𝟑𝟓. 𝐏𝐞𝐫𝐦𝐢𝐧𝐭𝐚𝐚𝐧 𝐒𝐡𝐚𝐤𝐚

324 30 133
                                    

VOTE DULU. AKU MAKSA!
Jangan malu buat nulis komentar juga, ya.
Terima kasih

Selamat Membaca

☆☆☆

Hari-hari berlalu begitu cepat sampai siswa kelas dua belas tiba di ujung tahun. Mereka telah melaksanakan UAS dan hari ini waktunya pengambilan raport. Arlena meminta Arvin untuk mengambil raport miliknya. Dia tidak mau jika orang tuanya datang ke sekolah, terlebih lagi bertemu dengan Shaka. Cukup Arvin saja yang dikenal oleh Shaka, jangan orang tua, kerabat, apalagi Sandara.

"Raport kamu diambil Bang Arvin, kan?" tanya Shaka.

Arlena yang sedang menulis lantas menganggukkan kepalanya. "Iya."

"Habis ambil raport nanti keluar, yuk!" ajak Shaka.

"Aku males keluar," sahut Arlena.

Ya, keduanya memutuskan untuk mengubah cara bicara mereka menjadi aku-kamu. Tentu saja atas paksaan Shaka, tidak mungkin Arlena yang memintanya apalagi memulainya terlebih dulu. Dia bukan perempuan yang seperti itu.

"Ayo, dong. Ya, Sayang?"

"Ke mana?"

"Kamu maunya ke mana? Bakal aku kabulin," tanya Shaka lembut.

Arlena menimang ucapan Shaka. Tiba-tiba saja muncul ide jahil di kepalanya. "Bener, ya?"

Shaka mengangguk, "Iya, Sayang. Udah diputusin?"

"Udah."

"GUYS, UDAH WAKTUNYA MAU AMBIL RAPORT. RAPIHIN BARANG KALIAN TERUS KELUAR KELAS. JANGAN PULANG SEBELUM BEL BUNYI!" teriak ketua kelas XII IPA 1 dengan lantang.

"IYA!"

"Aku bantu rapihin barang kamu," tawar Shaka.

"Makasih."

Shaka tersenyum sebagai balasan. Kemudian laki-laki itu menutup buku dan memasukkan alat tulis ke dalam kotak pensil. Dia memasukkan semuanya ke dalam tas Arlena lalu menggendongnya bersama dengan tas miliknya.

"Ayo, Len."

"Hm."

Shaka juga mengambil tas kedua sahabatnya karena Ari dan Aaron sedang berada di kantin. Di lorong lantai dua penuh dengan murid-murid yang juga keluar dari kelas. Para wali murid juga mulai berdatangan.

"Kamu duduk di situ, Len."

"Kamu?"

"Aku? Aku berdiri aja," sahut Shaka. Memang bangku yang tersedia di depan kelas tergolong banyak, namun semuanya sudah penuh dengan murid lain.

"Gak papa?" tanya Arlena lagi.

"Iya. Duduk, gih."

Baru saja Arlena duduk, matanya menangkap sosok Zaira dari kejauhan. Beliau sedang berjalan ke arah mereka. "Mama kamu dateng, Ar," tunjuk Arlena dengan dagunya.

𝐑𝐀𝐂𝐇𝐄 ( 𝐄𝐍𝐃 )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang