14. Kehilangan

5.6K 927 121
                                    


"Sastra jangan mati. Aku akan mencari pertolongan dan mengantar kamu ke rumah sakit. Jadi bertahanlah," pinta Angi.

Sastra menyunggingkan senyum kecil. Gadis bernama Pelangi sangat menggemaskan. Padahal mereka tidak saling mengenal, tapi kenapa dia terlihat sangat takut kehilangannya? Sangat lucu, kalau diambang kematian, disaat jantungnya susah payah berdetak, Sastra merasakan denyut perasaan lain yang tumbuh.

"Bukan waktu yang tepat untuk jatuh cinta, Sastra," batin Sastra terkekeh kecil.

"Tunggu! Aku lihat ada orang." Angi mendongakkan kepala. Dengan pandangan terbatas di bawah hujan, dia melihat sosok pengendara ojek online melintas. Angi lekas melambaikan tangannya. "PAK!"

"PAK TOLONG SAYA," teriak Angi keras. "TOLONG ADA KORBAN TABRAK LAGI DI SINI. BAPAK!"

Pengendara yang ternyata seorang bapak menghentikan laju motornya. Dia tertegun sejenak melihat tubuh Sastra yang bersimbah darah lalu bergegas menghampiri, berlari-lari mendekati.

"Astagfirullah, a-apa yang terjadi nak? Dia kenapa?" tanya si bapak dengan kedua tangan gemetar.

"Saya nggak tau Pak. Saya menemukannya sudah seperti ini di tengah jalan. Pak, tolong." Angi menyeret kedua kakinya mendekati si bapak lalu mengenggam jaketnya. "Tolong telpon ambulan. Tolong suruh mereka ke sini. Saya harus membawa teman saya ke rumah sakit."

"Ambulan? Ba-baiklah." Si Bapak menyanggupi, mengeluarkan ponsel lalu menelpon pihak rumah sakit. Perlu berkali-kali dia mencoba sampai akhirnya telpon tersambung dengan bagian UGD. "Ha-halo? Terjadi kecelakaan di depan sekolah SMA Bakti. Remaja laki-laki SMA. Kondisinya cukup parah..."

Setelah itu bagi Sastra semua tanpa mengabur. Dunia semakin gelap. Suara-suara manusia seperti bergema dan tampak jauh, terendam oleh gemuruh hujan yang tiada henti turun dari langit. Jujur, Sastra ingin sekali menutup mata. Ingin sekali tidur, tapi Pelangi terus mengguncang tubuhnya, terus membuatnya terjaga.

Tangan Pelangi menangkup wajah Sastra yang berlumuran darah. Kedua tangan yang sedingin es itu gemetar. "Sastra, aku mohon jangan mati di depanku. Aku nggak mau kehilangan lagi, kamu nggak tau sakitnya ditinggalkan," ucapnya dengan menangis terisak.

Dari cara Pelangi menangis, dari cara Pelangi memohon dan meminta Sastra untuk hidup, membuat dia penasaran kehilangan apa yang dirasakan gadis itu sehingga dia sangat ketakutan. Pelangi lebih takut dibandingkan dirinya yang diambang kematian.

Suara sirine berulang tiba-tiba mengatasi riuh hujan, ambulan dengan sorot lampu depan menyilaukan berhenti di depan Sastra. Petugas medis lekas keluar dan menurunkan brankar dari pintu belakang ambulan.

"Alhamdulillah ambulan datang," ucap Bapak driver online bernapas lega. Dia menyambut kedatangan petugas medis seraya menunjuk ke arah Sastra. "Dia di sana. Tolong anak itu..."

"Apa yang terjadi?" tanya petugas medis, dia berjongkok untuk memeriksa kondisi Sastra.

"Kami tidak tau. Kami menemukan anak ini sudah tergeletak di tengah jalan dengan kondisi terluka parah," jawab si bapak.

"Kita bawa ke rumah sakit, angkat dia," suruh petugas medis pada rekannya.

Tubuh Sastra diletakan di atas brankar dengan hati-hati, meninggalkan darah yang menggenang di atas aspal. Namun genangan itu larut begitu cepat oleh aliran hujan.

Petugas media memasukkan Sastra ke dalam ambulan.

"Siapa yang akan menemani anak ini?" tanya salah satu petugas, menatap Angi dan Bapak driver online.

Sastra menarik pergelangan Pelangi, dia tidak ingin gadis itu pergi. Pelangi menjadi salah satu alasan untuknya bertahan dan juga berjuang.

"Kamu teman sekolahnya? Baiklah cepat masuk," desak petugas medis melihat cengkeraman Sastra tidak lepas di pergelangan Pelangi. "Kita harus membawanya ke rumah sakit..."

Sastra Untuk Pelangi [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang