OT : 15 [1]

688 65 0
                                    

• Don't forget to vote for this book.
Happy reading...

···

"Hiks.. Kak Juna, kak Jaden.. hiks.." Haruto kembali menangis dalam dekapan Junathan

"Sudah, berhentilah menangis, biarkan Travis pergi dan menyadari semuanya." Ujar Junathan dengan terus mengelus surai rambut juga mengusap lembut punggung Haruto

"Hiks.. Ruru salah ya? Hiks.. Ruru jahat, Ruru tidak ingin memaafkan Kakak, hiks.. Ruru jahat.." racau Haruto

"Ruru tak salah, dan Ruru tidak harus membenci Travis. Ruru hanya bingung dengan apa yang Ruru pikirkan." Kali ini Jaden berucap

"Ruru tidak suka menjadi jahat, Kak Jaden, hiks.. Ruru nakal, makanya Kakak marahin Ruru karena tidak nurut padanya, hiks.."

"Kakak pergi ninggalin Ruru, Ruru mau Kakak, Ruru tidak mau jauh dari Kakak, hiks.." Haruto terus meracau dalam dekapan sang kakak sepupu

'Lihatlah, Travis. Bahkan bajingan sepertimu masih dicari oleh sosok lugu yang berada di dekapanku. sekalipun dengan masa depannya yang hancur karena kau yang seperti bajingan.' batin Junathan

'Lihat Travis. Haruto terus menginginkanmu jika kau berada di sampingnya walaupun kau telah melakukan hal yang buruk padanya. Ia mencarimu, Travis. Semoga dengan cara ini, pikiran dan jiwa mu, termasuk kau yang sangat terobsesi padanya, kini menghilang. Kembalilah pada adikmu, dia selalu menunggumu.' batin Jaden

Tanpa disadari oleh Haruto, Junathan dan Jaden meluruhkan air matanya yang ke sekian kalinya.

Mereka berdua tak bisa melihat Haruto yang sehancur ini, mereka tidak bisa. Bagaimanapun juga, Junathan dan Jaden harus menjauhkan Haruto dari jeratan Travis.

Tak perduli dengan fakta yang diberikan oleh Travis baru saja, jika memang benar bahwa Haruto bukan adik dari sosok Garenzalo Travis.

"Ruru, kali ini tinggalah bersama Kakak, ya? Demi kebaikan kamu dan tak akan merasakan lagi yang namanya kesepian." ujar Jaden

Ucapannya tak ada balasan dari sang empu, Jaden hanya memaklumi. Biarkan Haruto meluapkan emosinya yang terpendam hari ini, walaupun dengan cara menangis lirih.





Sudah satu minggu lamanya, Haruto bahkan enggan melakukan apapun selain memikirkan Travis yang entah berbuat apa disana.

Bahkan para maid di mansion milik Junathan dan Jaden telah membujuknya berulang kali dengan mengajaknya bermain ataupun menyuruhnya makan pagi, siang dan malam.

Namun Haruto tetap tak menggubris sedikitpun perkataan mereka yang ia tak tahu didengar atau tidak.

Selama satu minggu ini, Haruto hanya mendekam dikamar kedua kakak sepupunya itu. Bahkan ia enggan untuk segera keluar dari kamar selama ini. Terkecuali mendapatkan paksaan dari Junathan yang menyuruhnya keluar guna sekedar makan agar mengisi perut kosongnya, demi Haruto dan jiwa yang berada di kandungannya, termasuk kesehatan sang adik.

"Bagaimana?" Ujaran itu bermuncul ketika sosok lain yang baru saja kembali dari kantor perusahaan nya, yang tak lain ialah Junathan

"Tetap saja, Tuan. Bahkan kami telah sedikit memaksanya hanya untuk makan siang, dan dia tetap tak menginginkan nya." Jawab Maid

"Baiklah, tak apa. Sekarang, kau bisa kembali berkerja dan kemarikan nampan itu." Perintahnya sembari mengambil nampan berisi nasi beserta lauk dan segelas susu putih.

Maid itu segera kembali pada perkerjaannya, membiarkan sang Tuan yang kini mengatasi adik sepupu nya.

Junathan menghela nafas, sungguh, memang sulit menghadapi Haruto saat ini, bahkan ia merasa tak tega melihat tubuh tersebut semakin kurus dari berat badan idealnya. Dan Junathan takut akan kandungan Haruto yang melemah, hanya karena kurang nutrisi.

Emmoniká Dídyma | TravisHarutoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang