Satu

50K 1.4K 11
                                    

Suasana rumah sejak pagi itu nampak lebih ramai dari biasanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Suasana rumah sejak pagi itu nampak lebih ramai dari biasanya. Belle yang notabennya adalah menantu keluarga Negredo pun tidak pernah jauh dari Olivia Negredo adik Alvaro Negredo. Satu-satunya anak yang nampak terus terisak karena ditinggalkan sang ibunda.

Ya mama Al dan Olivia pergi untuk selama-lamanya pagi ini. Dan saat ini seluruh keluarga Negredo dalam keadaan berkabuh. Bahkan Olivia sedari semalam pun tak kunjung berhenti menangisi sang mama. Dia nampak begitu terpukul dengan kepergian sang mama. Yang notabennya adalah satu-satunya orang tuanya yang tersisa setelah papanya pergi lima tahun yang lalu.

Sedang Al sendiri, suami Belle. Dia hanya diam tanpa mengatakan apapun. Namun Belle tahu jika suaminya itu pun tak baik-baik saja. Meski dia tidak mengatakan apa-apa pada Belle. Tapi Belle bisa melihat jika raut wajahnya nampak kaku dan kian dingin. Membuat Belle pun tak berani membuka mulut. Dia hanya diam dengan tangan yang menggenggam tangan Olivia. Berharap bisa sedikit memberikan semangat pada adik iparnya itu.

"Ikhlaskan mama, Via. Jangan tangisi. Mama pasti sedih melihat keadaan mu yang seperti ini." seru Belle begitu seluruh orang sudah pulang. Kini mereka berdiri di samping batu nisan sang mama.

Dengan Belle yang memeluk Olivia dari samping. Sedang Al, dia hanya diam berdiri di samping istrinya.

"Kenapa mama tega pergi meninggalkan aku, Be. Padahal kan mama tahu jika aku masih membutuhkannya." isak Olivia di sela-sela tangisnya.

Belle menghela nafas dalam. Mengusap punggung adik iparnya kian sayang. Merasa tak tega dengan apa yang dia dengar. Walau bagaimanapun juga. Mama mertuanya adalah sosok wanita hebat yang begitu penyayang.

"Aku tahu. Tapi setidaknya mama sekarang tidak akan lagi merasakan sakit. Mama sudah tidak perlu lagi menangis untuk semua rasa sakitnya."

Olivia tak membalas. Dia kian tergugu dengan tangisnya. Menangis dalam dekapan kakak iparnya.

"Aku, merindukan mama, Be." adunya disela-sela tangisnya.

"Kita doa kan mama, Via. Aku yakin, tuhan pasti memberikan tempat terindah untuk mama saat ini. Dan semoga setelah ini mama benar-bener bahagia di sana. Bersama papa." hibur Bella. Diam-diam melirik ke arah samping. Di mana suaminya yang hanya diam tanpa mengatakan apapun. Tapi dalam hati bertanya-tanya. Apa yang kini pria itu pikirkan. Apa dia baik-baik saja dengan kepergian ibunya? Karena sedari kemarin, suaminya itu bahkan tidak membuka suara. Dia hanya diam dengan wajah kakunya. Membuat Belle sulit untuk menerka-nerka.

Olivia mengangguk. Kian erat memeluk kakak iparnya.

*****

Belle menghela nafas lega begitu berhasil membujuk adik iparnya untuk beristirahat setelah sedikit mengisi perutnya. Kini dia ingin beristirahat. Kembali ke kamarnya untuk beristirahat. Karena jujur, sedari kemarin dia bahkan belum beristirahat dengan baik. Dia sibuk menenangkan adik iparnya yang sangat syok ditinggalkan oleh mertuanya.

Melirik jam dinding yang berada di ruang tengah. Belle menghela nafas panjang begitu menemukan jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Pantas saja tubuhnya sangat lelah. Ternyata malam hampir larut.

Dengan langkah lesu, Belle pun menaiki anak tangga menuju kamarnya. Dia benar-benar lelah saat ini. Bahkan Belle langsung tersenyum lebar begitu menemukan pintu kamarnya. Dia sudah tidak sabar untuk segera mengistirahatkan tubuhnya.

Tapi kedua mata Belle terbelalak lebar begitu dia masuk ke dalam kamar. Dia menemukan suaminya duduk di atas sofa dengan wajah memerah. Sedang tanganya terdapat gelas yang berisikan wine.

Suaminya itu, duduk bersandar di sandaran sofa dengan kepala mendongak di atas sandaran. Pakaiannya nampak acak-acakan. Bahkan rambutnya yang biasa nampak rapi pun kini sedikit berantakan. Membuat Belle yakin jika saat ini suaminya itu tidak baik-baik saja.

Dengan sedikit ragu-ragu. Belle pun membawa langkah kakinya mendekat. Membuat Al yang awalnya mendongak ke atas pun membuka matanya. Melirik Belle dengan kedua mata tajamnya.

"Al, kamu baik-baik saja?"

"Hmm,"

Al hanya bergumam lirih. Membuat Belle menghela nafas dalam.

Pernikahan mereka dari awal memang tidak sehat. Mereka bahkan hampir lima tahun menikah. Tapi selama pernikahan itu, tidak sekalipun Belle diperlakukan sebagai mana mestinya seorang istri.

Suaminya itu, dia begitu sibuk juga tidak ada waktu untuknya. Dia begitu irit bicara dan juga dingin, hingga kadang membuat Belle tidak tahu apa yang suaminya pikirkan dan apa yang dia rasakan. Dan mereka hanya akan bertemu setiap kali akan menghadiri acara-acara pesta atau melakukan makan malam keluarga Negredo.

Dan di sana lah Belle baru bisa berperan selayaknya seorang istri. Menyentuh dan mengobrol dengan suaminya. Sisanya, Al akan menghindarinya. Tidak pernah berbicara juga berinterraksi layaknya pasangan pada umumnya. Dia hanya akan berbicara seperlunya. Bahkan selama mereka menikah, suaminya itu jarang sekali pulang ke rumah. Dia hanya akan menginap di rumah mereka jika ada sesuatu yang penting.

Dan kadang dari semua perlakuan Al padanya. Belle sering bertanya-tanya mengapa Al menikahinya dulu. Mengapa pria itu memilihnya untuk menjadi seorang istri jika ternyata dia hanya dijadikan pajangan saja.

Tapi meski begitu, Belle tidak bisa marah. Dia tidak bisa protes dengan apa yang suaminya lakukan padanya. Selain Belle tidak berani, juga dia merasa berhutang budi pada Al. Karena selama mereka menikah. Pria itulah yang membantunya membayar biaya pengobatan ayahnya. Juga membiayai sekolah adik-adiknya hingga bisa kuliah.

Tapi dia juga tidak bisa berbohong jika dia merasa penasaran dengan isi hati suaminya. Mengapa dulu dia menikahi Belle? Menjadikannya istri hingga detik ini.

"Jika kamu butuh teman bicara--" ucapan Belle terhenti begitu Al membuka matanya lebar. Meletakkan gelas di tangannya di atas meja. Melipat kedua tangannya di depan dada dengan gaya santainya. Dan menatap Belle lurus.

"Aku bisa menjadi pendengar yang baik." lanjutnya lagi. Jujur, di tatap begitu intens oleh Al. Membuat jantung Belle rasanya ingin lepas. Dia belum pernah ditatap sedemekian intens oleh suaminya itu.

Dan kini Belle menyesal dengan tawarannya. Karena kini suaminya itu mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Kamu bisa minum?"

"Aku tidak pernah minum." jawab Belle jujur. "Tapi aku bisa menemani jika kamu mau." lanjutnya lagi.

Al hanya diam. Dan semua itu membuat Belle menatapnya cemas. Apa seharusnya tadi aku berbohong? Batinya.

"Istirahat lah!"

Belle menghela nafas dalam. Obrolan mereka selalu begini. Tidak pernah ada pembicaraan lebih panjang lagi dari ini. Suaminya itu, benar-benar irit bicara juga berekspresi. Belle kadang bingung sendiri harus melakukan apa agar dia tahu apa yang sebenarnya suaminya pikirkan. Dan pria itu inginkan.

Menggigit ujung bibirnya kuat. Belle menatap Al yang kini kembali meraih gelasnya. Menegaknya sebelum kembali meletakkan kepalanya di atas sandaran sofa. Mendongak dengan kedua mata terpejam.

 Mendongak dengan kedua mata terpejam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kawin Gantung(SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang