Bab 07

30.2K 2.4K 35
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Begitu masuk, Praja langsung di suguhi pemandangan dua orang berbeda jenis kelamin yang sedang bertukar salivah di dekat pintu masuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Begitu masuk, Praja langsung di suguhi pemandangan dua orang berbeda jenis kelamin yang sedang bertukar salivah di dekat pintu masuk. Siapa saja yang keluar atau masuk lewat pintu ini pasti akan langsung bisa melihat kelakuan dua orang itu.

"Sialan! Gak ada tempat lain apa?"

Praja mengedarkan pandangannya ke segala arah, sampai matanya menemukan posisi sang pemilik Club yang sedang duduk di meja bar.

Perjalanan menuju tempat di mana Tian duduk ternyata tidak semudah yang terlihat. Ada saja rintangan yang datang, mulai dari orang-orang yang menggila di depan Dj yang sedang beraksi, sampai dengan godaan perempuan malam.

Praja menepuk pundak Tian sampai akhirnya laki-laki itu menoleh dan keduanya melakukan tos ala laki-laki.

"Rey, kasih dia yang kayak biasa." Perintah Tian pada bartendernya.

"Santai aja, baru juga datang." Praja duduk di samping kiri Tian, ikut memperhatikan cara Rey meracik minumannya.

"Jadi gimana perkembangan kasus tanah itu?" Praja yang lebih dulu membuka suara.

Praja memang meminta Tian untuk menyelidiki asal usul tanah kosong yang akan di belinya dari Sucipto Brahma, salah satu anggota dewan yang belakangan baru di ketahui namanya sudah masuk ke daftar hitam KPK. Sialnya, Praja baru tahu setelah membayar setengah dari harga yang di sepakati. 4 miliyar bukan jumlah yang kecil.

"Lo serius mau bahas kerjaan di sini?"

Praja terkekeh, "Ya abisnya gimana? Lo susah banget di ajak ketemu, anjing. Siang kerja, malem ngebucin. Waktu yang pas buat ketemu lo ya ini..." Praja melirik jam di pergelangan tangannya yang menunjukan pukul satu malam. "Malam menjelang pagi."

Tian tertawa, ikut membenarkan tuduhan Praja. "Gue cuma bisa kesini pas cewek gue udah tidur. Lo harusnya bikin janji dulu kalo mau ketemu gue, minimal seminggu sebelumnya lah."

"Bangke!"

Tian mengeluarkan ponsel dari saku celananya, membuka sesuatu di sana lalu menunjukannya ke Praja. "Kurang dari dua bulan lagi dia bakalan di ciduk, KPK lagi ngumpulin bukti-bukti korupsinya dan semua aset Sucipto. Tapi lo beruntung karena tanah itu belum terendus KPK. Siapin sisa pembayarannya aja, gue usahain dalam waktu dekat sertifikat tanah itu udah ada di tangan lo."

Praja tersenyum puas, mengangkat gelasnya dan langsung di sambut oleh Tian dengan membenturkan gelas keduanya pelan.

"Boleh gabung?"

Praja dan Tian kompak menoleh ke arah suara. Melihat perempuan dengan baju kurang bahan berdiri di samping Praja, Tian diam-diam tersenyum miring.

"Sure." Jawab Praja.

Melihat sinyal yang di berikan oleh Praja, Tian mendekat dan berbisik di telinga Praja. "Bungkus aja bungkus."

Praja langsung mendelik lalu balas berbisik, "Kenapa nggak lo aja?"

Tian spontan menggeleng lalu meneguk habis sisa minumannya, "Sorry, mine is more interesting. Sekarang cuma Deelara yang bisa bikin gue horny." Tian menepuk bahu Praja lalu menghilang di antara lautan manusia.

"Sialan!"

Praja yang hendak meneguk minumannya langsung mengurungkan niatnya saat merasakan sentuhan di pahanya. Di liriknya tangan yang masih mengelus pahanya dengan sensual, Praja memutuskan untuk merubah duduknya menghadap perempuan itu. Menopang kepalanya dengan satu tangan, lalu mulai meneliti penampilan perempuan itu dari atas sampai bawah.

Rambut hitam panjangnya di biarkan tergerai, wajahnya juga cukup cantik meski harus di bantu dengan make up yang cukup tebal, leher dan bahunya yang terbuka cukup menarik perhatian Praja, di tambah lagi dengan ukuran dadanya yang lumayan besar. Sepertinya akan sangat menyenangkan kalau bisa menghabiskan malam dengan perempuan ini.

Praja tersenyum miring, "What's your name?"

"Melisa."

Praja mengangguk, tangannnya mulai menyentuh jari-jari halus yang tadi bermain di pahanya. "Beautiful name. So, want to come with me?"

Di depannya, Melisa menggigit bibirnya dengan sensual. "Sure."

Praja baru saja ingin membawa Melisa pergi, tapi getaran di saku celananya berhasil menghentikan langkahnya. Di lihatnya nama yang muncul di layar ponselnya 'Savannah'. Perempuan yang akhir-akhir ini sulit dia abaikan keberadaannya.

Dengan ponsel yang masih menampilkan Nama Nana, Praja menatap Melisa, "Sorry, kayaknya lo gak bisa ikut gue."

Lalu dengan langkah panjang Praja buru-buru keluar dari Hell Club, beberapa kali juga dia sampai menabrak orang-orang yang menghalangi jalannya.

"Halo, Na?"

Praja langsung menjawab panggilan telepon dari Nana saat berhasil keluar dari tempat terkutuk itu. Napasnya memburu seperti orang yang baru saja lari maraton. Dan mungkin saja Nana menyadari itu, karena perempuan itu langsung bertanya.

"Mas abis olahraga?"

Praja menelan ludahnya susah payah, tenggorokannya terasa kering dan dia butuh air untuk itu. "Tadi saya di Club, buru-buru keluar pas kamu telepon. Kenapa, Na?"

Saat menemukan mobilnya, Praja langsung masuk dan mencari botol air mineral yang biasa dia simpan di mobil.

"Mas ngapain di club? Ini udah hampir pagi loh, Mas."

Praja tertawa mendengar pertanyaan konyol Nana. Ngapain di Club? Ya ngapain lagi kalau bukan cari hiburan?

"Pemilik Club-nya temen saya dan dia cuma bisa di temuin jam-jam segini." Praja melirik jam di pergelangan tangannya, hampir pukul tiga pagi. "Kamu sendiri, kenapa belum tidur?"

Di seberang sana, Nana menghembuskan napasnya panjang. Sepertinya ada yang mengganggu pikiran perempuan itu. Tapi Praja memilih diam, menunggu sampai Nana mau bicara.

"Aku baru pulang dari kantor polisi, Mas."

"Hah?" Praja langsung menegakkan posisi duduknya, "Kenapa kamu bisa sampe di kantor polisi, Na? Any problems?"

"Tadi aku ke super market yang di deket Kosan, niatnya aku mau beli beberapa cemilan karena aku harus take beberapa video endorsan malam ini. Pas di perjalanan pulang, tiba-tiba ada dua orang laki-laki yang cegat aku..." Ada hening yang cukup panjang dan samar-samar Praja bisa mendengar isak tangis Nana di seberang sana.

Feeling-nya mengatakan ada hal buruk yang sudah terjadi pada Nana. Dengan tidak sabar, Praja mendesak Nana agar melanjutkan ceritanya.

"Mereka apain kamu, Na?"

"Mereka... pegang-pegang badanku. Ak-aku udah berusaha teriak tapi gak ada satu orangpun yang nolongin aku." Nana mulai menangis, "Gak lama setelah mereka pergi, ada orang yang lewat dan mereka bantuin aku ke kantor polisi. Tapi Mas..." Nana terisak hebat, tangisnya terdengar pilu dan entah kenapa Praja merasa sangat marah karena hal itu. "Bagaimana bisa korban pelecehan, justru di salahin hanya karena aku pake celana pendek?"

Praja mengepalkan tangannya sampai buku-buku tangannya memutih. Mendengar apa yang baru saja terjadi pada Nana serta tangis perempuan itu, rasanya Praja ingin memukul siapa saja yang menjadi penyebab perempuan itu menangis.

"I will be there in ten minutes."

Tbc.

The Center Of My WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang