Menghuni Cintamu

1K 80 20
                                    

Riak ombak sudah menyambut di bawah sinar bintang yang temaram. Suam-suam api unggun mengusir dingin dari dekapan. Ada satu lagu yang masih menjadi pengiring setia malam ini.

Suasana tepi pantai hanya diisi oleh mereka berlima, satu lagi masih sembunyi di dalam vila. Seseorang telah merealisasikan rencana yang diciptanya tiga minggu lalu bersama sang istri. Dia sudah menyiapkan ruang khusus dalam dirinya untuk menerima segala risiko yang akan terjadi.

Mata perempuan bergaun merah muda dengan jilbab senada masih ditutup rapat oleh sepasang telapak tangan, sementara langkahnya dituntun oleh tangan yang lain.

"Sampai deh," suara riang terucap dari wanita berlesung pipi.

"Gimana, suka gak?" Si penutup mata bertanya girang.

Dia terkesima dengan pemandangan yang tersuguh usai mengerjap pandangan yang sedikit rabun. Hari ini tidak ada yang spesial tapi mengapa ada kejutan?

"Tunggu ya, dia masih siap-siap di dalam," bisik si pria bermata sipit.

"Nah itu dia," tunjuk pria gagah berwajah imut ke arah seseorang yang tiba di pintu vila.

Dia menoleh lambat. "Hafy?"

Wajahnya berubah datar melihat suaminya turut hadir di sini. Karena sampai detik ini Hafy belum memberinya kepastian dari jawaban yang ia nantikan. Amarah telah memutar arahnya untuk pergi, namun satu dari mereka menghadangnya.

Orang itu terpejam seraya menarik napas panjang alih-alih memberanikan diri. Gudang masalah yang ia bangun tidak boleh bertambah tinggi. Dia harus merobohkannya saat ini juga.

Perasaan bersalah di suatu malam yang terus mengekor telah berhasil membuat seluruh harinya dirundung gelisah. Dia sudah coba melarikan diri untuk memperoleh tenang ketika pagi menjelang, namun bayangan dosa itu justru tak henti memekik dalam kepala. Hatinya sangat menyesal telah dikalahkan oleh nafsu.

Dia tidak mau mengulang kesalahan yang kedua kali jika pernikahan ini hancur karenanya. Dia tahu betul sahabatnya sangat mencintai Hafy.

"Sakina ... Hafy gak salah," perlahan dia berlutut di hadapan Sakina.

"Wait ... maksudnya apa ini?" Kebingungan Sakina menyorot matanya yang memerah.

Saat itu dia harus mendengar wanita yang dicintainya selama belasan tahun kembali jatuh cinta pada seseorang yang sering ditemui di hutan kota, setelah sempat dibuat lega saat sang wanita akhirnya berstatus jomblo. Hatinya begitu rusuh-bimbang bukan main. Padahal dia sudah sabar menunggu sampai wanitanya siap membuka hati untuk cinta yang baru, tapi ternyata bukan dia orang yang dituju. Dia butuh tempat cerita, sayangnya dia malah berbagi ke tempat yang salah.

Seorang klien yang tak lain mantan pacarnya sendiri semasa SMA memberi bisikan yang membuatnya tak berpikir panjang. Mantannya tahu betul kalau dia mencintai si wanita sejak lama. Bahkan hal ini yang menyebabkan dirinya diselingkuhi oleh sang mantan yang kala itu masih menjadi kekasihnya.

Dan terjadilah suatu malam yang gelap gulita. Sialnya dia lupa membawa sapu tangan untuk membius wanitanya. Hanya ada headband seseorang di dalam saku. Orang itu menjatuhkannya tanpa sengaja saat mereka berpapasan di coffee shop, dan menghilang ketika headband-nya hendak dikembalikan.

Perlawanan yang diberikan membuat jilbab si wanita terlepas sampai beberapa bagian kemeja sobek dan kancing-kancingnya tanggal.

Bukannya melakukan aksinya, sekujur tubuhnya malah gemetar. Dia tak sampai hati. Seketika perasaan bersalah berhasil mengalahkan hasratnya. Ternyata dia tidak bisa berbuat sejahat itu. Segera ia kurung rapat-rapat niatnya, lalu pergi dengan tangis penuh salah.

Portrait of Destiny (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang