• Don't forget to vote for this book.
Happy reading...···
Satu minggu berlalu.
Saat ini, Haruto bersama dengan Mashiho tengah belajar tepat di perpustakaan milik sekolah.
Haruto memutuskan guna belajar karena tak lama lagi sekolah akan mengadakan ujian beberapa minggu ke depan. Jadi ia tak ingin membuang buang waktu itu secara sia sia.
Walaupun di setiap hari nya Haruto selalu belajar dirumah atau sekedar membaca buku, ia tak perduli. Haruto harus belajar lebih giat lagi karena pembelajaran kali ini untuk meningkatkan nilai nilai prestasi milik nya.
"Cio, apakah nanti kita akan mendapatkan ranking lagi?" Tanya nya tiba tiba pada Mashiho
"Ruru, kita ini sangat pintar, dengan jelas kita pasti akan mendapatkan rangking lagi. Kamu gimana sih, huh!" kesal Mashiho
"Heum.. Ruru takut tidak mendapatkan ranking, dan juga Ruru takut Ayah dan Bunda akan marah.." ujarnya sendu
Mashiho yang mengerti keadaan saat seperti ini dan lagi Haruto yang berbicara seperti itu, ia segera beralih dari tempat duduknya yang tadi tempatnya dihadapan Haruto, kini berpindah pada kursi samping sang empu.
"Ruru sudah pintar dan termasuk siswa cerdas yang paling berbakat dari semua siswa siswi disekolah. Jadi Ruru tidak boleh putus asa, Ruru masih ingat kan sama orang tua Ruru pernah berpesan apa?" Mashiho mengelus punggung Haruto
"Ruru sangat ingat, Ayah dan Bunda selalu saja berbicara seperti ini 'Ruru harus menjadi anak pintar, tidak apa jika Ruru tak mendapatkan rangking atau juara. Yang terpenting Ruru sudah berniat untuk belajar' gitu.."
"Terus ada lagi, 'Jika Ruru menjadi anak baik dan cerdas, Ayah dan Bunda akan membelikan satu kotak coklat dari Australia, nanti.' ah.. Ruru jadi rindu dengan Ayah dan Bunda.." lanjutnya
Haruto berucap dengan demikian, tanpa sadar air mata nya menetes dari pelupuk matanya, Ia menjadi rindu dengan mediang kedua orang tuanya.
Mashiho yang sedari tadi mendengarkan ucapan nya itu, segera ia membawa Haruto ke dalam dekapannya, lalu mengelus punggung nya dengan pelan dan membiarkan Haruto menangis sesukanya.
Benar, jika mediang kedua orang tua Travis dan Haruto selalu berkata seperti itu pada kedua putra mereka.
Kedua mediang orang tua mereka mengharapkan, jika mereka hanya ingin kedua putranya menyimpan ilmu untuk kedepan nya agar tidak sia sia. Persetan jika mereka tak mendapatkan rangking, yang terpenting semua ilmu belajarnya sudah mereka kuasai dan dipahami walaupun tidak sepenuh nya.
Orang tua mereka tak pernah sekalipun menuntut sang putra guna mendapatkan rangking atau juara lalu ikut dengan lomba kepintaran akademis, tidak, itu sama sekali tidak. Mereka hanya ingin kedua putranya mandiri tanpa meminta bantuan pada orang lain lagi, nantinya.
"Jadi, apakah nanti Ruru ingin mengunjungi tempat dimana kedua orang tua Ruru berada?" Tanya nya dengan lembut agar tidak menyinggung perasaan Haruto saat ini, dan membuat sang empunya kembali sedih
"Ruru ingin sekali. Tetapi jika Ruru mengunjungi tempat itu, Ruru harus membawa dua tangkai bunga mawar untuk Ayah dan Bunda. Mereka berdua sangat suka dengan bunga mawar!" pekiknya ringan.
"Kalau begitu, bagaimana jika pulang sekolah nanti kita pergi kesana? Nanti ditemani oleh Kak Jaden.." tutur Mashiho
"Mau! Ruru ingin sekali. Makasih Cio.." Haruto kembali memeluk tubuh Mashiho.
Kini sudah waktunya pulang sekolah, karena bell sekolah juga sudah berdering yang menandakan jika pembelajaran telah usai.
Haruto berjalan dengan salah satu tangan yang menggenggam tangan milik Mashiho, kini mereka berdua berjalan menuju halte dam menunggu Jaden menjemput nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Emmoniká Dídyma | TravisHaruto
Ficción GeneralSosok pemimpin yang memiliki keinginan besar untuk melindungi keluarga yang tersisa. Namun apa daya dengan gangguan psikologis yang di deritanya sejak usianya masihlah terbilang kecil, hingga hal tersebut akhirnya menciptakan kesalahan fatal yang mu...