25. Rumah Pulang

4.7K 852 89
                                    


Angi memperhatikan Syam yang terus menyuap makanan tanpa henti ke dalam mulutnya, menelan dalam jumlah banyak, sehingga membuatnya dia tersedak. Halimah dengan lekas menuangkan air ke dalam gelas, lalu dia berikan pada Syam.

"Minum dulu, Nak. Pelan-pelan saja makannya. Makanannya masih banyak kok, nggak kehabisan. Kalau mau nambah bilang sama saja ibu." Halimah memberikan perhatian.

Syam berada di tengah keluarga Pelangi.

Dia ruang keluarga yang hangat. Entah kenapa Syam merasa seperti terseret kembali ke masa-masa beberapa tahun lalu, saat dia masih memiliki sahabat yang merangkul pundak, ibu yang menjemput pulang, ataupun ayah yang selalu jadi kebanggaannya. Masa di mana Syam masih memiliki Senja, Maria dan Athala untuk menjadi poros dunianya.

Namun mereka telah pergi.

Meninggalkan Syam yang sekarang berada di versi terhancurnya.

"Ini Bang."

Randi tiba-tiba memberikan ayam goreng miliknya di atas piring Syam. Membuat semua orang—Udin, Halimah, Maura, Marcep dan Angi menatap si bungsu heran, karena Randi tidak akan pernah memberikan, atau mengalah demi paha ayam goreng favoritnya pada orang lain.

"Buat Abang, Randi udah kenyang. Abang pasti laper banget, ya. Makan ini juga, jangan makan nasi doang." Randi juga menambahkan telur mata sapi di atas piring Syam. Sikapnya membuat semua orang terharu, membuat mereka berhenti menelan makanan karena tenggorokan terasa sakit dan mata pun memanas.

Sedangkan Syam tidak menjawab, sedari tadi dia hanya fokus pada makanannya. Dia tidak banyak bicara. Walaupun Angi tau sebentar lagi tembok pertahanan laki-laki itu akan runtuh. Sampai kapan dia akan berpura-pura tegar?

Angi menolehkan kepalanya keluar pintu yang terbuka, para tetangga berkumpul di pos kampling. Ini sudah larut malam, tapi peristiwa yang terjadi di rumah keluarga Athala membuat mereka begadang, dan sibuk membicarakannya. Mereka tidak hentinya membahas tentang Athala yang dibawa ke kantor polisi karena kasus penjualan tanah secara ilegal.

Terdengar percakapan mereka sangat menggebu-gebu dan juga dikeraskan. Entah disengaja atau tidak. Yang pasti warga tahu, Syam sekarang berada di rumah Pak Rt Udin.

"Sudah aku duga, Athala itu penipu. Duit dapat darimana coba dia mendadak kaya seperti itu? Pasti dari hasil penipuan. Nyari duit kagak halal."

"Pantesan dulu aku sering liat Athala ke rumah mantan Lurah Broto. Ternyata mereka bekerjasama menjual tanah di desa kita. Tidak punya hati, kita sudah anggap mereka keluarga tapi mereka malah mengkhianati kita."

"Sampai sekarang kita tidak tau nasib Pak Somat, Bu Inah dan warga lain yang menjual tanah ke Athala!"

"Mungkin sekarang mereka menjadi pengemis atau pemulung di Jakarta."

"Dan apa kalian tau? Yang melaporkan Athala ke polisi adalah Syam. Anaknya sendiri."

"Apa? Benaran? Astaga bagaimana ini? Aku yakin Athala sakit hati karena anaknya berkhianat."

"Dan aku juga dengar dari pembantu yang bekerja di rumah Athala. Bu Devi juga sudah pergi dari rumah. Ternyata selama ini Bu Devi adalah selingkuhan Athala. Mereka sudah melakukan perselingkuhan sejak Bu Maria masih hidup."

"Ck-ck-ck! Kita memang tidak bisa menilai orang dari penampilannya saja. Terlihat wibawa dan dermaman dari luar tapi ternyata busuk di dalam. Keluarga Athala sudah dikutuk. Bu Maria meninggal karena sakit, Athala bangkrut dan Syam? Dia harus pergi ke psikiater secepatnya. Anak itu depresi. Aku takut dia akan gantung diri suatu hari...."

"Benar! Keluarga Athala memang bernasib sial. Mulai hari ini kita jangan melewati rumahnya. Kita bisa ketularan sial."

Cecep tidak tahan lagi mendengar perkataan mereka, Hansip itu kehilangan selera makan. Dia membungkus kembali nasi padangnya dengan gelang karet, berdiri, berjalan ke pintu lalu berteriak sangat keras pada warga yang berkumpul di Pos kampling.

Sastra Untuk Pelangi [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang