7. Bukan Orang Yang Sama

7.7K 1K 111
                                    


"Ayo cepatan Ngi! Kita udah telat nih," desak Caca menarik tangan Angi yang melangkah dengan lunglai memasuki masjid An-Nur untuk menunaikan salat Magrib berjamaah.

"Iya, iya! Tapi kok tumben banget hari ini jamaahnya banyak banget. Nggak biasanya," ujar Angi menggelar sajadah. Dia mengedarkan pandangan ke dalam masjid.

Caca mengenakan mukena. "Nggak tau juga. Mungkin lagi banyak dapat hidayah kali," cengirnya.

Angi tidak meladeni candaan Caca, dia memilih mengenakan mukena karena salat segera dimulai.

Sebenarnya Angi ingin diam di rumah Caca saja, mengingat biasanya Pak RT Udin aka Babeh selalu jadi imam waktu Magrib. Sungguh, Angi belum siap bertemu Babeh lalu dimarahi soal insiden penyiraman cat tadi siang di kampung barat.

Namun...

Bukan Udin yang menjadi imam kali ini.

Tapi orang lain.

Imam itu melantunkan surah Al-Fatihah dengan merdu, dengan penuh penghayatan. Diucapkan dengan penuh rasa cinta pada Tuhan Alam Semesta. Sungguh, imam kali ini membuat jamaah Masjid An-Nur dan mungkin semua orang di Desa Daun tertegun, hanyut dalam ibadah mereka menyembah Allah.

"Masya Allah," ucap Caca tampak terharu saat salat berjamaah selesai. "Bukan Babeh Udin kan yang jadi imam? Siapa sih? Gue jadi baper gini."

Bukan Caca saja yang bertanya dan penasaran tapi juga para jamaah lain, mereka menegokkan kepala dan memanjangkan leher, mengarahkan pandangan ke barisan pertama. Pada pemuda mengenakan baju muslim putih dan hanya punggungnya saja terlihat. Tapi Angi bisa mengenali satu orang di samping imam itu, lelaki berseragam hansip yaitu Cecep.

"Gue juga nggak tau Ca! mending kita cepatan pulang, gue nggak mau ketemu Babeh. Entar gue diceramahin soal insiden di kampung barat," sahut Angi seraya melepas mukena.

Suara mikropon tiba-tiba diketuk. Menimbulkan suara gema dan menarik perhatian semua orang.

"Tes, tes. Mikroponnya udah oke. Assalamualaikum, Bapak-bapak! Tolong jangan pulang dulu." Suara Cecep terdengar di toa masjid. "Ada yang harus kita bicarakan sebentar. Hal penting yang ingin kami sampaikan. Dan para emak silakan pulang, silakan balik ke rumah dan lanjut nonton sinetron."

Kalau hari biasa para jamaah lekas membubarkan diri tapi kali ini mereka merengsek maju ke barisan depan. Pasti ingin tau tentang identitas sang imam yang membuat hati mereka tersentuh dengan suara merdunya.

"Tapi gue pengen liat imamnya Ngi! Gue kepo banget," ungkap Caca, dia hendak maju ke depan, ke tengah keramaian orang-orang. "Bukannya itu Mang Cecep? Iya. Dia juga di sana!"

"WUAACHIM!!!"

"Iya! Dan Babeh gue juga ada!" Angi panik saat mendengar suara bersin di masjid.

Dia memasang mukenanya kembali. Menutupi tubuh dan wajah saat radarnya mendeteksi keberadaan Udin, bukan dari penampakannya tapi bersin khas Udin yang bergema, melalui toa masjid dan membuat orang-orang tersontak kaget.

"Ayo Ca, kita pulang," seret Angi. "Gue belum siap ketemu Babeh."

Angi menuruni tangga teras masjid, mengenakan sandalnya kembali. Dia perlu melarikan diri sebelum Udin memergoki dan menyeretnya pulang ke rumah.

Namun langkah Angi terhenti.

Jalannya terhalangi oleh sosok lelaki bertubuh tinggi yang tampaknya hendak masuk masjid tapi juga terhenti saat melihat Angi.

"Syam," ujar Caca, terkejut dan menutup mulutnya.

Bukan cuma Caca saja yang terkejut tapi juga Angi. Sudah bertahun-tahun berlalu, Syam tidak pernah menginjakkan kaki di masjid dan hari ini lelaki itu tiba-tiba menghentikan laju motornya.

Sastra Untuk Pelangi [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang