30

291 36 22
                                    

Xichen adalah orang kesekian yang kembali mematahkan hatinya, setelah dia merasakan kepatah hatian terbesarnya saat kehilangan orang tua nya, lalu saat Wangji pergi meninggalkannya sepuluh tahun lalu. Ya, tentu saja Jiang Cheng juga terluka saat Wangji meninggalkannya. Namun rasa sakit itu tidak sehebat yang sudah Xichen berikan sekarang. Angan-angannya mengudara, menyusuri setiap celah ruang hatinya yang mengandung rindu dan berakhir pada satu bayangan. Lagi lagi itu adalah Xichen.

"Wanyin." Tegur Wangji seraya menghampiri Jiang Cheng yang menyandarkan dirinya di kepala ranjang.

Jiang Cheng melirik Wangji sekilas kemudian kembali tenggelam dalam lamunannya tanpa menghiraukan Wangji yang menatapnya dalam.

Perlahan Jiang Cheng merasakan tangannya digenggam oleh seseorang. Dan dia tahu, siapa seseorang yang menggenggam tangannya kali ini. Orang itu masih sama. Wangji.

"Kau masih memikirkannya?" Tanya Wangji kali ini.

"Tentu saja. Rasanya baru kemarin aku masih tertawa bahagia disisinya. Tapi mulai pagi ini aku terpaksa harus membiasakan diri terbangun tanpa melihat nya yang terlelap tidur di sampingku. Ini tidak mudah Wangji. Melupakannya adalah hal yang tak akan pernah bisa kulakukan."

"Kamu bisa jika kamu mencobanya. Wanyin, yang ku tau kau adalah orang yang kuat. Kau pintar, kau cantik Wanyin. Kau bisa melakukan apapun yang kau mau. Percaya padaku." Wangji menatap Jiang Cheng lekat-lekat. Menggenggam tangannya, memberikan Jiang Cheng sebuah kekuatan untuk menghadapi semua ini.

Jiang Cheng melepas genggaman Wangji. Tangannya kini memeluk lututnya sendiri.

"Tidak Wangji. Aku tidak bisa! Aku mencintainya! Aku sungguh mencintainya! Dan d-dia, dia juga mencintaiku sebelumnya. Rasanya menyesakan sekali Wangji, kau tak akan mengerti. Kau tidak tau bagaimana terlukanya aku!"

"Kau terluka? Kau tau siapa disini yang paling terluka? Lihat aku! Tidak ada orang lain yang mengenal luka lebih dari aku! Kau juga tidak tau seberapa dalam aku terluka! Layaknya kau yang tak pernah mengerti arti sebuah rasa. Kau tau sebesar apa aku mencintaimu. Kau bahkan tau dari dulu hanya saja kau tidak mau mengakuinya kan? Dan sekarang pun masih tetap sama, disaat aku disisimu dan mencoba untuk menyalurkan segala cinta dan kasih yang kupunya padamu, kau masih mengharapkan bajingan itu? Menurut mu apa aku baik-baik saja?"

Wangji mengungkapkan perasaan menyakitkan yang selama ini dia tahan. Dia benci melihat Jiang Cheng yang harus terjatuh dan lemah hanya karena seorang pengkhianat. Sumpah serapah Wangji ucapkan dalam hatinya. Mengapa dia tidak seberuntung Xichen yang masih Jiang Cheng cintai bahkan setelah semua yang pria itu lakukan? Sedangkan Wangji, dia harus mencintai Jiang Cheng yang hatinya tertinggal pada Lan Xichen. Sekarang sudah jelas bukan siapa yang terluka? Wangji! Ya itu dirinya! Wangji terluka hanya karena terlalu mencintai Jiang Cheng.

.

.

.

Xichen menyeruput kopinya, hari ini benar-benar dingin. Mungkin karena musim Hujan yang telah datang. Xichen menaruh kembali cangkir kopinya. Matanya sibuk menatap jendela kamarnya yang sekarang perlahan mulai buram akibat air hujan.

Ingatannya kembali pada Wanyin dan Jingyi. Terlepas dari apa yang sudah dia perbuat, bagaimana pun Xichen masih menyayangi kedua malaikatnya.

Jiang Cheng begitu menyukai hujan. Dulu setiap kali hujan datang, dia akan tersenyum dan berlari ke jendela kamar untuk memandang deraian air yang turun dan bercerita pada Xichen tentang kisah-kisanya. Namun kini ketika Xichen melihat hujan datang, dia merasa Hujan  datang hanya untuk merutuki Xichen atas kesalahannya.

Xichen tahu dia salah, namun dia tak punya keberanian untuk memperbaikinya lagi.

"Wanyin, tahukah kau bahwa aku juga sakit? Aku menyadari betapa menyakitkannya kehilangan dirimu, dan lebih sakit lagi adalah kenyataan bahwa aku kehilanganmu karena kesalahanku sendiri."

"Aku tahu kamu terluka, aku juga mendengar tangismu malam itu, namun aku tak berani berlari ke sana untuk sekedar mendatangimu dan memelukumu sama seperti yang lalu."

"Kau tau kenapa aku seolah membuang dan mengabaikanmu? Karena akulah yang menyebabkan mu merasakan sakit itu, sehingga aku tahu bahwa aku tak lagi pantas bagimu."

"Aku memang mungkin sudah menyukai Cheng Xiao, ya kuakui itulah kesalahanku. Tapi aku juga menyesal Wanyin. Rasa bersalah akan kebodohanku sendiri pun selalu menjadi alasan aku tidak pernah berlari lagi ke arahmu, biarkanlah aku berlari ke arah yang lain, untuk membiarkan waktu mengobati rasa di hatiku dan juga untuk agar waktupun mampu mengobati rasa di hatimu."

Entah berapa lama Xichen berdiri dan melamun disana. Dia terus saja bercakap dengan hatinya sendiri yang sudah pasti tidak akan di dengar oleh orang lain.

Dark among Light. (Xicheng/Wangcheng)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang