Langit Sore Jakarta

729 71 1
                                    

Siang ini mereka hanya mengabiskan waktu di daerah Sarinah untuk istirahat, salat, dan makan. Sakina dan Zalia memasuki sebuah kafe di sana. Nuansa kafe yang sejuk dengan pendingin ruangan membuat siang mereka menjadi lebih damai. Musik yang mengalun seakan mencairkan suasana dalam tenang. Sakina membaca kutipan di hiasan-hiasan dinding kafe ini. Zalia memilih tempat duduk, sementara Jacob baru saja masuk setelah memarkir mobil.

Beberapa saat menunggu, akhirnya pesanan tiba juga di meja mereka. Zalia masih membaca pesan Genia di ponsel Sakina.

"Tapi kenapa dia sampai sejahat itu nyingkirin lu supaya bisa jadi bendahara rohis, ya?"

"Dia kan ambis, Zal. Di kelas kita aja, rapornya gak pernah terkalahkan."

"Iya ... but why bendahara? Kenapa gak jabatan yang lain aja?"

"I don't know." Sakina mengaduk mie ayamnya agar menyatu dengan bumbu dan sedikit sambal. Sejenak pikirannya melayang pada Genia yang terus menawarkan diri untuk membantunya mengatur keuangan setiap kali rohis ada acara. Sakina menyetujui niat baik Genia itu karena dirinya cukup dibuat kewalahan oleh pemasukan dana dari sekolah, donatur, sponsor, dan alumni.

"Sebenernya gue males ada pembahasan lain di quality time kita. Sekarang ... lu Sakina, habisin mie ayam lu sebelum mienya jadi melar. Dan lu Zalia, habisin bakso lu, sebelum gue yang habisin, oke?" Jacob mengunyah bakso di mulutnya.

"Nanti yang abadikan momen lomba tilawah gue siapa dong kalau bukan lu?"

Zalia melirik abai ke arah Jacob dan langsung menggenggam tangan Sakina yang duduk di depannya seraya mengerutkan muka. Sebuah sumpit melayang—mengetuk kepalanya pelan. Jacob yang melakukan itu.

"Zal! Gue makan nih ya bakso lu ...."

Jacob sudah siap mengambil bakso di mangkuk Zalia dengan sumpitnya. Seketika Zalia menjauhkan mangkuknya dari jangkauan Jacob. Sakina dibuat tertawa melihat tingkah mereka berdua.

"Enak aja!!"

Menjelang sore hari...

Mereka bertiga masih di sana. Menikmati Sarinah yang lagi hits dengan pertunjukan musik sorenya. Spontan kepala Sakina mengalun mengikuti lagu Akad yang sedang dinyanyikan merdu oleh sang penyanyi.

Bila nanti saatnya t'lah tiba
Kuingin kau menjadi milikku

Suara Zalia terdengar lembut mengisi ruang telinga Jacob yang saat itu duduk menonton live music di sebelahnya. Kata 'istriku' dalam liriknya sengaja Zalia ubah menjadi 'milikku'.

Tetiba ponsel Zalia bergetar menandakan waktu Ashar telah tiba. Tangan Zalia melewati punggung Jacob untuk mencolek Sakina yang sedang membidik suasana dengan kameranya.

"Salat dulu yuk!" Ajaknya.

"Gue salat dulu ya, Jac. Titip tas."

Jacob hanya mengangguk ringan seraya mendekatkan tas Sakina. Tak lama ada telepon masuk untuk Sakina. Jacob menoleh ke belakang hendak memanggil Sakina, namun dia sudah menghilang. Dilihatnya nama penelepon yang tertera di layar.

Mas Fayyaz ❤️

Jacob membiarkan hingga ponsel itu berhenti berdering. Lebih baik menunggu Sakina tiba, pikirnya.

Portrait of Destiny (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang