Wangji menginjak pedal gas dalam-dalam ketika memasuki tol yang kebetulan sedang lenggang. Seolah dia sedang berlomba dengan ribuan jarum tajam yang mengoyak hatinya. Dia hanya ingin segera sampai di Apartemennya lalu merebahkan tubuh yang terasa mati itu. Namun, tiba-tiba dia mengurungkan niatnya dan membanting stir ke kiri menuju taman bermain.
Dia turun setelah memarkirkan mobilnya. Diamatilah taman itu dengan seksama.
Kakinya berjalan menuju salah satu ayunan yang bergelantung disana.
"Tempat ini masih sama. Tapi Wanyin sudah tidak."
Wangji kembali memandang hampa kendaraan yang berlalu lalang begitu saja dari arah sebaliknya. Pikirannya dipenuhi oleh kepenatan.
Dua puluh empat tahun yang lalu, disini Wangji bertemu dengan bocah ceria dengan seekor anjing yang selalu dibawanya.
Ketika berusia empat tahun, pengasuhnya selalu mengajak Wangji bermain di taman ini. Dan di taman inilah dia mengenal Jiang Cheng yang juga sering datang ke tempat ini bersama Ibunya.
Wangji sering kali tertawa geli ketika mengingat dirinya semasa kecil. Bagaimana bisa Wangji yang saat itu masih berusia empat tahun sudah memiliki ketertarikan pada bocah lain yang juga seusia dengan nya.
Jika di tanya mengapa? Maka Wangji pun tidak tahu. Hanya satu hal yang pasti, dia menyukai sorot mata bocah itu. Wangji kecil dibuat tenggelam kala mata bulat itu menatap berbinar ke arahnya saat Wangji memberi makanan Anjing padanya.
"Kakak, terimakasih banyak sudah memberi makanan untuk Fairy. Siapa nama mu? Bisakah kita berteman mulai sekarang?" Jiang Cheng mengulurkan tangannya dengan senyum merekah yang membuat matanya menghilang.
Wangji bahkan masih bisa mengingat senyuman itu hingga sekarang. Jiang Cheng benar-benar membuatnya jatuh cinta. Namun kini, orang itu juga memberinya begitu banyak luka di pertemuan pertama mereka setelah sekian lama berpisah. Apa Jiang Cheng memang menyiapkan semua ini sebagai kejutan untuk nya? Sebagai balasan pada Wangji yang pergi tanpa pamit sepuluh tahun lalu.
Ya! Sepertinya ini memang balasan untuknya.
.
.
.
"Kau sudah berbicara dengan Wangji?"
Jiang Cheng membenarkan posisi tidurnya menghadap Lan Xichen kala mendengar pertanyaan itu.
"Bicara?"
"Ya, aku merasa ada sesuatu yang perlu kalian selesaikan. Jadi aku memberi kalian waktu luang untuk kalian saling bicara."
"Tak ada sesuatu yang serius untuk ku dan Wangji bicarakan."
"Aku tidak tau apa yang terjadi pada kalian di masa lalu. Jadi maukah kau menceritakannya padaku? Agar aku tidak merasa kejanggalan lagi antara kalian."
Jiang Cheng tersenyum kecut. "Sebenarnya kami memang hanya teman. Tapi saat dia pergi begitu saja entah mengapa aku menjadi begitu marah dan membencinya dulu. Mungkin karena itu kami menjadi sedikit canggung sekarang."
"Dia tak mengatakan apapun padamu saat memutuskan untuk tinggal di Kanada?"
"Tidak sama sekali. Aku bahkan tidak tau kenapa dan kemana dia pergi saat itu."
"Saat itu, apa kau terluka?"
Jiang Cheng menatap Xichen sekilas. "Jawaban apa yang kau mau? Kejujuran atau kebohongan yang ingin kau dengar?"
"Katakan sejujurnya!"
Kini Jiang Cheng terlentang dengan pandangan tertuju ke langit-langit kamarnya.
"Tentu saja. Aku terluka saat itu. Setelah Wangji tiba-tiba menghilang begitu saja tanpa kutahu, seolah dia tidak ada di dunia yang sama denganku lagi, aku merasa sendiri dan kehilangan. Terpisah setelah terlalu terbiasa dengannya selama belasan tahun membuatku merasakan cambuk yang melukai hati. Pertumbuhan dan Perubahan ku, dia tau dan menyaksikan semua itu. Saat aku menjadi anak periang dan menyebalkan, dia ada. Saat aku menjadi pemarah dan tak sabaran, dia juga ada. Dan saat aku menjadi seseorang yang kelam dan tak menyenangkan, dia masih ada. Dia tetap disana di sisiku. Saat aku kehilangan kedua orang tua ku, aku kehilangan segalanya, termasuk diriku yang dulu. Tapi saat menyadari ada Wangji yang tak pernah beranjak dari hidupku, aku memiliki sedikit keinginan untuk hidup di tengah keputusasaan yang membara. Namun sejak hari itu, aku tidak dapat menemukannya lagi. Rasanya seperti mimpi saat dia tiba-tiba pergi setelah pertemuan kami sebelumnya. Aku bertanya-tanya apakah aku melakukan kesalahan? Kenapa dia pergi? Di pertemuan terakhir kami tidak terjadi perdebatan apapun. Dan sampai sekarang bahkan disaat dia sudah kembalipun aku masih tidak menemukan jawaban tentang mengapa dia melakukan itu."
"Lalu apa yang kau rasakan sekarang?" Tanya Lan Xichen setelah mendengar sesuatu yang memang ingin dia dengar meskipun ada sebagian hatinya yang tergores tatkala mengetahui Fakta bahwa hubungan antara adiknya dan Jiang Cheng tak sesederhana seorang teman biasa lainnya.
"Yang kurasa?"
"Ya! Apa yang kau rasakan setelah bertemu kembali dengannya?"
"Jujur saja aku bahagia saat mengetahui dia baik-baik saja. Sebelumnya aku tidak tau apakah bocah itu hidup atau mati. Tapi setelah melihatnya hari ini, aku merasa lega meskipun aku cukup terkejut karena dia adalah adikmu."
"Wanyin, apakah aku layak merasa khawatir akan pertemuan kalian?"
"Apa yang kau katakan?"
"Kalian dekat di masa lalu, aku takut kehilanganmu."
"Tidak akan. Dulu mungkin dia menjadi yang terpenting. Tapi tidakah kau lihat bahwa keadaan sekarang sudah berubah? Aku memiliki mu, aku memiliki Jingyi, dan aku mencintai kalian berdua. Kau tidak perlu khawatir! Apa yang terjadi dan apa yang ku lalui bersama Wangji itu hanya terjadi di masa lalu. Aku bahagia dengan mu, sejak dulu sudah ku katakan bahwa aku tidak akan meninggalkan mu kecuali kau sendiri yang meminta ku pergi."
"Tidak mungkin aku meminta permintaan konyol itu. Kau hidup ku Wanyin. Setiap aliran darah yang mengalir dalam tubuh ku, setiap detak yang berdenyut dari jantung ku itu karena adanya kamu dan Jingyi disini."
Tangan Lan Xichen terulur membelai pipi halus Jiang Cheng membuat sang empu memejam menikmati setiap sentuhan yang lembut dan penuh kasih sayang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark among Light. (Xicheng/Wangcheng)
Aktuelle LiteraturTentang bagaimana Lan Xichen merubah Hitam menjadi Putih, lalu membuatnya menghitam lagi. Juga... Tentang bagaimana Lan Wangji mencegah sang hitam untuk tidak kembali lagi. Ya! Ini adalah tentang bagaimana dua orang dalam satu marga, satu darah, ber...