya hari ini ia berangkat ke Thailand, namun karena putranya merengek semalaman akhirnya ia menunda keberangkatannya.
Yah walaupun ia terkesan workaholic tapi tetap saja anaknya akan menjadi prioritas utama.
Melepas jasnya, ia menggulung kemejanya hingga siku menunjukkan lengannya yang berotot dan tubuhnya yang tegap. Beberapa pelayan mencuri pandang ke arahnya ketika ia berjalan melewatinya dengan pipi merona.
Hiro melihat putranya yang sedang bermain tab di dekat kolam, walaupun anaknya tampak dingin tetapi Hiro bisa melihat ada sinar kebahagiaan Akira yang terpancar. Mungkin karena kehadiran gadis itu hari ini.
Ghendis. Gadis aneh yang datang ke kediamannya membawa satu dus berisi kondom.
Wajah Hiro tampak mendingin mengingatnya. Ia sudah menyuruh Tyo membuang bahkan membakarnya.
Hiro menghampiri putranya, Akira mendongakkan kepala memandang Ayahnya yang sudah berada di depannya.
"Mau ikut? Ayah ingin memilih rumah yang akan digunakan Nona Ghendis."
Akira segera berdiri dan mengangguk. Hiro meraih tangan kecil putranya dan mulai berjalan keluar.
Sebenarnya hal ini bisa diurusi oleh Tyo, tetapi entah mengapa ia ingin terlibat dan memilih semua perlengkapan untuk Ghendis. Rasanya sangat tertantang menebak apa yang disuka wanita itu. Melihat kepribadian Ghendis hari ini, Hiro sadar jika Ghendis bukanlah penyuka feminim, gadis itu juga tidak glamor bahkan sangat cuek dengan penampilannya.
Ia bahkan terkejut melihat Ghendis yang datang ke rumahnya hanya menggunakan sendal jepit. Rasanya sedikit tersinggung tetapi geli juga. Biasanya wanita lain akan berdandan habis-habisan untuk dilirik olehnya, tetapi Ghendis dengan penampilan cueknya membuatnya tidak berhenti menatapnya.
Ghendis berbeda, berani dan aneh.
Ia semakin ingin mengenal gadis itu karena itu ia mengajukan untuk tinggal bersama. Gadis itu terlalu menarik dan ia tahu dengan kesibukannya, dirinya akan sulit bertemu dengan Ghendis. Tetapi dengan tinggal bersama, ia bisa melihatnya kapan saja.
Walaupun Ghendis menolak tinggal satu atap bersamanya, setidaknya ia masih bersedia satu lingkungan dengannya. Ia akan mencari rumah yang sangat-sangat dekat dengan kediamannya. Bahkan kalau bisa ia ingin membuat paviliun di halaman rumahnya depan kamarnya.
Hiro menggelengkan kepala, merasa aneh dengan dirinya.
Sementara Akira memandang bingung Ayahnya yang tersenyum-senyum sendiri. Ada apa dengan Ayahnya? Apa pekerjaannya terlalu melelahkan sehingga membuatnya menjadi orang aneh?
KAMU SEDANG MEMBACA
Mrs 30
ChickLitGhendis, gadis berusia 30 tahun seorang pengangguran dan jomblo sejati. karena kondisinya ia selalu dikucilkan keluarganya dan juga diejek oleh teman-temannya yang sudah sukses di usia 30. pertemuan pertamanya dengan seorang CEO duda merubah hidupn...