Tubuh Jiang Cheng masih tergolek diatas kasur empuknya dengan mata terpejam seakan tak ingin mengakhiri sisa-sisa malam yang perlahan hilang. Matanya mengerjap beberapa kali tatkala merasakan terpaan sinar matahari yang telah mengintip, memaksa menerobos masuk melalui celah-celah jendela seakan ingin mengingatkan kalau hari tak lagi malam. Masih dengan mata yang belum terbuka sempurna, tangannya terulur meraba-raba tempat disampingnya. Jiang Cheng membuka matanya sepenuhnya kemudian bangkit mendudukan dirinya saat sadar bahwa tempat disampingnya sudah kosong. Matanya melirik ke arah jam yang tergantung di dinding kamarnya, ini baru sekitar pukul 07.00. Lalu kemana Xichen pergi? Tidak biasanya dia bangun sepagi ini.
.
.
.
Jiang Cheng memasuki kamar Jingyi yang berada tepat di samping kamarnya. Seulas senyuman terukir ketika dia melihat anaknya yang masih tertidur damai sembari memeluk boneka kesayangan yang di belikan Ayahnya.
Jiang Cheng duduk ditepi ranjang kemudian menunduk mencium dahi anaknya dengan penuh sayang.
"A-Yi, bangun nak!" Bisiknya lembut sembari mengusap-usap kepala Jingyi.
"Sudah pukul 07.00, kau harus sekolah!" Bisiknya lagi yang kini membuat Jingyi menggeliat.
"Ayo sayang." Ucap Jiang Cheng mendudukan Jingyi kala anak itu membuka matanya.
"Sudah pagi ya Ibu?" Jingyi berucap sembari mengucek matanya yang terlihat masih mengantuk.
Senyum Jiang Cheng semakin jelas kala melihat anaknya yang sesekali menguap. Sungguh, Jiang Cheng ingin memakan anaknya sendiri.
"Nyawa mu sudah terkumpul sepenuhnya kan? Sekarang ayo pergi mandi." Jiang Cheng kemudian bangkit dan menggendong Jingyi memasuki kamar mandinya.
.
.
.
Sementara itu di lain tempat, Lan Xichen tengah menyeruput teh yang baru saja di sodorkan seseorang padanya.
"Maaf menyuruh mu datang pagi-pagi." Ucap Cheng Xiao, orang yang baru saja membuatkan teh manis untuk Lan Xichen.
"Jadi apa yang mau kau katakan?" Tanya Lan Xichen sembari meletakan cangkir teh itu.
"Aku hanya ingin bertanya. Setelah malam itu, pernahkah kau memikir kan ku?"
Lan Xichen menoleh menatap wanita di sampingnya.
"Aku mengingat mu sesekali."
Cheng Xiao tersenyum mendengar jawaban tak terduga itu.
"Kenapa?" Tanya Cheng Xiao membuat Lan Xichen sedikit merenggut.
Benar! Kenapa terkadang Lan Xichen mengingat Cheng Xiao? Bahkan di tengah-tengah rasa bersalah nya pada Wanyin, Xichen tidak bisa membohongi dirinya bahwa dia juga merasa bersalah pada wanita ini. Bagaimana pun yang terjadi malam itu juga kesalahannya. Dia yang memulai semua itu. Setelah kejadian malam itu, Xichen melihat ada yang berubah dari Cheng Xiao. Wanita ini menjadi lebih pendiam dan murung. Apa semua ini di sebabkan oleh kejadian malam itu? Saat pertama kali mengenal Cheng Xiao, wanita itu meninggalkan kesan yang kurang baik untuknya karena memiliki cara berpakaian yang kurang sopan. Tapi setelah dipikir-pikir lagi Cheng Xiao tidak seburuk yang dia kira. Wanita ini cukup baik dan penuh perhatian. Jika perubahan nya saat ini di karenakan ulahnya, Lan Xichen sungguh akan merasa sangat bersalah. Lalu, apakah dirinya yang terkadang mengingat Cheng Xiao ini karena rasa bersalah nya juga? Atau justru karena beberapa hal dan perasaan lain yang tidak ia sadari?
"Tidak tau. Aku hanya merasa sudah merugikan mu." Jawab Xichen pada akhirnya.
"Bolehkah aku berterus terang bahwa aku juga selalu memikirkan mu Presdir? Aku tau kau sudah berkeluarga, tapi aku tetap ingin mengatakan kebenarannya padamu bahwa aku menyukaimu."
Lan Xichen menatap tak percaya pada Cheng Xiao.
"Bagaimana bisa? Apa karena malam itu?"
"Tidak. Aku menyukaimu sebelum itu. Saat aku bertemu denganmu untuk yang pertama kalinya, aku sudah menyukaimu. Aku tau ini salah karena kau sudah berkeluarga. Maafkan aku, kau bisa melupakan nya dan tidak perlu memikirkannya."
Lan Xichen memandang bingung gadis disampingnya. "Aku minta maaf." Dia sungguh tidak tau harus berkata dan bereaksi seperti apa.
"Tidak apa-apa. Tapi Presdir, boleh kah aku meminta sesuatu?"
"Apa?"
"Jika aku mengandung anakmu, bisakah kau tidak memintaku menggugurkannya? Kau tidak perlu bertanggung jawab jika kau tidak mau. Tapi biarkan aku melahirkan dan membesarkan nya."
Lan Xichen tertegun. Benarkah ada kemungkinan dia memiliki anak dari orang lain selain istrinya? Seumur hidup dia tidak pernah mengharapkan ini terjadi. Tapi bukankah nasi sudah menjadi bubur? Kenyataan tetaplah kenyataan. Jika nanti Cheng Xiao mengandung anaknya, mau tidak mau dia harus bertanggung jawab meski kedepannya tidak akan mudah. Karena dia tidak mungkin menelantarkan apalagi membunuh darah dagingnya sendiri, terlebih saat mendengar dan melihat raut wajah Cheng Xiao saat ini. Xichen jelas bisa melihat kesedihan dan ketakutan disana. Perkataan Cheng Xiao barusan entah mengapa menghangatkan hatinya. Wanita ini berkata akan mengurus anaknya sendiri jika Xichen tidak menerima mereka. Xichen tidak tau bahwa hati Cheng Xiao ternyata seluar biasa ini. Dan hal ini semakin membuat Lan Xichen merasa bersalah karena sudah membuat gadis sebaik Cheng Xiao berada dalam situasi dan perasaan seperti ini.
"Jangan khawatir, sudah ku katakan bahwa aku akan bertanggung jawab jika memang itu terjadi." Ucap Lan Xichen sembari menepuk pelan bahu Cheng Xiao.
Xichen ini antara gampang banget luluh sama omongan orang atau dia ini emang gampang di begoin nya ya guys
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark among Light. (Xicheng/Wangcheng)
Fiksi UmumTentang bagaimana Lan Xichen merubah Hitam menjadi Putih, lalu membuatnya menghitam lagi. Juga... Tentang bagaimana Lan Wangji mencegah sang hitam untuk tidak kembali lagi. Ya! Ini adalah tentang bagaimana dua orang dalam satu marga, satu darah, ber...