Potret Baru

572 63 2
                                    

Sakina memandangi sebuah kamera yang dua tahun ini tak tersentuh oleh tangannya. Dia mengambilnya dari laci lemari. Sebuah kamera yang menyimpan ribuan kenangan bersama Fayyaz di dalamnya. Sakina masih enggan menghapus semua isi memori di sana, karena jauh di dalam hatinya yang tertutup benci, masih menaruh nama Fayyaz dengan rapi.

Mumpung libur, Sakina ingin menghabiskan sorenya di hutan kota. Tangannya menyambar ponsel di atas kasur.

Jalan yuk

Sebuah pesan masuk ke grup obrolan. Tertera nama Jacob yang sudah membaca pesannya. Jacob mengetik.

Hari ini gue gabisa.

Sowwy sweaty, gue juga gabisa. Pesan dari Zalia menyusul.

So imut lo, Zal!

Apaan sih Jac?! Suka-suka dong.

Gue geli bacanya ...

Sakina mendesah malas. Kedua sahabatnya malah ribut di sana. Dia tak membalasnya lagi dan langsung meletakkan ponselnya ke tempat semula. Sakina bersiap. Sore ini dia ingin mengenakan outfit ala korean style. Dia mengambil sebuah rok bermotif bunga dan sweater rajut sebagai atasan dengan warna nude. Tak lupa merias wajahnya senatural mungkin. Dan let's go ...

Kakinya melangkah turun dari halte busway menuju hutan kota. Suasana yang ramai namun teduh sudah menyambutnya. Mata Sakina mengitari nuansa hijau di tengah jajaran gedung. Dia mulai mengatur kameranya dan bergegas menangkap objek dengan asal.

Cekrek.

Sebuah potret baru menghias layar kameranya. Dilihatnya seorang pria yang tengah merayu seekor kucing berwarna abu-abu di atas pohon agar segera turun. Tanpa sadar senyuman terpancar dari bibir Sakina.

Lagi. Ya, Sakina ingin memotret kucing gemas itu lagi. Kini si kucing sudah sejajar dengan kaki tuannya dan gantian dia yang merayu minta disayang.

Sakina melanjutkan perjalanannya untuk menjumpai spot-spot lain yang menarik di sana. Angin sore berhembus lembut menemani langkahnya. Setelah cukup jauh pergi dari tempat tadi, Sakina duduk di bawah pohon untuk mengistirahatkan kaki. Dari kejauhan dia melihat kembali si tuan kucing. Kali ini tuan kucing itu tidak sendiri. Dia tampak dikelilingi oleh beberapa kaum hawa yang bergantian meminta foto bersama.

Langit menjingga cepat dengan sobekan awan yang masih terlihat. Sakina meneguk minumannya di tumbler dan membiarkan udara sore menyapu wajahnya yang mulai basah oleh keringat. Sesekali bayangan tentang Fayyaz bermunculan. Mereka seakan tahu waktu yang pas untuk unjuk diri dan semakin menjerat Sakina agar susah melupa.

Sepertinya kamu memang nggak mau aku sendirian ya, Mas? Sampai-sampai bayangan kamu aja datang temani aku. Kapan kita bisa bersama lagi? Aku masih nunggu kamu di sini.

Sakina memejamkan matanya. Rindunya akan Fayyaz selalu saja pecah saat dia sendiri. Dia benar-benar kehilangan kabar tentang Fayyaz. Bagaimana caranya agar hubungan mereka yang retak bisa kembali utuh seperti dulu? Berkali-kali hati Sakina memaksa untuk menghubungi Fayyaz, namun pikirannya selalu saja menahan agar tidak melakukannya.

Drrrrttttttt

Sakina membaca layar gawainya.

Minggu depan ada acara gak? Gue pengen ajak kalian nonton badminton. Tiketnya udah ada, tinggal jalan aja.

Portrait of Destiny (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang