33. Alasan Untuk Bertahan

4.3K 802 117
                                    


Ada hal yang tidak dimengerti di dunia ini dan salah satunya adalah ketundukan kepada seseorang. Dalam keputus-asaan orang akan hadir dalam berbagai cara untuk menawarkan bantuan pada seseorang. Namun, sang penolong bisa jadi berubah menjadi malaikat ataupun sebaliknya adalah iblis berkedok manusia. Mungkin itulah yang terjadi pada Rio di dalam keterpurukan dirinya, dia malah bertemu dengan Athala yang mengubahnya menjadi monster seperti saat ini. Hanya menuruti perintah, sehingga ketika diperintahkan membunuh akan dilakukan untuk membalas budi yang dikatakan pernah menyelamatkan.

Rio mengabaikan nuraninya sebagai manusia dan berubah menjadi berhati dingin. Dia tidak breaksi sedikitpun atau memberikan rasa kasihan saat tubuh Sastra menggelepar berusaha mencari udara untuk paru-parunya yang sekarat. Rio hanya menginginkan pekerjaannya selesai, itu saja! Sehingga dia menekankan bantal lebih kuat lagi ke wajah Sastra, berharap malaikat maut segera menjemputnya dari dunia.

Rio merasa berada di puncak kemenangan.

Senyumnya mengembang luas, menyeringai dingin

Namun, senyum Rio luntur seketika, kedua matanya membelalak saat tangan yang kuat tiba-tiba mencengkeram pergelangannya lalu meremasnya. Sebelum dia bisa menyadari apa yang sebenarnya terjadi, tendangan keras mendarat di perutnya, sehingga dia terpental, punggungnya menabrak tembok. Rio menatap tak percaya pada orang yang telah dikatakan telah sekarat, dikatakan tidak sadarkan diri namun sekarang memberikan perlawanan. Sastra memberikan tatapan dingin, melempar bantal yang menutupi wajahnya ke lantai lalu senyum kecil terbentuk di bibirnya yang pucat.

"Kamu!" Rio tampak kehilangan suara.

"Saya sudah menduga kamu akan kemari," ucap Sastra. "Kamu pastinya tidak ingin melepaskan kesempatan untuk melenyapkan saya. Terutama setelah saya mempergoki kamu sebagai dalang di kebakaran kampung warna-waarni. Saya melihatmu waktu itu."

Benar!

Sebelum Sastra kehilangan kesadaran ketika tiang rumah menimpa punggungnya. Sastra menangkap keberadaan Rio dengan sangat jelas dari jendela yang terbakar. Sastra melihat Rio melintas, dari balik asap kebakaran di kampung warna-warni, dengan membawa jeriken bensin. Dan Sastra yakin Rio pun melihat Sastra sehingga karena itulah dia bergegas melarikan diri. Dan setelah insiden yang terjadi. Sastra yakin. Rio akan melakukan apapun untuk menghilangkan jejak bahwa dia adalah sang pelaku. Dan salah satunya adalah dengan menyingkirkan alat bukti dan juga saksi hidup yaitu Sastra.

"Bagaimana bisa? Bukannya kamu?" Rio berkata tak percaya. "Mereka bilang kamu akan mati. Mereka bilang kamu sekarat."

"Sekarat?" Sastra menertawakan reaksi Rio, seakan dia sedang melihat orang yang mati hidup kembali. "Apa orang sekarat bisa melakukan perlawanan seperti yang saya lakukan sekarang? Ini adalah bagian dari rencana saya. Berpura-pura sekarat, memancingmu datang kemari, dan menangkapmu."

Tak berapa lama. Sirine mobil polisi yang dikemudikan cepat dan beriringan terdengar memecah keheningan malam. Cahaya lampu merah bercampur biru berpendar menyilaukan mata, memberikan kepanikan pada Rio yang menyibak gorden dan melihat para polisi yang tak membutuhkan lama sekarang berlarian menuju kamar rawat Sastra.

"Menyerah saja Rio. Polisi sudah mengepung tempat ini. Serahkan dirimu tanpa perlawanan. Dengan begitu kamu bisa mendapatkan keringanan hukuman," saran Sastra. Dia memperhatikan Rio yang berjalan ke pintu keluar, membukanya, namun sedetik kemudian dia tutup kembali. Lorong klinik sudah dipenuhi polisi. "Sudah saya bilang. Tidak ada jalan lagi untuk kabur, serahkan dirimu ke polisi. Dan berhenti menjadi orang suruhan seperti Athala."

"SIALAN!" raung Rio.

Dia mencari dengan panik di dalam klinik dan perhatiannya tertuju pada kursi. Rio meraih pegangan kursi lalu melemparkannya ke kaca jendela, suara pecah terdengar membahana di ruang perawatan, dan beling-beling pun jatuh berserakan di lantai. Memiliki satu kesempatan terakhir untuk melarikan diri, Rio menginjakkan kakinya di tepian jendela.

Sastra Untuk Pelangi [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang