56 (end)

862 60 53
                                    

Jiang Cheng selalu menganggap bahwa kenangan seseorang dapat dianalogikan sebagai bintang. Alasannya? Entahlah, dia hanya tahu begitu saja. Setiap malam ketika dia memandangi bintang-bintang di langit, dia selalu teringat akan kenangan-kenangan masa lalu yang indah. Seolah-olah, setiap bintang itu menyimpan memori yang ingin kita ingat selamanya.

Sebuah cerita rakyat lama di tempatnya dulu tinggal berkata, ketika seseorang mati, bintang yang menyimpan memori mereka akan pecah menjadi serbuk yang berkilau. Serbuk ini akan terbang ditiup angin dan tersebar ke seluruh penjuru dunia, kemudian lenyap begitu saja.

Hamparan pantai yang indah tersaji di hadapan Jiang Cheng. Tamparan keras dari takdir benar-benar membuat dunianya jungkir balik. Dia duduk di pasir dan meluruskan kadua kakinya dengan rileks. Ingatannya kembali menerawang pada kejadian enam tahun lalu.

Tubuhnya tiba-tiba bergidik ngeri kalah mengingat saat dimana dia mendengar suara alat detak jantung yang terhenti.

Meninggalkan kenangan menyakitkan itu, Jiang Cheng beralih memperhatikan seorang bocah berusia enam tahun yang tengah membangun istana pasir bersama pria dengan rambutnya yang berwarna hitam legam, matanya berwarna sebiru laut, dan juga senyumnya yang begitu menenangkan meski dilihat dari kejauhan. Sinar matahari yang menyorot membuatnya terlihat semakin bersinar.

Jiang Cheng bangkit dan berjalan menghampiri kedua orang itu. Dia tersenyum dengan air mata yang jatuh ke pipinya ketika dia melihat dua orang yang begitu dicintainya tengah tertawa.

Jiang Cheng memperhatikan Lan Shizui yang duduk di pangkuan Wangji. Mereka terlihat asik membangun istana pasir sambil sesekali saling menjahili satu sama lain.

Ya. Di tengah keputusasaan Jiang Cheng saat itu, Tuhan memberikan keajaiban pada Wangji.

Flashback on

Jiang Cheng menangis sejadi-jadinya saat dokter berkata bahwa suaminya sudah tiada. Jiang Cheng luruh bagai daun yang jatuh dari tangkainya. Dia telah kehilangan suami tercintanya. Dia kehilangan seluruh hidupnya.

Tidak! Jiang Cheng tidak bisa menerima itu. Dia bangkit kemudian mengguncang keras tubuh Wangji.

"BANGUN! KUBILANG BANGUN!"

"KENAPA KAU LAKUKAN INI PADAKU?"

"APA KAU BERNIAT BALAS DENDAM PADAKU?"

"APAKAH KAU SENGAJA INGIN MEMBALASKU KARENA SUDAH MEMBIARKAN MU MENCINTAI SENDIRIAN SELAMA 24 TAHUN?"

"KAU BISA MENGHUKUM KU DENGAN CARA APAPUN. TAPI JANGAN TINGGALKAN AKU SEPERTI INI!"

"BAGAIMANA AKU DAN SHIZUI BISA HIDUP TANPAMU LAN ZHAN?"

"Nyonya, ini semua sudah takdir."

Jiang Cheng memandang marah pada dokter yang baru saja berusaha menenangkannya.

"Takdir?"

"TAKDIR?"

"LALU KENAPA TAKDIR SELALU MEMPUNYAI KEHENDAK SENDIRI ATAS DIRIKU? APAKAH TAKDIR SEBEGITU IRINYA TERHADAP KEBAHAGIAAN ORANG LAIN?"

"KENAPA DIA MENGAMBIL SUAMIKU?"

"KENAPA DIA MERENGGUT SEORANG AYAH DARI ANAK YANG BARU SAJA LAHIR DI DUNIA INI?"

Dada Jiang Cheng bergerak naik turun. Nafasnya tersenggal. Dengan nada yang lebih lirih dia kembali berkata.

"Apakah takdir harus sekejam itu padaku dan anakku dokter?"

Jiang Cheng mengulurkan tangannya, mengambil alih kembali Shizui dari tangan dokter itu.

"Nak, ayo bangunkan ayahmu."

Dark among Light. (Xicheng/Wangcheng)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang