37 - Because of Basketball

3K 164 63
                                    

Dag-dig-dug. Semakin melangkah, detak jantung Sekar makin bertambah cepat. Menyadari sang pacar amat gugup, Rezvan menepuk-nepuk pundaknya.

"Santai, Ibu gue gak makan orang." Rezvan mencoba menenangkan Sekar.

Malam ini, Rezvan mengajak Sekar makan malam di rumahnya sekaligus memperkenalkan pacarnya itu pada ibunya. Ini pertama kali Sekar ke rumah Rezvan. Makanya dia sangat gugup.

Di meja makan, ada seorang anak kecil dan wanita berumur empat puluh lima tahun, mengenakan jilbab kurung warna cokelat. Ana, ibunya Rezvan, duduk di sebelah putri bungsunya bernama Sheila. Sheila dan Rezvan satu ibu, namun beda ayah. Gadis kecil berambut kepang dua itu umurnya masih lima tahun. Sheila baru masuk Taman Kanak-kanak (TK). Malam ini, ayah sambung Rezvan tidak ada di rumah karena ada pekerjaan di luar kota.

Saat tiba di meja makan, Sekar langsung menyalami tangan Ana. Sekar juga membawa parsel buah, tak enak datang dengan tangan kosong.

"Aduh, gadis cantik ini. Gak perlu repot-repot bawa buah seperti ini," kata Ana sambil tersenyum hangat.

Sekar hanya membalas dengan senyuman, tak tahu harus berkata apa.

"Silakan duduk! Santai aja sama Ibu," ucap Ana lagi yang menyadari kegugupan Sekar. "Semoga suka sama masakan Ibu."

"Baik, Bu. Makasih banyak," balas Sekar lembut.

Sekar duduk berhadapan dengan Ana, sementara Rezvan berhadapan dengan Sheila.

"Hai, pasti nama Kakak Sekal, kan?" tanya Sheila sambil melambaikan tangan. Sheila belum terlalu pandai mengucapkan huruf R. Tapi, sesekali dia bisa.

"Hai, nama kamu Sheila, kan? Kamu cantik banget," balas Sekar ikut melambaikan tangannya. Rezvan pernah bercerita tentang Sheila padanya.

"Iya, Kak. Kak Sekal, Abang seling banget cerita tentang Kakak. Katanya Kak Sekal cantik dan Abang cinta sama banget Kakak. Kakak emang cantik banget. Tapi, Sheila gak tau cinta itu apa." Sheila berkata dengan wajah polosnya. Itu berhasil membuat Ana tertawa kecil melihat kepolosan putrinya.

Sementara Sekar, wajahnya merona karena perkataan adik sang pacar.

"Yah, Sheila bongkar rahasia Abang," canda Rezvan seraya menaruh nasi ke piring untuk Sekar.

"Biarin," ujar Sheila. "Kak Sekal!"

"Iya?"

"Sheila gak punya kakak. Kak Sekal mau gak jadi kakaknya Sheila?" tanya Sheila yang tampaknya banyak sekali berbicara. Karena memang yang paling ribut di rumah Rezvan adalah Sheila. Itu belum lagi kalau Sheila dalam mode manja dan banyak permintaan aneh-aneh.

Sekar mengangguk. Tak dipungkiri kalau kehadiran Sheila mampu memudarkan kegugupannya. "Mau banget. Mulai malam ini Kakak jadi kakaknya Sheila."

"Yeay! Makasih Kakak!" seru Sheila antusias. "Kalena Kak Sekal udah jadi kakaknya Sheila, Kakak mau gak malam ini tidur sama Sheila dan Abang? Nanti Sheila di tengah-tengah. Kita beltiga tidur di kamar Abang yuk!"

Rezvan menghela napasnya. Mulai deh adiknya dengan segala permintaannya.

"Gak boleh, Sayang. Abang sama Kak Sekar gak boleh tidur sekamar," terang Ana dengan lembut pada Sheila.

"Kenapa gak bisa?" heran Sheila.

"Kita makan dulu ya, nanti Ibu bilang. Pasti Sheila, Abang, dan Kak Sekar udah lapar, kan? Makan dulu hayuk!" Ana berkata dengan tenang. Lagipula, Sheila mungkin akan lupa dengan pertanyaannya setelah makan nanti.

Mereka pun memulai makan malam dengan khidmat. Setelah selesai, Ana mengajak Sekar duduk di ruang keluarga. Ana menyuruh Rezvan untuk meninggalkannya hanya berdua dengan Sekar. Sementara Sheila ikut bersama Rezvan.

VIP BAD BOY (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang