11. Puzzle Kenangan

6.1K 896 88
                                    


Hujan yang turun kali ini mencerminkan perasaan hati untuk seorang gadis berseragam SMA. Saat dia berdiri di halte bus, menatap langit kelabu yang tiada henti meluruhkan rintik hujan. Seketika saja membawanya pada satu memori, di mana dia pernah menari di bawah rinainya bersama seorang lelaki yang punggungnya selalu jadi tempatnya bersandar.

Bahkan sekarang...

Dia bisa melihat sosok dirinya bersama lelaki berparas tampan itu berdiri di bawah hujan, menengadahkan wajah dan melentangkan lengan menyambut hujan yang turun dari langit.

"Udahan yuk. Kita berhenti main hujannya, nanti sakit," kata Angi pada cowok itu, senyum tidak meluntur dari bibirnya.

"Sebentar lagi. Aku nggak tahu kapan lagi bisa bermain hujan seperti ini. Aku nggak tau kapan lagi aku bisa melihat pelangi lagi," jawab cowok itu. Dia membuka mata dengan penuh pengharapan pada langit kelabu. "Tapi sepertinya pelangi nggak menghiasi langit lagi hari ini..."

Nampak jelas dia sangat kecewa.

Angi memeluk tubuh cowok itu. "Kan Angi di sini, Pelangi kamu kan ada di sini..."

Cowok itu seketika tersenyum lebar, dia mencubit pipi Angi. "Benar, pelangi ada di sini. Pelangi yang lebih indah karena dia tersenyum untukku setiap hari. Tapi...."

Dia menjeda perkataan sejenak. Masih berharap Tuhan mengabulkan keinginannya untuk melihat pelangi sehabis hujan.

"Hanya saja aku berharap, selagi aku masih bisa bernapas, di sisa waktu yang aku punya. Aku ingin melihat pelangi di dunia ini untuk terakhir kali," ujarnya.

Angi mempererat pelukannya di tubuh cowok itu. "Jangan pergi ya..."

Dia berusaha keras menahan airmata untuk tidak berlinang. Namun rasa takut kehilangan membuatnya hancur secara perlahan.

"Jangan pergi tinggalin Angi..."

Cowok itu tidak memberikan jawaban. Hanya memberikan seulas senyuman. Dia tidak pernah menyangkal. Seakan tak ingin memberikan harapan kosong kepada Angi.

"Tolong bersamaku sampai kita menua," pinta Angi kembali.

Namun...

Sudah satu tahun berlalu.

Permintaan Angi tidak dia kabulkan.

Dia tetap pergi meninggalkannya.

Memberikan Angi sebuah luka yang tak kunjung sembuh meskipun detak waktu berlalu. Sungguh, baginya ini tidak adil. Saat Angi hancur, dunia berjalan seolah tidak terjadi apa-apa? Ingin sekali Angi berteriak dan berkata, "Ada yang hilang! Ada yang pergi. Tapi kenapa kalian masih bisa tertawa bahagia?"

Sulit bagi Angi untuk kembali seperti dulu.

Walaupun dia sudah melarikan dari desa daun dan pergi ke hiruk-pikuk kota Jakarta. Tetap hanya sepi yang Angi dapatkan.

Jadi omong kosong mereka yang berkata kalau kehilangan akan sembuh seiring waktu. Baginya kehilangan akan selalu dia tanggung hingga dia mati. Tidak akan sembuh, hanya mereda dan terkadang kambuh ketika hujan turun ataupun senja menjelang.

Dan bolos dari sekolah menjadi kebiasaan Angi sekarang, terutama ketika hujan turun dan membuat luka di hatinya basah kembali. Dia berdiri di halte bus seorang diri. Menatap kosong pada jalanan yang sepi dari pengendara yang memilih berteduh di suatu tempat, sehingga dunia menjadi kota mati untuknya.

"Pelangi apa akan datang hari ini?" gumam Angi, mengarahkan pandangannya pada langit kelabu. "Tapi sia-sia juga, dia sudah nggak ada lagi di sini..." Dan memasang senyum getir.

Sastra Untuk Pelangi [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang