25

291 44 8
                                    

Langit gelap, kilat menyambar, halilintar menggelegar. Tak terelakkan, air hujan mengucur dengan derasnnya, membasahi setiap benda yang berada di bawahnya.

Pria itu berdiri tegak dengan wajah menantang langit. Kedua tangannya terentang keatas. Rambut panjang dengan kepangan di kedua sisinya itu beriap mengikuti arah sang bayu. Derai tawa yang sebenarnya mirip lengkingan keluar dari bibirnya mengiringi gemuruh air hujan.

Pria itu, Jiang Cheng berjalan tanpa arah membelah hujan di tengah malam. Setelah sebelumnya dia menelpon dan meminta Huaisang untuk membawa Jingyi bersama nya sementara, Jiang Cheng pergi meninggalkan Xichen yang juga tengah meratapi kesalahannya di kamarnya.

Meski tubuhnya menggigil, Jiang Cheng tetap berjalan semakin jauh. Dimana pun. Kemana pun. Yang jelas Jiang Cheng tidak ingin bersama dengan Lan Xichen untuk sekarang ini.

Langkahnya gontai, tubuhnya bergetar hebat, sedangkan hujan turun semakin deras. Sebanyak itulah air mata Jiang Cheng yang di tumpahkannya. Ingatannya kembali pada masa dimana Lan Xichen pertama kali menghampirinya, dengan tak tau malu pria itu secara terang-terangan menunjukkan ketertarikannya pada Jiang Cheng. Bagi Jiang Cheng saat itu, Xichen adalah satu-satunya pria paling berani yang pernah ia temui. Pria itu tak menyerah untuk mengikuti Jiang Cheng kemanapun dan meminta Jiang Cheng untuk bersamanya. Hingga akhirnya benteng pertahanan Jiang Cheng runtuh juga. Lan Xichen, pria itu mampu membuat Jiang Cheng jatuh. Jiang Cheng dibuat jatuh cinta pada Lan Xichen. Cinta yang bahkan tak pernah Jiang Cheng berikan pada siapapun sebelumnya, bahkan tidak pada dirinya sendiri juga. Bagi Jiang Cheng, rasa yang dia punya untuk Xichen lebih dari segalanya. Tapi sial, Xichen malah dengan kurang ajarnya menghancurkan dia hingga melebur menjadi butir-butir debu yang tak berarti. Xichen mengoyak satu-satunya hati yang Jiang Cheng punya.

Jiang Cheng terlonjak mendengar bunyi klakson yang terdengar nyaring itu. Rupanya sejak tadi Jiang Cheng berjalan di tengah-tengah.

Seorang pria tinggi berbadan besar keluar dari mobil itu, berlari kecil menghampiri Jiang Cheng yang masih mematung dengan keadaan basah kuyup.

"Jiang Cheng?"

Jiang Cheng tak bergeming, ia masih berdiri dengan pandangan kosongnya.

"A-Cheng? Ada apa? Hey!" Nie Mingjue, pria itu mengguncang tubuh Jiang Cheng yang masih tak bereaksi sama sekali.

"A-Cheng, hey! Sadarlah! Lihat kakakmu! Ada apa?" Suara hujan yang cukup deras membuat Mingjue meninggikan suaranya.

Bukan jawaban yang keluar dari mulut Jiang Cheng, melainkan raungan dengan suara tangis yang memilukan.

Mingjue terkejut, namun dengan cepat dia segera membawa Jiang Cheng dalam pelukannya. Mengusap pelan punggung itu dan menepuk pucuk kepala Jiang Cheng lembut seraya merapalkan kalimat-kalimat penenang pada pria yang lebih muda darinya itu.

"Tak apa, tenanglah! Kakak disini!"

"D-dia! Dia mengkhianati ku." Ucap Jiang Cheng parau di sela tangisnya.

Ucapan Jiang Cheng membuat Mingjue cukup terkejut. Apa sepupu nya itu sungguh mengkhianati Jiang Cheng? Bagaimana mungkin. Yang dia tahu, Xichen begitu mencintai prianya ini.

Dark among Light. (Xicheng/Wangcheng)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang