44 - Don't Leave Him

2.8K 154 4
                                    

Sore Minggu. Reatha menyeka keringat seukuran biji jagung di pelipisnya. Tangan kirinya memegangi kain yang digunakan untuk mengelap meja kantin rumah sakit jiwa. Hari kian petang, tapi sinar matahari masih menyengat. Reatha pun belum mandi sore itu, wajar saja dia kepanasan sampai bercita-cita ngadem di kutub Utara. Reatha kemudian meninggalkan kain lap di dapur kantin. Langkah cepat menuntunnya ke tempat wudhu laki-laki di musola Rumah Sakit Jiwa Mentari. Sengaja di sana, karena tempat wudhu laki-laki yang paling dekat. Lagipula Reatha sudah biasa cuci muka di sana.

Reatha menghidupkan keran air, lalu merapatkan dua telapak tangannya untuk menampung air di dalamnya. ‘’Segar banget,’’ katanya selepas mencuci muka.

Sekitar dua menitan Reatha bermain dengan air di sana. Semoga saja Reatha tidak diciduk oleh Dokter Pramad karena main air. Reatha menutup keran air. Tubuhnya kemudian berbalik. Entah dari mana, angin sepoi-sepoi tertiup ke arahnya. Refleks Reatha memejamkan matanya. Menikmati betapa enaknya sensasi dari kombinasi muka basah dengan angin sepoi-sepoi.

Masih menutup matanya, Reatha mulai melangkah. Tiba-tiba saja lantai yang Reatha lewati terasa licin, seketika dia terpeleset. Tubuhnya terduduk di lantai basah. Matanya terbelalak. Reatha melihat sekitar, beberapa perawat dan orang tak dikenal tergelak melihatnya. Mereka malah menertawai Reatha ketimbang membantu.

Reatha mempoutkan bibirnya sebal. Sakitnya sih tidak seberapa, tapi malunya berukuran sangat besar. Saat dia buru-buru hendak bangun, sebuah tangan terulur di depannya. Sebab itu dia kembali terduduk di lantai.

Reatha mendongakkan kepalanya. Dilihatnya seorang cowok ganteng dengan wajah datar. Siapa lagi kalau bukan si Savero, anak pemilik Rumah Sakit Jiwa Mentari sekaligus mantan gebetan yang dulu dikejar-kejar oleh Reatha.

‘’Gak usah,’’ tolak Reatha ketus sekaligus gengsi. ‘’Gue bisa sendiri. Gue bukan cewek lemah.’’

‘’Oh,’’ singkat Savero sambil menarik uluran tangannya.

Reatha bangun dari tempat dia terduduk. Netranya memandang Savero sinis selama beberapa detik. Selanjutnya Reatha mulai melangkah pergi.

‘’Tunggu!’’ seru Savero saat Reatha baru berjalan empat langkah.

‘’Kenapa?!’’ ketus Reatha. “Mau bilang kalo lo udah benar-benar jatuh cinta ke gue? Gue udah tau.’’

Savero menggeleng, dia agak ragu mengatakan pada Reatha atas apa yang dilihatnya.

‘’Kenapa? Cepetan bilang!’’ Reatha tak sabaran.

‘’Pantat lo basah.’’

Reatha cengo, malu, ingin tenggelam dalam lautan, sekarang juga.
Savero tersenyum tipis melihat raut wajah Reatha. Cogan dingin ini pun memotong jarak dengan cewek yang akhir-akhir ini terus memenuhi pikirannya. Savero melepas kemeja warna kuning susu polos yang dikenakannya sehingga badannya hanya terbalut kaus oblong putih oversize. Kemeja tersebut Savero ikat di pinggang Reatha.

‘’Sekarang lo aman,’’ kata Savero lembut dari belakang Reatha.

Bulu kuduk Reatha meremang. Di belakangnya, Savero berdiri sangat dekat dengannya. Kalau saja Savero memperlakukannya sehangat ini dari dulu, sudah pasti Savero akan menjadi laki-laki yang masih sangat dicintai olehnya.

Reatha ragu-ragu mengucapkan, ‘’Makasih.’’

Usai demikian, Reatha langsung kabur. Belum sampai di kantin, Reatha menghentikan langkahnya sambil memicingkan matanya ke taman depan rumah sakit jiwa. Senyum Reatha mengembang. Di kursi favoritnya, Reatha melihat figur sosok cowok yang sangat dikenalinya duduk di sana. Tak mengulur waktu, Reatha langsung menemui Agha.

VIP BAD BOY (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang