𝟑𝟔. 𝐒𝐢𝐬𝐢 𝐋𝐚𝐢𝐧 𝐀𝐫𝐥𝐞𝐧𝐚

296 27 145
                                    

VOTE DULU. AKU MAKSA!
Jangan malu buat nulis komentar juga, ya.
Terima kasih

Selamat Membaca

☆☆☆

Arlena kini masih tertidur pulas di kamarnya. Ya, Arlena dan keluarga besarnya, termasuk Dara, telah berlibur di Lombok selama seminggu. Mereka baru pulang kemarin malam, oleh karena itu Arlena masih terlelap dalam mimpinya.

TOK TOK TOK

"Arlena," panggil seseorang dari luar pintu.

Tentu saja tidak dijawab oleh Arlena karena gadis itu menyembunyikan kepalanya di bawah bantal.

KLIK

Adair Malvian, papa Arlena, kini tersenyum melihat posisi tidur putrinya yang tergolong unik bin aneh. Laki-laki paruh baya itu mendekat ke ranjang dan mengelus bahu Arlena.

"Bangun, Len. Udah jam sembilan," ucapnya lembut.

Arlena menyingkirkan bantal dari wajahnya seraya mengerjapkan matanya berkali-kali. "Morning, Pa," ucap Arlena serak.

Adair mengangguk, "Morning. Peluk dulu sini."

Gadis itu terduduk dengan senyum tipis. Dia segera memeluk Adair dan mengecup pipinya. Ini adalah kebiasaan keluarga Malvian. Setiap bangun tidur harus memberikan pelukan dan kecupan kepada orang tuanya.

Namun seiring bertambahnya usia Arvin, kini kakaknya itu hanya mencium pipi mamanya saja. Untuk papanya hanya sekedar memeluk. Berbeda dengan Arvin, Arlena tetap melakukan kebiasaan tersebut terhadap orang tuanya.

"Cuci muka sama gosok gigi dulu, ya," perintah Adair.

Arlena mengangguk dan masih tetap memeluk papanya. "Iya. Gendong sampe kamar mandi dong, Pa. Arlena males jalan," adunya.

"Kok masih manja, sih? Gak malu sama sabuk judo?"

"Gak, tuh. Arlena gak peduli."

Adair terkekeh dan langsung menggendong tubuh Arlena seperti koala. Arlena tertawa, "Hahaha. Makasih, Pa."

Setelah di depan kamar mandi, papanya menurunkan Arlena. "Jangan lama-lama. Udah ditunggu sama yang lain, oke?"

"Oke."

Arlena langsung masuk ke dalam kamar mandi sesuai perintah dari papanya.

☆☆☆

Setelah acara sarapan telah selesai, kini Arlena bersama keluarganya sedang mengobrol ringan di taman belakang rumahnya. Ditemani teh hangat dan juga camilan khas yang telah mereka beli sewaktu di Lombok.

Arlena menyandarkan kepalanya di bahu Adair sembari memakan kacang kapri. "Kak, gak bisa dikerjain nanti apa tugasnya?" heran Arlena.

Arvin mendongak sekilas lalu kembali berfokus ke laptopnya. "Lebih cepet lebih baik, Len," ucapnya.

Kamelia, mamanya, hanya terkekeh geli. "Biarin aja, Len," timpalnya.

𝐑𝐀𝐂𝐇𝐄 ( 𝐄𝐍𝐃 )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang